Satu hal yang kita harus mengerti dan benar-benar kita hayati dan kita terima—yang mana menjadi goresan di dalam jiwa kita—bahwa menjadi anak-anak Allah itu berarti harus menjadi pribadi yang berkenan kepada Allah. Kita tidak boleh menjadi anak-anak Allah dengan standar hidup biasa-biasa saja atau mediokritas. Kita harus benar-benar unggul; yaitu keunggulan di dalam kodrat, dimana setiap orang percaya harus bisa mengenakan kodrat ilahi, harus mengalami perubahan. Bukan hanya dari orang jahat menjadi baik, atau dari orang baik menjadi sangat baik, tetapi menjadi orang yang berkodrat ilahi. Inilah yang dimaksud Tuhan Yesus di Matius 5:48, “sempurna seperti Bapa.” Yaitu memiliki kemampuan untuk bertindak selalu sesuai dengan kehendak Allah. Di dalam pikiran dan perasaan, searah dengan pikiran dan perasaan Allah. Tentu saja ini merupakan pergumulan yang sangat berat. Tetapi kita tidak diberi opsi lain, walaupun manusia boleh atau bisa memilih opsi lain. Ini adalah opsi satu-satunya yang harus dipilih orang percaya. Seperti yang dikatakan dalam firman Tuhan, “kamu ini buatan Allah dalam Kristus Yesus.” Itulah sebabnya kita harus membuka diri untuk digarap Tuhan tiada henti sampai kita menutup mata. Ingat, kita ini bukan sekadar sebuah organisasi, melainkan organisme hidup; artinya organisme rohani yang harus terus mengalami perubahan.
Maka kita juga tidak boleh merasa puas dengan level atau tingkatan rohani yang telah kita capai. Kita harus selalu haus dan lapar akan kebenaran, selalu mempertimbangkan adanya ketidaktepatan di dalam diri kita. Baik yang sudah kita lakukan, maupun yang belum kita lakukan. Jadi, masih menjadi potensi yang bisa membuahkan atau melahirkan ketidaktepatan. Siapapun kita, jangan kita merasa sudah begitu hebatnya berteologi, memiliki sederetan gelar, lalu kita merasa selalu benar. Sebaliknya, kita harus selalu mempertimbangkan adanya penyesatan di dalam diri kita. Artinya, sesuatu yang tidak tepat (Yun. Skandalon). Adanya manusia lama yang mau beraktivitas. Maka, kalau kita mau hidup benar-benar bersih, kita harus selalu mengisi pikiran kita dengan Tuhan. Kita harus menghayati bahwa Allah itu hidup dan hadir. Harus untuk mengerti apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan dalam setiap situasi dan kondisi yang ada. Melaluinya, Tuhan mau kita ini membuktikan cinta kita kepada-Nya.
Allah itu memiliki hakikat, dan dari hakikat-Nya diciptakan tatanan-tatanan. Tentu tatanan yang keluar dari hakikat Allah: adil, kasih, cerdas, dan sempurna. Setiap orang memiliki kesempatan untuk membuktikan apakah ia berdiri di pihak Allah, atau berdiri di pihak yang lain. Sering kali kesempatan itu tidak bisa diulang. Kalau sampai diulang, pasti kualitasnya sudah beda dari kesempatan pertama. Kalau Tuhan sudah mengambil kesempatan itu, maka tidak ada yang bisa memberi atau mengembalikannya. Jadi, kalau kita memilih untuk mengisi pikiran kita dengan kebenaran, sejatinya itu tidak akan membuat etos kerja kita menjadi rusak atau berantakan. Itu tidak membuat kita jadi fanatik buta yang konyol dan bodoh. Bahkan kita akan menjadi bijaksana. Dan yang luar biasa, kita bisa takut akan Allah dengan benar. Setiap keputusan atau tindakan akan kita pertimbangkan dengan pertimbangan apakah hal ini menyenangkan hati Tuhan atau tidak? Sampai kita bisa mengerti apa artinya mendengar suara Tuhan. Sehingga kita mengarahkan parabola hati kita ke Tuhan, dan tidak menerima siaran yang lain.
Oleh karenanya dikatakan dalam Roma 8:28-29 bahwa Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, dan kebaikan itu adalah serupa dengan Yesus. Tidak ada opsi lain. Bukan setengah serupa, seperempat serupa, bukan juga tigaperempat serupa. Pilihannya adalah serupa atau tidak sama sekali. Tidak ada kawasan netral atau mediokritas. Setiap kita harus diberi kebebasan dan harus mengambil keputusan. Kita tidak akan menyesal kalau mau mengambil keputusan ini, walaupun tentu kita akan menghadapi begitu banyak serangan. Setan tidak terganggu jika kita menjadi orang Kristen yang rajin ke gereja, menjadi aktivis, pengerja gereja, majelis gereja, atau bahkan pendeta. Tetapi kalau ada orang yang berkomitmen menjadi sempurna seperti Bapa, ini ancaman yang sangat serius bagi oknum jahat tersebut. Batin kita merupakan lukisan yang akan dipajang, dan semua orang akan melihat keadaan lukisan batin hidup setiap kita. Dan untuk ini, kita harus terus berjuang melukis batin kita agar semakin indah di mata-Nya.
Kita tidak boleh menjadi anak-anak Allah dengan standar hidup biasa-biasa saja atau mediokritas.