Skip to content

Liciknya Hati Manusia

Firman Tuhan dalam Yeremia 17:9 berkata, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” Dalam terjemahan aslinya tertulis, “hatinya sudah begitu sakit, membatu, (desperately sick; sakit parah, sakit berat), siapa yang dapat mengetahuinya?” Kalau kita melihat di dalam bahasa aslinya, “hati itu menipu” (Ing. deceitful, insidious), dari kata dalam bahasa Ibrani aqob. Apa sebenarnya maksudnya? Lebih licik dari segala sesuatu. Hal ini sejajar artinya dengan apa yang ditulis oleh Paulus di dalam Roma 7:15 bahwa ia tahu apa yang baik, ia berniat berbuat baik, tetapi yang jahat ia lakukan (Rm. 7:15, “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.”) Dan itu juga dikatakan dalam Galatia 5:17, dalam perjuangan untuk mencapai kesucian standar Allah, suatu saat kita akan menemukan dua pribadi di dalam diri kita. 

Kita seakan-akan memiliki pribadi ganda. Satu sisi, kita serius untuk hidup berkenan di hadapan Allah, serius untuk hidup suci, dan ada saat dimana kita benar-benar merasa rohani; pada waktu kita di gereja, pada waktu kita berdoa, pada waktu kita memimpin puji-pujian, pada waktu kita berkhotbah, pada waktu kita memimpin seminar, pada waktu kita berceramah rohani, atau pada waktu kita hadir di sebuah acara rohani. Tetapi di luar dari acara itu, atau di luar lingkungan kegiatan rohani itu, kita bisa menjadi pribadi yang lain. Dan bagi kita yang berjuang atau bergumul untuk mencapai kesucian, kita bisa mengerti apa yang dimaksud bahwa seakan-akan ada pribadi ganda di dalam diri kita. Pribadi jahat di dalam diri kita itu bisa menunjuk manusia lama yang sudah “terdidik” oleh lingkungan dan juga sudah terpengaruhi oleh lingkungan, sehingga dengan liciknya bisa mengarahkan kita melakukan perbuatan-perbuatan tertentu atau sikap hati tertentu. Ia bisa menyeret kita dalam perbuatan-perbuatan yang tidak pantas. Ia bisa menyeret kita kepada perbuatan-perbuatan yang memalukan. Ia bisa menyeret kita kepada tindakan-tindakan yang menyakiti orang lain, dan itu otomatis. Ia juga bisa mengarahkan kita menjadi sombong, menjelekkan orang, membuat kesan buruk tentang seseorang, dan lain sebagainya.

Ketika kita sadar, kita mulai memeranginya. Tetapi ironis, kita sering tidak memeranginya karena kita tidak sadar bahwa itu manusia lama kita yang telah menguasai hidup kita, sehingga kita terjebak oleh manusia lama yang licik tersebut. Tetapi kalau kita sadar, kita bisa meredam, sampai akhirnya kita tidak bisa dikuasai lagi. Hati itu licik. Dalam kelicikannya, dia mengarahkan kita untuk melakukan sesuatu. Maka, kita harus betul-betul bergantung kepada Roh Kudus yang dapat menuntun kita kepada segala kebenaran. Di sini peran Roh Kudus besar, kalau kita mengaktifkannya. Jadi, kita mohon Roh Kudus memimpin kita. Makin kita sungguh-sungguh mau hidup suci, makin kita sungguh-sungguh mau melepaskan diri dari manusia lama, makin keras suara Roh Kudus berbicara kepada kita. Jadi, kita harus memiliki gairah yang sekuat-kuatnya untuk memiliki kehidupan yang suci, dan berani mempertaruhkan hidup kita tanpa batas untuk itu. Rindu hidup suci, rindu tidak melukai hati Tuhan, rindu menyenangkan hati-Nya. Kita pasti akan jatuh bangun, sebab manusia lama kita itu kuat. Ingat! Kodrat dosa dalam diri kita itu licik, kuat, menyatu, dan cerdik mencari momentum. 

Kalau kita membiarkan terus-menerus manusia lama kita mendominasi, maka kita tidak akan pernah mengerti perasaan Allah. Kita tidak akan pernah mengerti pikiran Tuhan yang kudus. Kita akan selalu dalam kelicikan, misalnya bagaimana kita bisa untung, tidak peduli orang lain buntung. Kita hanya haus keuntungan diri sendiri, kita tidak peduli perasaan orang, kita gila hormat tanpa kita sadar, materialistis tanpa kita sadar. Dan itu bukan hanya terjadi untuk jemaat, juga untuk pendeta, untuk rohaniwan. Setiap kita sangat berpotensi untuk terjerembab ke dalam kubangan pikiran kedagingan atau pikiran duniawi. Oleh sebab itu, kita harus mengenali dengan benar manusia lama kita itu. Itulah sebabnya firman Tuhan dalam 1 Petrus 1:14 menasihati kita, “Jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu;” pada momentum-momentum tertentu, pada saat-saat tertentu. Mari kita minta petunjuk Tuhan. Kita minta Tuhan penuhi kita dengan Roh Kudus. Kita tak dapat jalan sendiri. Kita mohon Tuhan menuntun kita. Kalau kita tetap menjaga pikiran, perasaan Allah, kita akan terus lebih menyadari manusia lama kita yang mau mendominasi hidup kita.

Kodrat dosa dalam diri kita itu licik, kuat, menyatu, dan cerdik mencari momentum.