Skip to content

Kesederhanaan

Tanpa kita sadari, betapa rusaknya manusia, jika ditinjau dari standar kehidupan umat yang diselamatkan, termasuk di dalamnya orang-orang Kisten. Betapa jauh standar yang mestinya dikenakan oleh umat pilihan. Yang pada akhirnya, kita sendiri bertanya: Bagaimana seharusnya hidup sebagai umat pilihan? Dan jawabnya adalah simplicity (kesederhanaan). Kesederhanaan ini bukan berbicara mengenai keadaaan secara fisik, melainkan dari sikap hati kita. Coba kita renungkan, pahami, mengerti dan buktikan. Orang yang berhasil menghayati kekekalan adalah orang yang akan terus diarahkan pada kesederhanaan. Kalau kita gagal menghayati kekekalan, maka kita tidak akan bisa sederhana. 

Kesederhanaan berangkat dari satu konsep, pemikiran atau pemahaman bahwa yang kita butuhkan hanya Tuhan. Mudah mengucapkannya, tetapi kalau orang sampai pada tingkat ini, sangat tidak mudah. Orang-orang yang banyak menderita, tertekan, kecewa, selalu dalam kondisi kritis, krisis biasanya lebih bisa menghayati hal ini; bukan berarti pasti. Sebaliknya, orang yang hidupnya makmur, nyaman, kaya, sulit menghayatinya. Dan tidak berlebihan, Tuhan Yesus sendiri dalam Matius 19:23, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Ini bukan sembarangan. Pasti ada landasan, ada alasan mengapa Yesus mengatakan ini. 

Kalau kita membaca ayat sebelumnya, ada seorang datang kepada Yesus dan bertanya, “Guru yang baik, apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Hidup kekal, bukan hanya bicara mengenai panjangnya hidup karena tertumbuk kata “kekal,” melainkan juga bicara mengenai dalamnya hidup, kualitas hidup. Jadi, jika sejak di bumi hidupnya berkualitas pasti akan berlanjut di kekekalan. Masuk surga itu bukan dadakan. Orang yang akan masuk surga atau masuk neraka gejalanya sudah kelihatan sejak ia hidup di bumi ini. Maka kita harus belajar setia dari perkara kecil. Kekudusan itu absolut sekali. Namun kadang-kadang manusia lama kita masih bangkit. Paulus mengatakan, “Aku tahu yang baik, yang jahat kulakukan. Dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.” 

Jadi kalau kita tidak banyak berdoa, tidak hati-hati, kita akan mudah meleset. Jangan kita menuruti keinginan daging kita yang puas sesaat. Kenapa kita bisa begitu? Karena kita merasa kuat. Maka orang kaya itu, potensi untuk meleset lebih besar. Mereka tidak membutuhkan “dunia lain.” Karena dunia hari ini sudah nyaman, maka untuk apa “dunia yang akan datang?” Sebaliknya, dalam kondisi orang terjepit, orang lebih bisa memikirkan kekekalan. Tetapi kiranya kita tidak usah dibuat menderita atau terjepi dahulu baru kita bisa menghayati kekekalan. Mari melihat hidup secara realistis dari kacamata Alkitab, bukan realistis dari kacamata dunia yang duniawi, yang semua diukur dengan uang dan benda. Kita mengukurnya dengan ukuran rohani. 

Hidup kita mau jadi berkat, simple, jangan sok. Lagipula ciri orang yang menemukan Tuhan adalah mengubah orang. Kekristenan yang sejati itu simple. Kalau tidak simple, kita tidak bisa terima ajaran Tuhan Yesus. Ilmu tentang Tuhan Yesus, teologi, bisa. Tapi hal-hal yang menyangkut sikap batin, bisa tidak menyentuh. Makanya Tuhan berkata, “Datang kepada-Ku, yang letih lesu dan berbeban berat, Aku beri kelegaan.” Kelegaan itu artinya perhentian. Tapi banyak orang menafsirankan salah; lega kalau sudah punya rumah, sudah sembuh, sudah punya anak, dan lainnya. 

Padahal yang Tuhan maksud, kita lega ketika kita tidak punya keinginan apa-apa. Dan suatu kali kita harus melepaskan apa pun dan siapapun. Mari kita kenakan pemahaman yang Tuhan inginkan ini, kesederhanaan. Sehingga, pertama, hidup kita berubah, kita tidak terikat dunia. Kedua, kita tidak berbuat dosa lagi. Ketiga, kematian menjadi hal yang ditunggu dan menyenangkan. Ingat, Yesus hanya melayani Bapa. Demikian juga kita. Buatlah hidup kita sederhana; asal ada makanan pakaian, cukup. Fokus kita ke Langit Baru Bumi Baru saja. Mungkin kita dianggap konyol atau aneh, terserah. 

Kesederhanaan berangkat dari satu konsep, pemikiran atau pemahaman bahwa yang kita butuhkan hanya Tuhan.