Orang yang bergantung pada Allah secara benar, pasti berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Orang yang hidup sembarangan—tidak memedulikan apakah tindakan-tindakannya melukai hati Allah atau tidak—bukanlah orang yang bergantung secara benar kepada-Nya. Mereka juga tidak layak menerima perlindungan dari Allah. Dalam hal ini, hidup bergantung kepada Allah tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah atau kehidupan yang berkenan kepada Allah. Dengan demikian, orang yang bergantung kepada Allah terbimbing menjadi anak-anak Allah yang berkenan kepada-Nya, dan diarahkan menuju Kerajaan Surga. Ketergantungan kepada Allah bukan hanya membawa dampak di kehidupan hari ini untuk menyelesaikan masalah-masalah fana dunia, melainkan juga di kekekalan, yaitu terbimbing layak menjadi anak-anak Allah; anggota keluarga Kerajaan Allah.
Orang yang hidup tidak sesuai dengan kehendak Allah, sementara itu juga merasa berhak menuntut perlindungan dari Allah, adalah orang yang melecehkan Tuhan. Sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang memandang Tuhan sekadar “pembantu” atau seperti hamba, bukan “Majikan” yang harus dipatuhi. Orang-orang seperti itu bersikap sebagai seorang majikan yang menggaji “petugas keamanan atau hansip.” Tuhan disamakan dengan “petugas security.” Sering kali pihak gereja begitu mudah mendoakan orang untuk meminta perlindungan Tuhan tanpa mengajarkan kebenaran ini, sehingga mereka merasa sebagai orang yang berhak menerima perlindungan Tuhan tanpa hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Sesungguhnya, jemaat seperti itu juga pendetanya tidak layak menerima perlindungan dari Allah, baik di bumi ini maupun di kekekalan.
Banyak orang Kristen tidak mau tahu bahwa keadaannya belum sesuai dengan kehendak Allah, tetapi merasa berhak memiliki perlindungan dari Allah. Orang-orang seperti ini tidak bisa bersikap rendah hati di hadapan Allah dengan benar. Kalau mereka masih tetap mengeraskan hati dengan keadaan sikap hati seperti itu, maka mereka dibiarkan merasa aman dan memang secara lahiriah aman. Mereka tidak pernah mau mengoreksi diri mereka dengan benar. Ketika berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah, mereka baru menyadari bahwa keadaan mereka ternyata tidak menghormati Allah sehingga mereka terbuang dari hadapan Allah untuk selamanya.
Di pihak lain, ada orang-orang Kristen tanpa sadar memiliki sikap meremehkan Allah. Biasanya, mereka merasa diri kuat karena bisa melewati segala keadaan tersulit bagaimana pun. Hal ini disebabkan karena faktanya, mereka selalu berhasil melewati berbagai kesulitan hidup. Sikap seperti ini terjadi, khususnya pada mereka yang kuat secara finansial dan memiliki relasi dengan pejabat tinggi negara, serta aparat keamanan. Pengalaman dapat melewati berbagai kesulitan hidup tersebut dapat membentuk cara berpikir yang meremehkan realitas kehidupan yang dahsyat. Dengan kekayaan, mereka membeli keamanan dirinya, dan pada kenyataannya, kekuatan uang tersebut terbukti dapat menghindarkan mereka dari jerat hukum, penjara, dan berbagai ancaman. Tanpa disadari, ia memiliki cara berpikir bahwa segala sesuatu dapat diselesaikan dengan uang. Dalam hal ini, irama hidup bergantung kepada kekuatan kekayaan terbentuk kuat di dalam pribadinya, sehingga mereka merasa tidak membutuhkan Allah. Padahal, yang dapat melindungi mereka adalah Allah sendiri.
Orang-orang yang terbiasa bergantung kepada kekuatan di luar Allah, pasti tidak berusaha dengan sungguh-sungguh untuk berkenan kepada Allah. Cara berpikir meremehkan keadaan ini, berlanjut terus sampai mereka meremehkan Tuhan. Suatu saat, mereka akan tertumbuk pada keadaan dimana semua kekuatan apa pun termasuk harta mereka, tidak bisa diandalkan dan tidak bisa menyelesaikan suatu masalah. Jikalau hidup mereka tidak sesuai dengan kehendak Allah, maka mereka tidak berhak memiliki perlindungan dari Allah. Kalau suatu hari mereka menghadapi masalah di luar kemampuan mereka, khususnya yang terkait dengan kekekalan, mereka baru menyadari bahwa mereka tidak memiliki perlindungan dari Allah.
Dengan kehormatan yang dimilikinya tersebut, mereka merasa sudah sejajar dengan Allah. Tetapi ketika berhadapan dengan Allah, ternyata mereka hanya debu, dan martabatnya tidak lebih dari hewan. Betapa celakanya orang-orang seperti ini yang akhirnya menemukan bahwa keadaan mereka yang sesungguhnya, bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Selama hidup di dunia, mereka tidak menyadari keadaan diri mereka yang sesungguhnya. Ketika mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan ternyata keadaannya hina, mereka tidak akan sanggup berdiri di hadapan Allah. Mereka akan terbuang ke dalam api kekal. Suasana tersebut sangat dahsyat, tidak terbayangkan hari ini. Mereka terbuang dari hadirat Allah selamanya, mengalami kematian kedua yang mengerikan (Why. 20:14-15). Bukan satu hal yang tidak mungkin, ternyata kita termasuk orang seperti ini. Maka, kita harus segera mengambil tindakan nyata yaitu merendahkan diri di hadapan Tuhan untuk bertobat dan mengubah diri.