Setelah melewati tahun-tahun panjang perjalanan hidup, mestinya seorang anak manusia dapat menemukan makna hidup. Pertanyaan “Apa alasan aku hidup?” ditemukan. Namun ironis, banyak orang tidak menemukan. Dunia semakin menuju kehancuran, tidak bisa tidak. Dari peta kemakmuran hidup, dari peta kenyamanan hidup, jelas dunia tidak semakin baik. Ketegangan dan krisis dan berbagai persoalan hidup manusia, terus naik, bereskalasi. Apa yang terjadi di dunia kita hari ini, mestinya memberikan kepada kita isyarat atau sinyal bahwa apa yang difirmankan Tuhan, pasti digenapi. Itu berarti dunia pasti akan sampai akhir dari kehidupan.
Melihat bukti-bukti penggenapan nubuatan firman Tuhan, maka pada akhirnya, kehancuran dunia juga pasti terjadi, tetapi manusia di dunia ini tidak waspada. Sebaliknya, manusia malah bertambah menjadi jahat. Ironis, tetapi inilah faktanya. Mestinya, manusia makin sadar bahwa dunia akan berakhir. Tuhan memberikan isyarat, seperti yang dikatakan di dalam Wahyu 3:20, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk. Jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”
Biasanya ayat ini disampaikan pada waktu KKR atau kebaktian penyegaran iman, yang pada intinya mengundang orang untuk membuka hati, menerima Tuhan masuk di dalam hatinya. Melihat konteks dari ayat ini, sebenarnya ayat ini bukan untuk individu, dan bukan hati manusia. Jemaat Laodikia, yang menerima surat dari Tuhan ini adalah jemaat terakhir. Ini peringatan untuk jemaat akhir zaman; juga untuk kita. “Pintu” dalam ayat ini juga bukan menunjuk pintu hati, melainkan pintu dunia. Tuhan sudah berdiri di muka pintu, Ia akan segera datang. Ini sama seperti yang dikatakan di dalam Injil Matius 25, mengenai gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh. Ini adalah pasal-pasal terakhir di Injil Matius, yang juga berbicara mengenai akhir zaman.
Lima gadis bijaksana menunjuk orang-orang Kristen yang nanti layak masuk ke dalam Kerajaan Surga. Lima gadis bodoh juga menunjuk orang-orang Kristen yang ikut di dalam komunitas, tetapi tidak memiliki persediaan minyak sehingga mereka tidak akan pernah masuk ke dalam pesta perjamuan. Di dalam perumpamaan ini, sebelum mempelai itu datang, ada suara; “Waktu tengah malam, terdengarlah suara orang berseru: mempelai datang, songsonglah dia! Mempelai datang, songsonglah dia!” Ini adalah peringatan. Ingat apa yang dikatakan Tuhan bahwa kedatangan Tuhan seperti pencuri. Dari dulu sampai sekarang, sama. Pada umumnya, pencuri datang pada malam hari.
Mestinya dengan isyarat yang Tuhan berikan, kita sadar, tetapi dunia makin tidak sadar. Dunia makin jahat. Prinsip-prinsip hidup duniawi makin mencengkeram manusia. Filosofi materialisme mencengkeram hidup manusia, sehingga manusia tidak mampu memiliki nurani yang baik untuk berinteraksi atau berurusan dengan Allah. Hubungan dengan Allah putus, walaupun mereka rajin ke gereja, tetapi tidak memiliki hubungan dengan Allah. Tuhan memberikan peringatan, tetapi manusia tidak menyadari peringatan itu. Mestinya dunia bisa menangkap peringatan itu, lalu belajar bagaimana menemukan makna hidup. Namun, dunia sudah makin jauh dari kebenaran dan makin terhilang.
Jadi, mestinya kita mulai bertanya, “Apakah hidupku hanya seperti ini saja?” Hidup yang Tuhan ciptakan itu sebenarnya luar biasa, indah sekali. Ironis, karena dunia yang sudah jatuh, maka dunia yang tidak bisa membawa manusia kepada kenikmatan puncak, tidak menjadi tempat hunian yang ideal; bahkan menjadi lembah air mata. Kita tidak menjadi pesimis melihat hidup ini, tetapi justru kita realistis melihat hidup. Kecepatan kejahatan melampaui yang kita duga. Bagi orang muda, kalau sejak muda tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan dan menemukan makna hidup, kalian tidak akan pernah menemukan sampai selama-lamanya.
Waktu hidup kita hanya sepotong, setelah itu kekekalan yang tidak terbatas. Jadi, di sepotong umur hidup kita ini, kita harus menemukan makna hidup. Makna hidup tidak kita temukan dalam diri kita atau dalam dunia sekitar kita. Makna hidup hanya kita temukan di dalam Tuhan. Maka, seseorang harus benar-benar menemukan Tuhan, baru dia bisa mengerti makna hidup. Menemukan Tuhan tidak sama dengan menemukan agama atau beragama. Berabad-abad kekristenan bergulir dalam irama hidup yang tidak sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Mereka memandang bahwa kebenaran yang diklaim oleh gereja merupakan ukuran kebenaran yang membuat seseorang juga bisa dianggap benar di mata Allah, dan tentu diharapkan masuk surga. Padahal, penghakiman Tuhan atas seseorang tidak didasarkan pada pengetahuan teologinya, atau pada gereja dan denominasi mana dia berasal, tetapi penghakiman Tuhan dilakukan atas perbuatan. Ingat, bagi umat pilihan, standar perbuatannya adalah melakukan kehendak Bapa.
Kita harus benar-benar menemukan Tuhan, baru bisa mengerti makna hidup.