Kalau kita masih mengingini sesuatu yang Tuhan tidak menikmati sesuatu itu—karena tidak berguna untuk pertumbuhan iman kita dan tidak berguna untuk keselamatan orang lain—Tuhan berduka. Sesuatu yang kita miliki haruslah sesuatu yang memang berguna untuk kita menjalani hidup. Baju dan kendaraan, kita memerlukannya, tetapi bukan untuk sebuah prestise. Namun, hal ini sifatnya pribadi dan kita tidak bisa menghakimi orang, karena setiap orang memiliki porsi masing-masing. Kalau orang porsinya kendaraan roda dua, dia tidak bisa mengkritik orang yang punya roda empat sebagai mewah. Kemewahan itu relatif, tergantung kebutuhan individu dan ini pribadi sifatnya.
Namun, kalau seseorang masih melakukan dosa, berarti ia tidak menghormati Tuhan. Ketika kita melukai seseorang, kita melukai Tuhan. Walaupun kita disakiti sesakit apa pun, jangan membalas. Kita juga harus belajar untuk mengampuni dengan tulus. Jangan mulut mengampuni, tetapi hati panas. Ingat, kita harus teduh. Kalau Tuhan menghendaki kita berbuat sesuatu, jangan kita menolak. Ketika Tuhan menyuruh kita membantu seseorang—misalnya untuk bayar uang sekolah anak—kita harus lakukan, karena kalau uang itu masih di rekening kita, itu belum uang kita. Namun, ketika uang kita ditransfer ke orang tersebut atau untuk pelayanan, maka uang itu baru menjadi uang kita. Hal itu menyenangkan Tuhan.
Kita mau menghormati Tuhan. Jangan dengan hati galau, penuh kebencian, dendam, atau sakit hati. Hati yang menyembah adalah hati yang bersih dari percintaan dunia dan dosa, yang terbangun lewat proses perjalanan waktu. Bagaimana seseorang bisa hidup suci? Tidak bisa dalam satu hari, bukan? Bagaimana orang bisa tidak mengingini dunia? Perlu waktu. Seiring dengan perjalanan waktu, kita mengalami banyak pergumulan hidup, dan pergumulan itu mendewasakan kita. Jadi makin dewasa rohani, hati yang menyembah pun makin berkualitas. Di singkatnya umur hidup kita, harus punya hati yang menyembah, sebab kita akan dilayakkan masuk Kerajaan Surga dengan hati yang menyembah.
Memang ada nyanyian di surga, tetapi bukan sekadar nyanyi, melainkan sikap hati. Ini yang penting. Di dunia ini ada orang bisu atau orang yang selalu fals, mereka tidak bisa bernyanyi. Namun, kalau hati yang menyembah, itu pasti berkenan di hadapan Tuhan. Jadi, mari kita benahi sikap hati kita supaya kualitas hati kita meningkat. Pasti kita akan bisa merasakannya. Dalam bahaya, apakah kita bisa tetap teduh? Semakin kita hidup suci, tidak terikat percintaan dunia, maka keyakinan kita akan keberadaan Allah pun semakin menguat. Makanya, orang kudus, orang yang tidak terikat percintaan dunia, pasti doanya lebih tepat. Ini tidak bisa dipelajari dalam satu bulan, satu tahun, karena yang menentukan adalah kualitas hidup kita hari demi hari. Hidup kita berharga kalau kita punya hati yang menyembah.
Sebagai manusia, kita bisa merasakan kalau orang menghargai atau menghormati kita atau tidak. Betapa memuakkannya, kalau mereka mengucapkan kalimat-kalimat menghormati, menyanjung, tetapi perilakunya mengkhianati dan menikam kita. Betapa jahatnya orang-orang seperti itu. Lebih baik tidak usah memuji-muji daripada memuji, tetapi juga melukai, menyakiti, mengkhianati, atau menikam. Betapa munafiknya orang seperti itu. Maka, kepada Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, Yang Maha Tahu, bagaimana kita bisa sembarangan memperlakukan Dia dalam sikap hidup dan sikap hati setiap hari?
Ironis, selama ini betapa dianggap normal dan wajarnya orang-orang Kristen yang hidup sembarangan pada hari-hari biasa, tetapi ke gereja memuji Tuhan. Bagaimana seseorang bisa menghormati Allah dengan perkataan, tetapi dalam kehidupan setiap hari tidak menghormati Dia secara patut? Lalu, hal itu dianggap biasa. Sekarang kita mau mengakhiri sisa umur hidup kita dengan baik. Kita harus mengoreksi diri dengan serius. Walaupun untuk itu kita tidak bisa beli mobil bagus, tidak bisa beli rumah, hanya kontrak, tetapi kita menjadi orang-orang yang agung dan mulia di hadapan Allah. Jangan minder!
Kita harus serius berjuang. Nanti kita akan lebih menghayati Allah itu hadir. Makin kita hidup suci, makin kita menghayati keberadaan Allah. Maka, kita harus selalu mengingatkan diri kita bahwa kita ada di hadapan Allah. Mata Tuhan melihat. Seindah apa pun jagat ini, pasti tidak seindah hati yang menyembah. Allah menikmati keindahan hati kita lebih dari apa pun. Semerdu apa pun suara simfoni, jauh lebih merdu perilaku dan perbuatan kita. Seharum apa pun bunga yang Allah ciptakan, tidak lebih harum dari perbuatan dan perilaku dari hati yang menyembah. Biarlah kita menjadi pemandangan indah di mata Allah, menjadi simfoni yang merdu yang manis Tuhan dengar. Kita mau menjadi bunga harum, menjadi tarian yang memesona di setiap langkah hidup kita. Maka, hidup kita harus berubah.
Ketika kita melukai seseorang, kita melukai Tuhan.