Skip to content

Membayar Utang

 

Begitu liciknya setan, ia mengarahkan orang Kristen untuk ‘beragama Kristen,’ di mana agama dijadikan sarana untuk memberi kontribusi, membantu bagaimana hidup bisa dijalani dengan mudah, menolong keluar dari masalah, mendapat kemakmuran jasmani, dan lain sebagainya. Itu sebenarnya meleset. Setan membuat orang Kristen pun sibuk dengan banyak masalah—masalah jodoh, anak, bisnis, dll—yang membuat orang Kristen kehilangan kesempatan dan lupa untuk ikut dalam perlombaan yang diwajibkan. Orang baru menyadarinya ketika ia melihat kekekalan. Ia akan tahu bahwa semua yang ia kejar selama ini, tidak ada artinya. 

Tuhan dibahagiakan ketika kehidupan ilahi atau kodrat ilahi, berkembang dalam diri kita, dan Tuhan mengamati kita setiap hari. Supaya nanti ketika kita meninggal, sifat Allah sudah penuh ada dalam diri kita, dan itu membahagiakan. Satu hal yang juga sering menyesatkan pikiran kita adalah menganggap Tuhan murahan. Kalau Tuhan berkata, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus” itu tegas sekali. Lalu kita hidup sembarangan, seakan-akan aman-aman saja, dan Tuhan tidak buat sesuatu. Itu mengerikan sekali. Sejatinya, Tuhan sering memukul kita dengan berbagai kejadian, tapi kita tidak memperhatikan; kita budek. Tuhan tidak akan ‘memukul’ kita dengan cara-cara yang tidak sesuai tatanan-Nya. 

Jadi, untuk membayar utang itu, Tuhan akan membuat proses, kejadian demi kejadian. Kelemahan kita apa, itu ditanggulangi Tuhan, satu per satu Tuhan garap dengan segala peristiwa. Maka, fokus kita harus di situ. Kita hidup hanya 100 tahun paling lama, setelah itu kekekalan. Maka hidup kita sekarang hanya untuk persiapan kekekalan, tidak untuk yang lain. Jadi, menikah, tidak menikah, tidak masalah; punya anak atau tidak pun tidak masalah; miskin atau kaya tidak masalah sebenarnya. Tapi kalau kita menghidupkan Allah dalam diri kita, maka kita tidak mungkin dipermalukan. Alkitab membuktikan, kekasih-kekasih Tuhan bisa terpuruk—Yusuf, Daud, Daniel—namun pada akhirnya tidak mungkin dipermalukan. 

Maka, jangan melawan Tuhan. Senangkan Tuhan dengan kedagingan yang kita sembelih tiap hari. Kita tidak langsung jadi orang saleh dalam 1 tahun. Butuh waktu 80 tahun—seumur hidup—untuk menjadi orang saleh yang sempurna. Tapi dimulai dari satu hari, dan satu hari dimulai dari satu jam, dan satu jam dimulai dari menit pertama, begitu kita bangun, menit pertama mulai proses. Kita tidak akan menghidupkan Tuhan, kalau kita tidak mati. Karena keduanya tidak bisa hidup bersama. Maka, firman Tuhan mengatakan, “Kamu tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.” Kita harus memilih, mana yang kita hidupkan, daging kita atau Roh Kudus. Kalau kita memilih Roh Kudus yang kita hidupkan, maka daging kita harus dimatikan. 

Yang kita harus pikirkan adalah bagaimana kita membunuh daging kita setiap hari, supaya kita sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus. Tapi setan akan mengalihkan dengan mengingatkan masalah-masalah yang sedang kita hadapi—uang sekolah anak, kontrak rumah, kesehatan atau apa pun. Jangan dengarkan dia, jalani saja, kita kerja baik-baik, Tuhan akan beri jalan. Jadi, tidak boleh ada unsur-unsur manusia lama dalam diri kita. Kalau kita bisa mematikan manusia lama, maka Yesus hidup di dalam diri kita. 

Masalahnya, bagaimana kita bisa membedakan kehendak Allah dan bukan? Pertama, kehendak Allah pasti tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Misalnya, tidak mungkin Tuhan berbisik kepada kita, “Hai anak-Ku, ambil istri tetanggamu.” Kedua, akan memberi damai sejahtera. Tetapi kalau damai sejahtera itu karena kesenangan dunia, tentu tidak bisa menjadi ukuran, itu sesat. Ketiga, jika suara Tuhan kita turuti, maka akan menjadi berkat bagi orang lain. Tapi mungkin kita tidak tahu saat itu. Tetapi, kalau orang duduk diam di kaki Tuhan, berdialog dengan Tuhan, mematikan daging setiap hari, maka dia pasti tahu, apakah ini kehendak Tuhan atau bukan.

Jadi, kalau orang masih hidup menurut daging, tidak dipimpin Roh Kudus, berarti ia bukan anak Allah. Dan ini yang mesti membuat jiwa kita terganggu. Kita harus cemas dengan keadaan diri kita ini, dan harus mempersoalkannya di hadapan Tuhan. Percayalah, Tuhan pasti menanggapi. Jadi, kalau kita datang kepada Tuhan dalam doa, bukan hanya membawa masalah-masalah fana dunia, tetapi membawa masalah-masalah prinsip di dalam kehidupan yang menyangkut perasaan Tuhan.