Sesungguhnya, ketika kita berani melepaskan semua kebahagiaan dan menjadikan Tuhan satu-satunya kebahagiaan kita, kita baru dapat merasakan kemerdekaan yang sejati dan kita akan menjadi sangat kokoh. Selama hidup di bumi ini dengan tubuh daging seperti kita, prinsip Yang Mulia Tuhan Yesus Kristus adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan yang Bapa tugaskan. Jadi, ketika Tuhan Yesus berkata, “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya,” maksudnya adalah Ia hidup hanya untuk bekerja bagi Bapa; tidak ada tempat untuk beristirahat dan nyaman di bumi ini. Orang-orang yang mengikut Tuhan Yesus harus memiliki gaya hidup hanya bagi Bapa, sehingga dapat menghidupi ayat ini “Berbahagialah orang yang mati di dalam Tuhan, supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka” (Why. 14:13). “Jerih lelah;” kopos (κόπος), artinya grief with beating the breast; orang yang berduka sambil memukul dada (lamentation, wailing). Orang yang mengalami penderitaan, tentu penderitaan untuk pekerjaan Tuhan. Seperti Tuhan Yesus menderita sampai mati di kayu salib.
Inilah orang-orang yang memiliki kematian yang bermartabat. Kalau kita tidak pernah berjerih lelah dengan penderitaan yang dalam, yang sungguh-sungguh, kita tidak pernah memiliki kematian yang bermartabat. Kematian orang yang bermartabat adalah kematian orang-orang yang menderita bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Dan Tuhan Yesus mengatakan dalam Lukas 22:28-30, “Kamulah yang tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti Bapa-Ku menentukannya bagi-Ku,” sebagaimana hak Kerajaan diberikan kepada Tuhan Yesus oleh Bapa, demikian juga Tuhan Yesus akan memberikannya kepada kita. Ini tidak untuk semua orang, tetapi orang-orang yang dikatakan dalam ayat ini “tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan.” Dalam Roma 8:17, dikatakan sebagai orang-orang yang menderita bersama-sama dengan Tuhan.
Mari kita membayangkan bagaimana Petrus, Yohanes, Yakobus, dan para murid lain meninggalkan rumah, meninggalkan keluarga mereka, meninggalkan perahu, jala, dan kewajaran hidup mereka untuk mengikuti seorang Guru yang dianggap sesat oleh orang Farisi dan tokoh-tokoh agama. Tidak ada jaminan masa depan mengikut Yesus. Tetapi, murid-murid ini berani mempertaruhkan hidupnya. Jadi, tidak heran kalau murid-murid Yesus berkata, “Kami sudah meninggalkan segala sesuatu. Apa yang akan kami peroleh?” Ini adalah penderitaan yang luar biasa; meninggalkan pekerjaan, keluarga, masa depan tidak jelas. Kemudian setelah Yesus naik ke surga, mereka dikejar-kejar seperti penjahat; mati dipancung, dijadikan umpan binatang buas, dengan kematian yang tidak bermartabat. Tetapi Alkitab mengatakan dalam Roma 8, “kamu lebih dari orang-orang menang,” maksudnya “kamu lebih dari orang-orang Romawi yang menang secara ekonomi, politis, dan berbagai bidang. Kamu tidak punya apa-apa, tapi tidak ada yang bisa memisahkan kamu dari kasih Kristus.”
Apa pun yang kita lakukan yang membuat hati Tuhan senang adalah pelayanan. Di samping itu, pasti juga mendatangkan keteduhan bagi sesama, dan tidak melukai orang. Tidak perlu menjadi pendeta atau mencapai gelar kesarjanaan teologi. Orang-orang seperti inilah yang bermartabat; yang layak menerima mahkota kebenaran. Jadi kalau selama ini kita sering mendengar orang berkata, “Kita lebih dari pemenang,” apa maksudnya? Menang dari apa atau siapa? Ayat ini sering dikacaukan oleh orang-orang yang tidak mengerti maksudnya. Kita melihat banyak orang, jangankan mencurahkan darahnya untuk Tuhan, hidup sehari-hari dalam perkenanan Tuhan saja tidak, karena diracuni ajaran yang salah. Ayat ini ditulis untuk jemaat Roma yang secara ekonomi, kedudukan, pangkat tidak ada apa-apanya, namun mereka tetap bertahan dalam iman percaya mereka, sekalipun nyawa adalah taruhannya. Orang-orang seperti inilah yang disebut sebagai “lebih dari pemenang.”
Hari ini, apa yang sudah kita pertaruhkan agar kita pun layak menyebut diri sebagai “lebih dari pemenang?” Jerih lelah apa yang sudah kita perjuangkan dalam mengiring Tuhan Yesus dan menjadi saksi-Nya? Hanya mereka yang berjerih lelah dalam pekerjaan Tuhan yang pantas disebut sebagai pemenang. Kematian orang-orang seperti ini adalah kematian yang bermartabat di mata Tuhan.
Kematian orang yang bermartabat adalah kematian orang yang menderita—berjerih lelah, kopos—bersama dengan Tuhan Yesus.