Skip to content

Kompetisi Kekekalan

Kalau kita sungguh-sungguh menghormati Tuhan dan kita sungguh-sungguh mengasihi Dia, kita pasti berusaha untuk selalu hidup tak bercacat dan tidak bercela, agar setiap saat kalau menghadap Bapa di surga, kita berkeadaan berkenan di hadapan-Nya. Jadi, kalau kita sungguh-sungguh menghormati Allah, mengasihi Dia, kita setiap saat selalu berjaga-jaga. Dan memang kematian dapat terjadi setiap saat dalam hidup kita tanpa kita tahu.  Kalaupun kita belum meninggal dunia, kita harus selalu ada di hadirat Allah setiap saat. Mestinya kita tidak sembarangan atau tidak semena-mena hidup, artinya kita tidak sembarangan dengan segala sesuatu yang kita pikirkan, ucapkan dan lakukan. Sering kita tidak berpikir dan tidak memperhitungkan bahwa kita sebenarnya ada di hadirat Allah. Kadang-kadang, bahkan sering, kita tidak menghayati bahwa kita sedang berjalan dengan Allah.  Oleh sebab itu kita harus bertekad untuk benar-benar menjadi orang yang menghormati Allah. 

 Jika kita serius dengan Allah maka kita harus menunjukkan keseriusan tersebut dengan melakukan usaha meninggalkan segala hal yang dapat mendukakan hati-Nya. Hal tersebut kita lakukan agar kita tidak berbuat sesuatu yang melukai atau menyakiti hati Allah, dan tidak terikat dengan dunia ini. Bersama dengan komunitas “pecinta Suara kebenaran” kita bersedia menjadi orang-orang yang luar biasa di mata Allah. Walaupun di mata manusia kita sering dipersalahkan, kita dihakimi, baik oleh orang jauh maupun orang dekat. Walaupun dikata-katai hal-hal yang tidak kita lakukan. Justru itu yang memicu kita untuk berusaha lebih berkenan di hadapan Allah. Itu yang memicu kita, atau lebih mendorong kita untuk memiliki keadaan yang berkenan di hadapan Allah. Suatu hari nanti di pengadilan Tuhan akan nyata keadaan kita masing-masing. Situasi yang sulit dapat memberi kita motivasi yang sangat kuat untuk menjalani hidup dan mengisi hari hidup kita dengan benar sesuai dengan standar kesucian Allah. 

Kalau kita mau berkompetisi dengan sesama, jangan berkompetisi di bumi sekarang ini sekitar hal-hal fana; seperti misalnya siapa yang paling kaya, paling terhormat, paling popular, paling berpenampilan menarik, berjabatan tinggi, bergelar banyak dan lain sebagainya.   Di lingkungan gereja, bukan berkompetisi gereja mana yang paling besar? Siapa yang dipandang lebih mulia dan terhormat? Dan lain sebagainya.  Kalau kita mau berkompetisi, kompetisi kita secara rahasia, secara diam-diam, yaitu siapa yang nanti di hadapan pengadilan Allah mendapatkan penilaian yang terbaik dari Allah, Bapa kita. Motivasi ini lebih meneguhkan dan menguatkan hati kita supaya kita berjuang menjadi orang yang benar-benar berkenan di hadapan Allah Hal ini juga didorong oleh kesadaran bahwa Allah yang Mahamulia, Allah yang Mahabesar adalah Pribadi yang layak menerima persembahan hidup kita sepenuhnya atau seutuhnya. Ini bukan berarti kita harus memberikan seluruh uang kita untuk gereja, atau mengirimkan uang kita kepada pendeta. Tentu, kita harus mengelola uang, harta, dan segala sesuatu yang Allah percayakan kepada kita dalam pimpinan Roh Kudus bagi kepentingan Kerajaan-Nya.

Tidak ada kepentingan dalam hidup ini selain menyenangkan hati Tuhan. Tidak ada hal yang lebih besar, tidak ada hal yang lebih penting dalam hidup ini selain berkenan di hadapan Allah Bapa kita, dan Tuhan kita Yesus Kristus. Dan mestinya inilah yang harus menjadi satu-satunya agenda hidup kita. Tidak ada agenda hidup yang lain selain menyukakan hati Tuhan. Untuk ini kita harus rela melepaskan segala sesuatu yanguntuk kesukaan Dia. Inilah isi kompetisi yang sehat dan kudus, tentu disertai hati tulus untuk mencari pujian bagi dan dari Allah, bukan dari manusia dan untuk manusia. 

Kita bukan takut kepada manusia atau mencari hormat dari manusia, tetapi kita takut akan Allah. Orang kaya dalam Matius 19 sukar masuk surga karena keterikatannya dengan kekayaan. Ia takut menjadi miskin dan kurang terhormat. Seharusnya, suatu hari nanti kalau kita berada di hadapan takhta Tuhan, tangan kita ini sudah bersih dari dosa, dan bersih dari percintaan dunia. Ketika ada di hadapan takhta Kristus sudah tidak ada lagi keterikatan dengan dunia, tidak ada yang kita sisakan untuk diri kita sendiri. Tidak ada yang kita sisakan artinya kita tidak terikat dengan dunia sama sekali. Dalam hal ini barulah kita menjadi seperti perawan suci di hadapan Allah (2Kor. 11:2-3) 

Kehidupan seperti ini adalah suatu keniscayaan, suatu kemungkinan bahwa kita memang bisa hidup tidak bercacat tidak bercela. Kita bisa melepaskan diri dari keterikatan dengan harta kekayaan dunia. Sebenarnya yang membahayakan dan mengerikan bukan uang itu sendiri, tetapi yang menjadi masalah adalah ketika seseorang tidak setia dalam hal keuangan. Orang seperti ini pasti tidak akan diberi hikmat Tuhan, tidak akan mendapatkan pencerahan-pencerahan dari surga, pasti tidak merindukan Kerajaan Allah, pasti tidak berani mendorong orang untuk hidup tidak bercacat tidak bercela, pasti tidak fokus langit baru bumi baru. Orang-orang seperti ini kalah dalam kompetisi di kekekalan. Kita jangan menjadi orang yang kalah atau gagal.