Sering kita mendengar orang berkata bahwa “bukan awal perjalanan yg menentukan, melainkan akhir perjalanan.” Pernyataan ini sudah sangat populer. Hampir semua orang setuju dengan pernyataan tersebut, maka banyak orang Kristen pun ikut-ikutan setuju dan menerimanya sebagai suatu kebenaran. Apakah benar bahwa akhir perjalanan hidup seseorang yang menentukan takdir hidupnya di kekekalan? Pernyataan di atas bisa mengesankan atau membangun pemikiran bahwa hanya saat-saat terakhir hidup seseorang yang menentukan nasib kekalnya. Kecerobohan ini mengakibatkan beberapa hal, antara lain:
Pertama, seseorang tidak memiliki sikap berjaga-jaga yang benar. Ia berharap suatu hari nanti, ketika ada di ujung maut sebelum meninggal, akan bertobat terlebih dahulu. Biasanya orang-orang seperti ini mengacu pada penjahat di samping salib Tuhan Yesus yang bertobat sebelum mati, dan seketika itu juga begitu mudah diterima di Firdaus. Harus diingat bahwa kasus itu sangat khusus. Hampir tidak pernah kasus itu terjadi lagi pada orang lain. Dan kalau kita perhatikan ucapan-ucapannya, menunjukkan dia orang yang “tahu” siapa Yesus. Kita tidak boleh menyamakan diri kita dengan orang lain. Setiap orang memiliki pergumulannya sendiri. Ketika seseorang tidak memiliki sikap berjaga-jaga, maka ia akan menjadi mangsa kuasa gelap (1Ptr. 5:8). Oleh sebab itu, Tuhan Yesus menasihati kita agar selalu berjaga-jaga (Mat. 25:13).
Kedua, tidak memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk bertumbuh dalam kedewasaan. Biasanya orang seperti ini menunda apa yang seharusnya dilakukan dengan segera atau pada waktunya. Ia selalu berpikir bahwa masih ada kesempatan, padahal kesempatan yang diberikan kepada masing-masing individu selalu terbatas. Itulah sebabnya Paulus menasihati jemaat untuk menggunakan waktu yang ada (Ef. 5:16).
Ketiga, ia tidak akan berjuang dengan sungguh-sungguh. Jadi sekalipun dia berjaga-jaga dan berjuang untuk bertumbuh, tapi tidak maksimal. Membaca perumpamaan dalam Matius 25:1-13 mengenai 5 gadis bodoh dan 5 gadis bijaksana menimbulkan suatu perasaan duka karena tragisnya peristiwa yang digambarkan tersebut. Tetapi, sebenarnya ketragisan dalam perumpamaan ini belum mewakili secara penuh ketragisan dari keadaan yang sebenarnya ketika seseorang ditolak oleh Allah. Pada waktu itu orang akan benar-benar menyadari apa arti keselamatan yang sangat berharga. Keselamatan ini kalau disia-siakan akan mengakibatkan penolakan Allah atas orang yang menyia-nyiakan keselamatan tersebut (Ibr. 2:1-3). Mereka bukannya tidak menantikan mempelai tersebut, tetapi mereka tidak memiliki persediaan minyak. Ini berarti mereka tidak melakukan penyambutan sesuai dengan prosedur yang benar. ‘Minyak’ yang dikemukakan Tuhan Yesus dalam perumpamaan ini sebagai suatu gambaran dari sikap berjaga-jaga.
Dalam perumpamaan tersebut, ditunjukkan bagaimana gadis-gadis yang bodoh tidak berkesempatan mencari minyak agar pelitanya menyala. Ini berarti minyak tersebut harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Ini adalah sikap berjaga-jaga. Banyak orang memang tidak bermaksud mengkhianati Tuhan atau tidak bermaksud meninggalkan-Nya, tetapi hanya menunda memiliki pertobatan dan perubahan hidup menjadi sempurna seperti yang Tuhan kehendaki. Mereka sibuk dengan banyak urusan, sehingga mereka tidak memperhatikan pembaruan batin yang Tuhan targetkan. Sikap berjaga-jaga berarti suatu hubungan harmonis dengan Tuhan yang selalu dibangun setiap hari. Tentu kehidupan orang yang memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan akan terpancar dan dirasakan oleh orang lain.
Bahaya besar yang tidak disadari oleh banyak orang adalah menunda bersikap benar terhadap keselamatan yang Tuhan berikan, sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan segera dan terus-menerus. Dalam Ibrani 12:16-17, diungkapkan kegagalan Esau menikmati atau memanfaatkan hak kesulungannya. Ia kehilangan hak kesulungannya karena tidak bersikap benar terhadap hak kesulungan yang semestinya menjadi haknya. Ia menukar hak kesulungannya tersebut dengan sepiring makanan. Perhatikan, bagaimana ia tidak mempersoalkan jauh-jauh hari hak kesulungannya. Ketika keadaan sudah mendesak, barulah ia serius mempersoalkan, tetapi terlambat sudah (Kej. 27:30-35). Sama dengan 5 gadis bodoh, mereka bukannya bermaksud hendak ditolak, tetapi kecerobohannya cukup membuat ia kehilangan kesempatan yang berharga. Lima gadis bodoh baru mempersoalkan persediaan minyak pada waktu yang tidak tepat.
Hal ini mengajarkan kepada kita agar kita tidak mempersoalkan keselamatan pada waktu yang tidak tepat. Tuhan Yesus mengingatkan agar kita tidak menyia-nyiakan kesempatan selagi hari siang (Yoh. 9:4). Perhatikan cara Iblis merusak kehidupan orang percaya dan membinasakan: Ia membuat seseorang hanyut dalam cita rasa duniawi sampai tidak bisa balik lagi. Cita rasa duniawi ini menjadi seperti candu yang menawan atau menyandera seseorang, sehingga ia terbelenggu sampai pada level tidak bisa dilepaskan sama sekali. Jadi yang menentukan nasib kekal seseorang bukan hanya akhir perjalanan hidup seseorang, melainkan juga awal, pertengahan, dan seluruh perjalanan hidupnya.
Bahaya besar yang tidak disadari oleh banyak orang adalah menunda bersikap benar terhadap keselamatan yang Tuhan berikan, sesuatu yang seharusnya dilakukan dengan segera dan terus-menerus.