Skip to content

Kesucian Hidup Orangtua

Hal kedua yang harus orangtua wariskan adalah kesucian hidup. Beberapa orangtua merasa berhak bertindak kasar terhadap anak karena ingin terlihat tegas dan disiplin sebagai orangtua. Namun tanpa disadari, perlakuan kasar tersebut membuat anak terluka. Perlu diketahui bahwa sikap terhadap anak akan menjadi goresan apakah anak-anak merasakan kehadiran Allah dalam hidup orangtuanya atau tidak. Dalam hal ini bukan berarti orangtua tidak boleh marah atau tidak boleh tegas. Orangtua harus marah dan tegas jika itu dibutuhkan, tetapi kelemahlembutan Kristus tetap harus bisa dirasakan oleh anak dalam ketegasan atau kemarahan orangtua tersebut. Dengan melihat kelemahlembutan orangtua yang menaruh amarah atau ketegasan sepatutnya, anak dapat melihat jejak orangtua yang berusaha hidup dalam kesucian Tuhan. “Kesucian” di sini menunjuk pada perasaan marah yang kudus ketika harus menunjukkan ketegasan, atau amarah yang ditandai dengan penguasaan diri dan kasih. Secara tidak langsung menjadi pembelajaran untuk anak-anak bagi pembentukan karakter mereka guna bekal hidup mereka di hari esok.

Seharusnya kita tidak berpikir bahwa Sekolah Minggu dan Sekolah Kristen menjamin anak kita menemukan jejak Tuhan di sana. Pertama-tama, jejak Tuhan harus ditemukan dari orangtua, bukan dari tempat lain. Hendaknya orangtua jangan melempar tanggung jawab untuk memberi teladan mengikut jejak Tuhan kepada gereja atau sekolah. Jangan berpikir dengan anak-anak ke gereja atau anak-anak bersekolah di sekolah Kristen, mereka pasti akan menjadi anak-anak yang baik. Faktanya, anak-anak tidak dapat berubah hanya karena datang ke Sekolah Minggu atau bersekolah di sekolah Kristen. 

Peranan orangtua tidak tergantikan oleh siapa pun, sekalipun itu guru Sekolah Minggu atau pendeta. Para orangtua harus menampilkan kehidupan sebagai anak-anak Allah yang bisa dirasakan oleh anak-anak, sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan bahwa orangtuanya berjalan dengan Tuhan. Orangtua yang berjalan dengan Tuhan dalam kesucian, pasti memiliki jejak Tuhan dalam hidupnya yang dapat diwariskan kepada anak-anak. Tidak peduli orangtua kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak berpendidikan, setiap orangtua berkesempatan mewariskan jejak Tuhan dalam hidup anak. Orangtua harus sadar bahwa dirinya adalah wakil Tuhan di dunia untuk mendidik anak-anak mereka di jalan Tuhan guna menjadi orang-orang yang berkeberadaan sebagai anak-anak Allah seperti Yesus.

Oleh karenanya, agenda hidup kita satu-satunya haruslah mengenal Tuhan dan mengalami-Nya secara nyata, sehingga anak-anak akan melihat jejak Tuhan dalam hidup orangtua mereka. Di samping orangtua, gereja memang mengambil bagian dalam pembentukan anak. Peran tersebut adalah penanaman nilai rohani melalui pelajaran, khotbah, atau pendampingan yang diberikan melalui ibadah dan pelayanan gerejawi. Akan tetapi, jejak Tuhan dalam hidup orangtua itu lebih dari pendidikan agama,dan rohani di dalam gereja. Untuk itu, setiap orangtua harus hidup dalam kesucian. Hidup dalam kesucian artinya berusaha untuk hidup tidak bercacat, tidak bercela dalam segala hal. 

Orangtua harus belajar untuk tidak bercacat dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Untuk ini, setiap orangtua harus sungguh-sungguh belajar kebenaran, sebab kebenaran adalah sarana pengudusan setiap orang percaya yang telah ditebus (Yoh. 17:17). Dengan kematian Yesus di kayu salib, orang percaya menerima pengudusan yang melayakkannya untuk menjadi anak Allah. Akan tetapi, untuk benar-benar memiliki keberadaan sebagai anak Allah, setiap orang harus belajar dari kebenaran Injil yang diajarkan dan dipertunjukkan Tuhan Yesus selama hidup-Nya di bumi. Hanya Injil yang berkuasa menyelamatkan karakter seseorang, yaitu menjadikan seseorang memiliki pikiran dan perasaan Kristus.

Pembelajaran kebenaran yang dilakukan secara konsisten akan mengubah cara berpikir orang percaya yang telah lama diracuni oleh dunia. Cara berpikir orang percaya diubah melalui kebenaran Injil inilah yang akan memampukan setiap orang percaya untuk berpikir, berperasaan, dan bertindak seperti Yesus dalam kesucian. Setiap orangtua harus sungguh mempelajari dan menghidupi kebenaran sebelum mengajarkan anak hidup dalam kebenaran. Sebab hanya dengan mempelajari dan menghidupi kebenaran yang diajarkan, orangtua memiliki teladan yang kuat untuk mengajar anak-anak. Banyak orangtua yang hanya memberi nasihat kepada anak-anaknya, tetapi tidak menghidupi apa yang dinasihatkannya. Akibatnya, anak-anak merasa tidak merasa perlu serius menanggapi nasihat tersebut karena orangtuanya pun berbuat demikian. Berangkat dari hal ini, jika orangtua ingin mengajarkan anak hidup dalam kesucian Tuhan, maka orangua adalah orang pertama yang harus mengenakan kesucian tersebut agar dapat diikuti oleh anak-anak. Hal ini dimulai dari pembelajaran kebenaran yang tekun disertai perjumpaan pribadi dengan Tuhan dalam doa pribadi. Dengan inilah orangtua dapat memberi jejak yang benar kepada anak sesuai dengan jejak yang Tuhan Yesus ajarkan.