Skip to content

Mematahkan Kesenangan

Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur, tidak akan mengerti kebenaran (Luk. 16:11). Tidak setia dalam mamon yang tidak jujur, artinya masih memiliki kehausan dan kelaparan terhadap materi; masih duniawi. Tidak mungkin orang seperti ini mengasihi Tuhan. Dan orang yang tidak mengasihi Tuhan, tidak akan menerima penggarapan Allah. Karena, Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mereka yang mengasihi Dia. Kalau kita kembali melihat Mazmur 73:21-24, kita menemukan bahwa keadaan-keadaan yang sulit dipakai Tuhan menjadi alat untuk menggarap orang-orang yang Dia kasihi, sehingga bisa memiliki kehausan akan Allah. Sering kali kalau kita dalam keadaan nyaman, kita tidak merasa butuh Tuhan. Celakanya kalau kita sampai tenggelam dalam kenyamanan. Dan jika ada sesuatu yang mengganggu kenyamanannya, perasaan krisisnya muncul, sehubungan dengan masalah yang mengganggu kenyamanannya tersebut.

Kadang kita tidak bisa menghindari hal-hal yang tidak nyaman. Tapi, ada hal yang lebih besar dari persoalan-persoalan hidup kita hari ini. Apa? Kekekalan. Yang pasti tidak bisa kita hindari. Maka, kita harus mempersiapkan diri kita sejak sekarang ini. Jadi, jangan ada hal yang kita anggap sebagai krisis, kecuali keterpisahan dari Allah. Kepada orang-orang yang mengasihi Allah, Allah sering menunjukkan kasih-Nya dengan membawa orang itu kepada keadaan yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan. Sebagai contoh yang jelas, orang-orang Kristen abad mula-mula. Di dalamnya, termasuk murid-murid Tuhan Yesus yang sangat dikasihi oleh Tuhan Yesus dan Allah Bapa. Mereka benar-benar hidup di dalam penderitaan. Tetapi, itu mempersiapkan mereka kepada kekekalan. Pergumulan itu berakhir pada penyempurnaan. Allah menggarap seseorang, supaya bisa mematahkan semua kesenangan dan egonya.

Kalau Allah satu-satunya yang kita butuhkan, kita pasti takut akan Dia. Maka, jangan sampai kita mengarahkan diri kepada sesuatu yang kita anggap kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. Yang mutlak itu hanya Allah. Kebutuhan mutlak kita itu hanya Tuhan. Kita harus memandang Allah sebagai kebutuhan yang lebih dari segala kebutuhan lain. Yesus datang untuk membawa atau memberi kita kelimpahan (Yoh. 10:10). “Kelimpahan” di situ adalah perisos, artinya kehidupan yang berkualitas tinggi. Tetapi itu tidak bisa datang dengan sendirinya atau secara otomatis. Bagaimana kita bisa memiliki kehidupan yang berkualitas? Kita harus memiliki kehidupan seperti Yesus; Manusia yang menemukan kemuliaan Allah yang hilang. Orang yang menemukan kemuliaan Allah yang hilang, dia menemukan Allah. Orang yang tidak menemukan kemuliaan Allah, dia tidak memiliki Allah. Sepanjang umur hidup kita adalah pergumulan untuk mencapai kesempurnaan seperti Bapa atau keserupaan dengan Tuhan Yesus ini. 

Kita harus serius menanggulangi keadaan kita. Kehidupan Yesus adalah kehidupan yang selalu melakukan kehendak Allah. Ini yang disebut sempurna seperti Bapa. Murid-murid Yesus harus mengenakan kehidupan yang Yesus jalani, baru kemudian dapat mengajarkan kepada orang lain untuk menjalaninya. Maka, Tuhan Yesus bisa berkata, “Seperti Bapa mengutus Aku, Aku mengutus kamu. Kalau orang mau melihat kemuliaan Bapa, orang melihat Aku. Sekarang kamu meneruskan itu. Kemuliaan Bapa. Sehingga, kamu disebut anak-anak Allah yang bercahaya seperti bintang-bintang di cakrawala.” Jadi, murid-murid Yesus harus mengenakan kehidupan Yesus, baru kemudian mengajarkan orang lain untuk menjalani hidup tersebut. Orangtua yang menginginkan anak-anaknya takut akan Allah, harus menunjukkan kehidupan yang takut akan Allah, yang dapat anak-anak lihat dan rasakan. Dan pasti terjadi penularan/impartasi. Demikian juga untuk orang di sekitar kita.

Jadi kalau Tuhan berkata, “jadikanlah semua bangsa murid-Ku,” perjuangan beratnya tidak terletak pada menginjil atau menceritakan tentang Yesus kepada orang lain, tapi bagaimana kita mengenakan hidup-Nya Yesus di dalam hidup kita, dimana kita bisa memancarkan kehidupan Yesus tersebut. Keadaan yang sulit yang kita harus hadapi, yaitu penggarapan Allah agar kita memiliki kemuliaan-Nya. Merupakan suatu kasih karunia, kalau kita bisa berubah. Simultan dengan itu, kita memiliki perasaan yang takut akan Allah. Perasaan membutuhkan Allah, sehingga kebanggaan-kebanggaan yang pernah kita miliki, kita nikmati, menjadi tidak berarti. Allah tidak bisa merubah kita dengan cara-cara spektakuler seperti sulapan. Allah berjuang di dalam dan melalui Roh Kudus-Nya. Masalahnya, kita mengerti tidak, bahwa kita ini sedang digarap oleh Allah, sebab tidak kunjung selesai rasanya. Jangan sampai kita tidak menyadarinya, sehingga kita tidak berjuang untuk mencapai kemuliaan tersebut.

Allah menggarap seseorang supaya bisa mematahkan semua kesenangan dan egonya