Kita memang mungkin tidak berbuat salah, mungkin tidak berbuat dosa, tetapi berkeberadaan kita sebagai pemberontak yang tidak memiliki kemuliaan Allah; karena potensi dosa itu masih ada. Selama ada potensi dosa berarti kita adalah pemberontak. Jangan mempermainkan Tuhan dengan berbuat dosa, minta ampun, selesai. Bersyukur, Bapa tetap mau menerima kita walau kita ini punya hati bejat, pemberontak. Bapa ingat dan melihat darah Yesus yang mengampuni dan membenarkan kita. Lusifer belum berbuat salah nyata-nyata, ia hanya berkata “aku ingin!” Apakah Lusifer lalu bisa menggeser takhta Allah? Tidak. Ia belum punya takhta, ia baru “ingin.” Ini potensi. Jadi, kalau kita memiliki Injil, kebenaran Firman, dan Roh Kudus, kita berjuang memanfaatkan potensi atau kuasa Allah itu. Kuasa Allah itu luar biasa. Sayangnya, tidak banyak orang yang mengalami kuasa Allah ini, karena fokus hidupnya tidak pada masalah utama yang benar.
Justru masalah-masalah hidup yang terjadi seharusnya mengarahkan kita kepada masalah utama. Memang dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah, sampai kita lupa ada masalah utama: potensi dosa. Mestinya masalah-masalah ini kita lihat dengan sudut pandang yang benar, mengarahkan kita pada masalah utama. Jadi, banyak orang Kristen yang berurusan dengan Allah karena masalah lain, bukan keberadaan dirinya. Sejatinya, apa yang kita nantikan dalam hidup ini? Ayo, kita fokus di sini. Masalah-masalah lain kita selesaikan dengan tanggung jawab. Kuasa Allah yang menyelamatkan itu dapat bekerja maksimal atas orang-orang yang dapat mengerti bagaimana menggunakan kuasa Allah tersebut untuk mengalaminya. Kuasa Allah itu dahsyat. Tapi dari 1000 (istilah nominal angka), apakah kita mengalami 100? Jangan-jangan cuman 1-2. Tidak signifikan mengubah kita. Karena fokus kita itu ke mana-mana; bias.
Seperti Daud yang mewakili bangsanya melawan Goliat dari bangsa Filistin. Dengan siasat perang yang baru, bangsa Filistin menampilkan Goliat dan menantang bangsa Israel untuk menampilkan seorang pahlawannya. Saul menjadi ketakutan, padahal dia adalah seorang pendekar perang. Tidak ada orang yang berani melawan Goliat pada zaman itu, karena melihat fisik Goliat yang tinggi besar. Tapi Daud tahu bagaimana menggunakan kuasa Allah, sehingga ia dapat merobohkan Goliat. Ini bisa menjadi ilustrasi terkait dengan apa yang kita bicarakan. Kita sering kali ingin menyerah menghadapi dosa dalam diri kita. Melihat rekam jejak hidup kita yang lalu—ketika bersalah dan bersalah lagi—rasanya kita jadi pesimis untuk bisa menjadi benar. Kita menghadapi Goliat di dalam diri kita. Kalau kita menyerah, kita terus dalam cengkraman “Goliat dosa” di dalam diri kita. Tapi kita percaya Allah lebih besar dari kuasa dosa itu, karena ada kuasa yang menyelamatkan. Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan; dan kita percaya. Kita tidak boleh lari dari keadaan keberdosaan kita dan harus berani menghadapinya. Kita mau menjadi seperti Daud yang mengalahkan Goliat; kita mengalahkan potensi dosa.
Ibrani 12:3-4 mengatakan, “dalam pergumulan kamu melawan dosa, kamu belum sampai mencucurkan darah. Jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” Jadi memang menghadapi kodrat dosa ini berat. Sikap keliru dalam kehidupan ini juga dapat membuat kita tidak berdaya. Sikap keliru itu membuat kita tidak berdaya, dan kuasa Allah tidak berdaya guna. Tidak berdaya guna dalam hidup kita. Padahal kuasa itu luar biasa. Oleh karenanya, setiap kita harus fokus. Jangan seperti Simson yang memiliki kekuatan yang tak terbatas, tapi tidak fokus pada pekerjaan Tuhan sehingga ia jatuh cinta pada perempuan asing yang tidak baik. Ketika Simson sadar akan keadaannya dan bertobat, maka Simson bisa menggunakan kuasa Allah tersebut dan berkarya besar. Kita juga bisa. Ketika kita sadar ada kuasa Allah yang bisa menyelamatkan kita dari dosa, maukah kita menggunakannya agar kita menjadi manusia yang merdeka dari potensi dosa.
Lalu, sikap bagaimanakah yang harus kita miliki? Yang pertama, tekad. Tekad atau niat untuk menjadikan Tuhan itu satu-satunya tujuan. Bahwa kita hanya mau menyenangkan perasaan-Nya. Tapi tekad ini harus dibuat membara, dan jangan menunda! Simson kehilangan kuasa karena ia suka-suka sendiri. Kuasa itu tidak bisa bekerja di dalam dirinya. Yang kedua, kita harus mempelajari kebenaran Firman Tuhan secara benar dari orang-orang yang benar, yang mendapat pewahyuan. Yang ketiga, menyediakan diri berjumpa dengan Tuhan. Benar-benar berjumpa. Kalau belum berjumpa, cari terus. Doa, meditasi, sampai kita menemukannya. Untuk itu, beranilah membuat tekad, janji, ikrar, nazar kepada Tuhan. Supaya kita tidak memberi ruangan hidup kita kepada siapa pun dan apa pun selain Tuhan agar kuasa Allah itu bisa menjadi powerful. Tapi kalau tekad tidak ada, tidak ada ketekunan, belajar Firman, tidak ada kerinduan mengalami perjumpaan dengan Tuhan, kuasa yang menyelamatkan jadi tidak berdaya. Dalam hal ini, kita tidak boleh memberi ruangan kepada apa pun dan siapa pun. Inilah yang kita namakan mempersempit ruangan hidup; mempersempit wilayah hidup.
Mestinya masalah-masalah hidup kita lihat dengan sudut pandang yang benar, yang mengarahkan kita pada masalah utama; yaitu mematikan potensi dosa.