Satu hal yang pasti akan kita alami adalah suatu hari nanti kita akan menghadap Tuhan. Ini adalah hal yang tidak mungkin tidak terjadi. Pernahkah kita sungguh-sungguh membayangkan jika kita bertemu dengan Tuhan, bagaimana keadaan waktu itu? Bagaimana perasaan kita? Jangan kita berkata “itu urusan nanti.” Ini adalah cara pandang yang salah; pemikiran yang benar-benar sesat. Bagaimana keadaan kita di hadapan Tuhan nanti—bagaimana surga neraka atau kekekalan kita—adalah masalah hari ini. Justru bukan lagi masalah nanti. Jika kenyataan berhadapan dengan Allah terjadi, maka keadaan tersebut ditentukan oleh sikap kita hari ini, langkah kita hari ini.
Sebagai orangtua, tentu kita tahu apa artinya mempersiapkan hari esok anak-anak kita. Orangtua sudah memiliki jangkauan yang panjang. Maka, kita dorong mereka untuk sekolah, kuliah, ikut kursus; kita dorong mereka untuk belajar mencari nafkah, yang semua itu untuk kehidupan nanti. Tetapi anak-anak yang keras kepala biasanya berkata: “itu urusan nanti, Ma. Itu urusan nanti, Pa.” Anak-anak seperti itu tidak mengerti bahwa untuk menjadi manusia yang berkualitas baik, harus dimulai sedini mungkin. Tidak sedikit anak-anak seperti itu. Yang nantinya setelah dewasa, baru mengerti bahwa kehidupan yang sembarangan di masa muda menghasilkan atau membuahkan malapetaka. Baru mereka sadar ketika melihat realitas. Tetapi, sering kali itu sudah terlambat.
Begitu pula dengan kekekalan. Surga neraka bukan masalah nanti, melainkan masalah hari ini. Jadi kalau hari ini seseorang tidak mempersoalkan surga dan neraka, dapat dipastikan neraka menjadi tempat abadinya. Sebab, seseorang yang tidak mempersiapkan nasib kekalnya, pasti akan sembarangan hidup. Orang yang berusaha baik saja, belum tentu jadi baik. Apalagi yang tidak berusaha, yang dibawa oleh lingkungannya ke arah hidup yang tidak jelas.
Dunia ini semakin jahat. Roh Kudus akan membuka mata pengertian kita untuk bisa memahami, bisa mengerti keadaan kita yang sebenarnya. Pasti Roh Kudus akan berbicara dan menuntun kita. Jadi, kalau kita masih memiliki kesalahan, dosa yang kita pelihara, dan kita tidak melepaskannya, bahaya sekali. Tuhan tidak ingin ada kebencian, dendam, sakit hati di dalam batin kita. Tuhan mau hati kita bersih. Ini yang Allah kehendaki. Seharusnya sebelum kita menghadap Allah, kita sudah benar-benar menyelesaikan dengan diri sendiri. Artinya, membunuh semua nafsu-nafsu rendah di dalam daging kita. Ambisi-ambisi pribadi kita harus disalibkan; dimatikan. Hanya orang-orang yang telah menyalibkan dagingnya inilah yang akan dapat menghadap Tuhan dengan keberanian.
Firman Tuhan mengatakan di dalam Galatia 5:24-25, “barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, dia sudah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsunya,” dan itu satu hal yang harus dilakukan. Itulah yang dimaksud oleh Paulus dalam Roma 8:12-14 bahwa kita adalah orang-orang yang berutang. Berutang bukan untuk hidup menurut daging, melainkan hidup menurut Roh. Masalahnya, kita ini orang-orang yang sudah terbiasa hidup untuk memuaskan keinginan daging, keinginan jiwa, atau ambisi-ambisi kita. Bagaimana kita bisa lolos dari keadaan ini? Jangan tercengkerami oleh cara berpikir, gaya hidup yang salah seperti itu. Harus betul-betul membersihkan diri dari semua dosa, sekecil apa pun dosa itu. Melepaskan diri dari keterikatan, sekecil apa pun keterikatan tersebut. Sebab Tuhan menghendaki ketika kita menghadap-Nya, Ia menemukan kita bersih di hadapan Tuhan.
Oleh sebab itu, setiap hari kita harus menyediakan waktu menghadap Tuhan. Harus, setiap hari. Kita menyembah, kita memeriksa diri, minta Roh Kudus membuka pikiran kita untuk mengerti keadaan kita. Biasanya kalau kita merasa diri kita sudah baik, kita lantas berpuas diri. Kita tidak mempersoalkan apa pandangan Tuhan dan penilaian Tuhan terhadap diri kita. Ini jarang orang persoalkan. Jujur saja, banyak orang lebih mempersoalkan apa penilaian manusia lain terhadap dirinya daripada penilaian Tuhan. Makanya, jangan heran kalau orang-orang duniawi berusaha untuk tampil cantik, elegan, intelek, priyayi, atau sebagai seorang kelas jetset demi mendapatkan pujian dan kekaguman dari sesama.
Tuhan menguji batin, begitu firman Tuhan mengatakan. Kita harus membayangkan betapa mengerikannya ketika kita menghadap takhta pengadilan Allah, ternyata masih ada 2, 3, 4, 5, 6, 7, bahkan lebih, butir-butir dosa yang menjadi kebiasaan hidup yang masih kita lakukan sampai mati. Oleh karenanya, sejak di bumi ini, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk mengubah diri; kesempatan untuk bertobat, minta ampun dan diubah, mari kita berperkara dengan Tuhan.
Kita banyak masalah, banyak kebutuhan, banyak persoalan, dan lain sebagainya. Tetapi jangan menganggap besar semua masalah tersebut. Masalah terbesar dan satu-satunya adalah bagaimana kita didapati Tuhan bersih, didapati Tuhan tidak bernoda. Didapati Tuhan tidak bercela, didapati Tuhan berkenan seperti Yesus. Jangan sampai kita dibuat Iblis tidak fokus kepada hal ini. Ini bukan berarti kita boleh sembarangan hidup, melepaskan semua tanggung jawab karena hanya ingin mencari Tuhan saja. Kita tetap harus bertanggung jawab mengerjakan tugas-tugas kehidupan kita. Tetapi lebih daripada itu, kita mau sungguh-sungguh belajar untuk hidup dalam keadaan berkenan.
Bagaimana keadaan kita di hadapan Tuhan nanti bagaimana nasib kekekalan kita adalah masalah hari ini, bukan nanti.