Skip to content

Melibatkan Orang Lain

Matius 19:30, “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” Membaca ayat ini, beberapa orang dapat berpikir, “Ya, kalau begitu nanti saja. Untuk apa dari sekarang kita sungguh-sungguh kalau akhirnya jadi yang terkemudian?” Mereka pasti orang bodoh atau dibodohi. Kita harus memahami pengertian ayat itu, yaitu: pertama, ada orang-orang yang memang lebih dulu, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh, sehingga tidak mencapai prestasi yang tinggi. Secara doktrin, secara teologi para ahli Taurat dan orang Farisi adalah orang-orang hebat, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh mau mendengar apa yang diajarkan Yesus. Akhirnya, mereka terhilang. 

Di sisi lain, ada rakyat jelata, yang memang tidak berteologi tinggi, tetapi mereka dengar-dengaran kepada Tuhan Yesus, sehingga mereka memiliki kehidupan kerohanian yang melebihi para ahli Taurat dan orang Farisi. Itulah sebabnya, Yesus berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi, kamu tidak masuk surga.” Mereka memang lebih dulu pintar, tapi pada akhirnya mereka jadi tertinggal. Nelayan, rakyat jelata, bisa lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi, mendahului mereka. Mengapa? Karena mereka mendengar Injil dan tekun belajar. 

Yang kedua, orang-orang yang hidup di zaman sebelum kita, di mana kekristenannya biasa-biasa saja, dunia tidak sejahat hari ini, sehingga mereka hidup dengan santai, tetapi zaman kita ini, dunia jahat sekali. Ada orang-orang yang militan untuk hidup suci, lebih suci dari mereka yang hidup lebih dulu dari kita. Maka, Alkitab mengatakan, di zaman akhir nanti, ada orang yang dimurnikan, yang dikuduskan. Jadi, jangan kita membaca ayat ini dan mengartikan salah, sebab ini konteksnya diucapkan Tuhan di dalam kehidupan orang-orang Yahudi pada zaman itu, kehidupan murid-murid-Nya pada waktu itu. 

Atau bisa berarti, orang-orang yang hidup di zaman sebelum kita ternyata tidak menjadi lebih suci dari kita yang hidup di tengah-tengah dunia yang berat. Ibaratnya orang yang belajar berenang di kolam renang, walaupun ia pintar berenang, tapi kalah dengan orang yang berenang di tengah-tengah ombak setinggi empat meter. Dunia kita berombak lebih dahsyat, tetapi kita bisa hidup suci. Jadi, kita bisa lebih dari mereka. Itu maksudnya. 

Lalu tentang perumpamaan orang upahan di kebun anggur. Kita melihat di kebun anggur seorang tuan rumah pagi-pagi pergi mencari pekerja, lalu sepakat bertemu dengan pekerja-pekerja yang bekerja dari jam sembilan masuk kerja, lalu ada lagi yang jam dua belas masuk kerja, ada yang jam tiga masuk kerja; lalu ada yang jam lima, terakhir, masuk kerja, dapat juga sama-sama satu dinar. Lalu, yang datang lebih dulu protes, “Mengapa kami yang mulai bekerja sejak pukul sembilan pagi mendapatkan satu dinar yang sama besarnya dengan mereka yang masuk pukul lima? Kalau tahu begini lebih baik kami masuk dari pukul lima saja.” 

Matius 19:27—30 bicara soal upah. Tuhan mau menasihati begini, “Kalau kamu bekerja, jangan karena upah. Setiap kesetiaan pasti mendapat upah, tetapi jangan karena upah itu kamu setia.” Jadi, kesetiaan karena upah, itu salah. Setia saja. Bukan karena upah, melainkan karena mengasihi dan menghormati Tuhan. Jadi di sini Tuhan mau mengatakan, “Mengapa orang protes soal satu dinar? Karena mereka bekerja melihat upah. Jadi, mereka protes. Kalau tidak melihat upah, mereka tidak protes.” Di Injil Yohanes 9:4 dikatakan, “… selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja.” Ini contoh sederhana, tetapi naif. Tunggu tua, nanti baru melayani. Pelayanan yang sesungguhnya adalah menyenangkan Tuhan di setiap saat. 

Kalau orang-orang muda, tidak melayani karena merasa punya kesempatan untuk bersenang-senang. Dunia sudah memeluk mereka, merusak cara berpikirnya. Setelah keadaannya jadi rusak, hancur, baru mencari Tuhan. Terlambat! Hati-hati, orang yang dari kecil Kristen saja, dan di usia remaja/pemuda melayani, lalu bertobat, nyaris tidak bisa berubah, nyaris rusak, karena pengertian-pengertian yang salah. Puji Tuhan, kalau masih bisa ada kesempatan. Jadi, kita harus mau berubah. Karena perubahan kita akan melibatkan perubahan orang lain. Jangan menunda. Kalau kita menunda, nanti dampaknya luar biasa. Akibatnya untuk orang lain juga ada.

Perubahan kita akan melibatkan perubahan orang lain,

maka jangan menunda.