Skip to content

Lawatan Allah

Banyak orang Kristen yang terjebak dalam kesalahan dimana mereka hanya menunggu lawatan Tuhan untuk mengalami pendewasaan, tetapi ternyata mereka tidak mengalami pendewasaan yang signifikan. Seharusnya, orang percaya aktif mencari agar menemukan lawatan Allah, bukan hanya sekadar menunggu. Tuhan menyediakan lawatan-Nya yang pasti akan berdaya guna untuk mengubah hidup kita, dari manusia duniawi yang berkodrat dosa menjadi manusia yang berkodrat ilahi. Dalam Mazmur 23:5 tertulis, “Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah.” “Hidangan” di ayat ini adalah berkat rohani untuk pendewasaan kita. Berkat rohani ini tentu lebih jauh bernilai dibanding dengan hidangan untuk pemenuhan kebutuhan jasmani kita. Untuk ini, kita harus menangkap segala sesuatu yang Tuhan sediakan tersebut. Seharusnya, berkat jasmani bukan lagi menjadi fokus orientasi hidup kita. Fokus orientasi kita yang sepatutnya adalah berkat kekal. Tetapi kenyataannya, lebih banyak orang yang fokus kepada berkat jasmani daripada berkat rohani. 

Dalam waktu yang singkat di hidup ini, Tuhan menyediakan lawatan-Nya setiap hari untuk mengubah orang percaya menjadi manusia Allah. Oleh sebab itu, betapa berharganya waktu hidup ini. Ketika seseorang menutup mata, ia dapat menghayati betapa dahsyat dan berharganya waktu hidup ini, sebab di dalamnya, Allah mau berurusan dengan anak manusia guna menjadikan mereka sebagai anak-anak-Nya yang layak dimuliakan bersama Yesus. Kesempatan ini hanya satu kali dan singkat. Ini merupakan anugerah yang tiada taranya. Tidak menghargai anugerah ini berarti tidak menghargai Tuhan sendiri. Inilah sebenarnya yang dimaksud oleh Tuhan Yesus sebagai “mengumpulkan harta di surga.” Oleh sebab itu, hasrat terbesar kita adalah menjadi berkenan di hadapan Tuhan. Tidak boleh ada hasrat yang lebih besar dari hasrat menjadi seseorang yang berkenan di hadapan Tuhan. 

Gereja tidak boleh hanya sibuk dengan urusan-urusan organisasi, seremonial, dan lain sebagainya, sehingga gereja mengalami kesuaman. “Kesuaman” di sini artinya jemaat-jemaat di dalam gereja tidak dalam keadaan berkenan di hadapan Allah. Fokus jemaat harus terus-menerus tertuju kepada kehidupan yang sempurna. Oleh sebab itu, gereja tidak perlu lagi menantikan lawatan-lawatan Tuhan, sebab lawatan Tuhan sudah disediakan. Orang percaya yang harus menghampirinya. Kebangunan rohani tidak cukup hanya terjadi satu atau dua kali dalam setahun. Kebangunan rohani harus berlangsung setiap hari melalui berbagai kegiatan gereja. Kalau kegiatan gereja tidak membawa kebangunan rohani, maka harus dipertanyakan kegiatan macam apa itu. Gereja yang tidak membangun rohani jemaat guna mempersiapkan jemaat menjadi umat yang layak bagi Tuhan melalui seluruh kegiatannya, tidak layak mengaku sebagai gereja Tuhan. 

Seseorang bisa mengalami lawatan Allah secara nyata jika ia menghidupkan Allah dalam hidup mereka. “Menghidupkan Allah” di sini bukan berarti Allah sudah mati, tetapi berusaha mengalami secara nyata keberadaan Tuhan. Banyak orang yang bertahun-tahun mengarungi hidup ini tanpa benar-benar mengalami lawatan Allah. Mereka tidak berusaha menghayati kehadiran Allah. Allah sering dipandang seperti sebuah konsep yang hanya dipercakapkan dalam diskusi. Sehingga, bagi mereka, Allah hanya sebuah fantasi dalam dunia imajinasi saja. Betapa mengerikan keadaan orang seperti ini, ketika ia menghadap takhta pengadilan Allah nanti. Tidak mungkin mereka berkenan kepada Allah sesuai dengan standar kesucian Allah. Keadaan ini terjadi dalam kehidupan banyak orang Kristen dan berlangsung lama, sehingga tidak mampu menanggapi Allah sebagai Pribadi yang hidup.

Orang percaya harus berusaha menghidupkan Allah. Hal ini sama dengan sebagai “mencari Allah.” Tidak ada orang yang kurang serius dengan Allah, kemudian bisa mengalami lawatan Allah secara berkesinambungan. Allah hanya berurusan dengan mereka yang serius dengan diri-Nya. Yesus menyatakan bahwa hanya orang yang haus dan lapar terhadap kebenaran, yang dipuaskan. “Haus dan lapar akan kebenaran” artinya sangat merindukan untuk mengenal Allah dan mengalami-Nya, serta melakukan kehendak-Nya. Bagi mereka yang haus dan lapar akan kebenaran, Allah adalah kebutuhan utama lebih dari apa pun dan siapa pun. Merupakan pergumulan yang tidak ringan dalam mewujudkan atau mengalami lawatan Allah di tengah-tengah dunia yang semakin jahat ini. Apakah lawatan Allah dialami secara berkesanambungan, tergantung apakah seseorang memperlakukan Tuhan sebagai pribadi yang hidup atau tidak. Untuk mengalami lawatan Allah, dituntut pergumulan panjang yang berat dengan harga segenap hidup yang harus dipertaruhkan. Jika tidak, orang percaya tidak berhak mengalami lawatan Allah. Harga menghidupkan Tuhan dalam hidup kita adalah segenap hidup kita tanpa batas.