Seorang pelukis akan berusaha untuk menciptakan karya lukisan seindah-indahnya. Seorang yang belajar melukis, bisa menghabiskan waktu dari pagi hari sampai pagi lagi, untuk menghasilkan karya yang memuaskan. Ketika ia menjadi semakin ahli, ia akan berusaha menghasilkan lukisan-lukisan yang dapat dianggap mengagumkan, menakjubkan, serta memiliki nilai komersial yang tinggi. Bagi seorang penyair, ia akan berusaha membuat syair-syair yang indah; membuat puisi dengan diksi (pemilihan kata) yang indah sehingga karyanya diminati, dikagumi, serta memiliki nilai komersial. Kalau seorang teknokrat; teknisi mesin, jika ia menghadapi kesulitan dalam mengoperasikan suatu alat, dia akan berusaha mencari persoalan atau masalah alat tersebut lalu menemukan solusinya. Jika hendak menciptakan suatu karya, dia akan berusaha menciptakan suatu alat yang berguna, sehingga disenangi orang dan memiliki nilai komersial yang tinggi.
Apa bidang yang kita tekuni? Kalau kita seorang ibu rumah tangga, kita berusaha mengurus anak sebaik-baiknya; membuat rumah bersih, sehingga kalau kedatangan tamu, kita tidak merasa malu dengan kondisi rumah yang kotor. Kita juga berharap anak-anak bisa sekolah dan mendapatkan prestasi yang baik. Pada umumnya, manusia akan berusaha untuk memiliki prestasi di bidang masing-masing, serta mengembangkan apa yang menjadi keahliannya, yang di dalamnya mereka memperoleh nafkah, harga diri, prestise, dan lain sebagainya. Pasti ada yang dikejar untuk ditingkatkan. Ada upaya-upaya yang dilakukan agar kemampuan kita dalam bidang yang kita tekuni itu bertambah atau meningkat.
Namun, mengapa kita tidak mengusahakan hal yang sama dalam persekutuan kita dengan Allah? Kalau ada pertanyaan, “Mengapa aku tidak kunjung menjadi rohani?” Pernahkah kita mempersoalkan hal ini dan mencari penyebab (kausalitas) mengapa kita tidak kunjung menjadi manusia yang rohani atau saleh? Mengapa kita tidak menjadi seorang yang benar-benar berkenan kepada Allah? Apakah kita sudah berkenan di hadapan Allah atau belum? Mengapa kita tidak mempersoalkan hal ini dengan sangat serius? Apa kausalitas dari keadaan kita yang tidak kunjung menjadi orang suci, tidak kunjung menjadi orang kudus di hadapan Allah? Mengapa kita tidak berjuang untuk meraihnya? Kalau untuk perkara-perkara fana kita berjuang agar kita bisa berprestasi dan mencapai kesuksesan, mengapa untuk kekekalan kita tidak berjuang sungguh-sungguh? Di situ akan tampak, apakah seseorang menghormati Tuhan atau tidak.
Dengan sungguh-sungguh berjuang untuk memperoleh kehidupan yang berkenan di hadapan Allah, bukan berarti kita tidak bertanggung jawab atas hal-hal yang memang menjadi tugas kita. Hendaknya kita jangan berpikir kalau kita memfokuskan diri menjadi orang saleh, menjadi manusia yang berkenan di hadapan Tuhan, lalu bidang-bidang dimana kita bertanggung jawab di dalamnya, menjadi terbengkalai dan kacau. Justru sebaliknya, kita akan menjadi lebih baik dan bahkan bisa berprestasi dalam bidang tersebut. Karena kalau seseorang memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan, dia akan menjadi cerdas, berhikmat, penuh belas kasihan. Dia juga bisa mengontrol atau mengendalikan diri dengan baik. Dan orang-orang seperti ini pasti akan menghasilkan karya besar dalam bidang yang digelutinya, sebab dia melakukan semua itu untuk kemuliaan Tuhan!
Ibarat seorang pelukis yang mengingini hasil karya yang bagus sehingga bisa menjadi masterpiece-nya, seharusnya kita pun berjuang melukis kanvas hari kita agar bisa menjadi mahakarya yang bisa dibanggakan oleh Bapa di surga dan menghadirkan senyum di wajah-Nya. Mari kita melukiskan kanvas minggu, bulan dan tahun hidup kita agar menjadi lukisan yang indah, yang layak dipajang di dalam Kerajaan Surga. Tentu saja lukisan yang buruk, yang tidak sedap dipandang, tidak indah terlihat, tidak bisa masuk dalam Kerajaan-Nya. Lukisan yang tidak memiliki keindahan sesuai standar Bapa, yang penuh dengan coretan dan guratan sehingga dianggap cacat, akan dibuang ke dapur api. Tetapi lukisan yang indah di mata Allah, yang bisa dinikmati oleh Elohim Yahweh, Allah Bapa kita, Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, akan dipajang di dalam Rumah-Nya, dan itu menjadi prestasi kita dalam kekekalan. Bukankah kita akan merasa bangga tak terkira, jika lukisan hidup kita menjadi sesuatu yang menyukakan hati-Nya?
Sama dengan kalau kita menjadi bejana yang indah, maka kita akan ditaruh Tuhan di dalam Rumah kekal-Nya. Tetapi bejana yang rusak, tidak akan digunakan karena tidak bisa dipakai. Bejana yang bentuknya tidak sesuai dengan yang Sang Penjunan ingini, tidak layak ditaruh di dalam Rumah Bapa yang Mulia. Ibarat bejana, mari kita memberi diri untuk terus dipoles, dibentuk agar menjadi bejana yang indah bagi Kerajaan Surga. Hendaknya, kita terus berusaha mencari tahu bagaimana supaya bisa berkenan di hadapan Tuhan, dan berusaha memenuhinya. Apa penyebab kita kurang berkenan atau kurang kudus? Temukan dan selesaikan! Kita pasti bisa jika berjuang dengan sungguh-sungguh!
Ibarat bejana, mari kita memberi diri terus dipoles agar menjadi bejana yang indah bagi Kerajaan Surga