Berbicara mengenai kuasa Allah, hendaknya kuasa Allah tidak dipahami secara mistik atau hanya dikaitkan dengan hal-hal spektakuler, seperti mukjizat. Kuasa Allah ini harus dikaitkan dengan kemampuan Allah untuk menyelesaikan masalah dosa, dan itu harus berkelanjutan. Namun, rata-rata kalau bicara soal kuasa Allah selalu dikaitkan dengan masalah-masalah hidup yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan jasmani. Ini merupakan sebuah penyimpangan. Dalam bahasa aslinya, kata “kuasa” adalah dunamis;yang artinya sesuatu yang menggerakkan. Hanya Allah yang memiliki kuasa ini, yang dapat menyelesaikan masalah potensi dosa ini. Dalam hal ini, kita bergantung sepenuhnya kepada Allah dan kita memang harus berurusan dengan Allah. Jadi, jangan jadikan agama sebagai komoditas untuk memberikan kontribusi atau bantuan bagi masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani. Sebab kalau menyangkut pemenuhan kebutuhan jasmani, kuasa kegelapan juga dapat memfasilitasinya.
Jadi kalau Injil hanya dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani yang dipahami sebagai kabar baik, dan kuasa Allah hanya dikaitkan dengan penyelesaian masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani, maka pemahamannya akan bersifat mistisis—hal-hal yang terkait dengan mukjizat dan hal-hal spektakuler—sehingga gereja mengalami penyesatan, penyimpangan. Kalau pikiran orang Kristen dipenuhi oleh masalah-masalah dunia fana yang oleh karenanya melibatkan Tuhan dan kuasa-Nya itu, ini menjadi batu sandungan bagi Tuhan dalam menggarap orang percaya. Sebagaimana Tuhan Yesus pernah menghardik Petrus di Matius 16:23, “Enyahlah Iblis, engkau suatu batu sandungan bagi-Ku. Sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Orang Kristen yang memikirkan perkara-perkara dunia tidak akan pernah dapat diubah oleh Allah. Tidak bisa. Harus diakui bahwa melepaskan percintaan dunia itu berat. Tapi kalau kita tidak mulai selangkah demi selangkah, maka tidak bisa; harus lewat proses. Tapi, komitmennya harus sudah ada, dan tekad itu kuat, tidak boleh lemah. Harus di-updatesetiap hari.
Bagi kita yang serius dan punya komitmen, Tuhan akan garap. Ibarat ayam, sebelum digoreng harus terlebih dahulu dirontokkan bulunya, kemudian dimasukkan ke dalam air panas, dipotong-potong, barulah digoreng, agar jadi ayam goreng. Kalau hidup kita mau mau dinikmati Tuhan, harus bersedia ‘digoreng’ oleh-Nya. Tapi ayam yang masih banyak bulunya tidak bisa digoreng. Ketika Yesus mengosongkan diri, Ia pun dirontokkan semua. Sejujurnya, tidak ada orang yang mau direndahkan, diinjak-injak, dihina. Tapi kalau tidak begitu, kita tidak pernah dirontokkan. Kalau kita sudah tidak rindu Tuhan, pasti ada yang lain yang dirindukan. Ada perselingkuhan dengan sesuatu di luar Tuhan. Jadi, kebenaran-kebenaran Firman ini akan mengubah kita. Jangan diganti dengan sistematika dogmatika, yang memang diwariskan dari generasi ke generasi. Kalau hanya menjadi rumusan dogmatika, maka Firman Tuhan menjadi huruf-huruf mati yang tidak berkuasa mengubah manusia. Orang percaya tidak akan mampu menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tipu daya kuasa gelap. Jadi, kuasa Allah adalah Firman dan Roh Kudus.
Gereja hari ini membutuhkan pewahyuan-pewahyuan dari kebenaran Firman yang dapat mencerahkan pikiran dan memberikan kecerdasan rohani, untuk menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan tipu muslihat atau tipu daya kuasa kegelapan. Gereja bukan hanya membutuhkan orang-orang yang memiliki kualifikasi akademis, tetapi gereja membutuhkan orang-orang yang haus dan lapar akan kebenaran. Yaitu orang-orang yang rela meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya, berkomitmen untuk hidup kudus; tidak bercacat dan tidak bercela. Orang-orang yang memburu Tuhan untuk mengerti apa yang Tuhan kehendaki bagi generasi sekarang ini. Tentu mereka adalah orang-orang yang hidup hanya untuk menyenangkan perasaan Allah. Kepada orang-orang seperti inilah Tuhan mewahyukan kebenaran-kebenaran Firman yang dibutuhkan untuk generasi yang sedang menuju kegelapan abadi.
Hidup hari ini semakin banyak masalah. Begitu banyak tekanan atas manusia, dan manusia sibuk menghadapi berbagai persoalan yang menekan hidup ini. Tetapi mari kita melihat persoalan yang paling penting dalam hidup ini, yang mestinya dipandang lebih penting dari segala persoalan yang menyangkut apa pun, yaitu bagaimana keadaan diri kita ini; keberdosaan diri kita. Jangan lupa kabar baik ini dan jangan tidak menjadi kabar baik bagi kita. Bagaimana kita yang tercengkram oleh kodrat dosa; adanya potensi dosa dalam diri kita, dimana ada kecenderungan untuk hidup tidak sesuai dengan pikiran, perasaan Allah, diubahkan menjadi manusia yang memiliki pikiran dan perasaan seiring dengan pikiran dan perasaan Allah.
Jangan jadikan agama sebagai komoditas untuk memberikan kontribusi atau bantuan bagi masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani