Allah Yang Mahakudus, Mahamulia, hanya bisa berjalan dengan orang-orang yang berkodrat ilahi, yaitu orang-orang yang hidupnya benar-benar bersih secara natural tanpa dipaksa, yang benar-benar hidup tak bercacat tak bercela di hadapan Bapa. Bukan karena terpaksa, tetapi sudah menjadi irama hidup, kodrat hidup. Inilah yang menjadi kerinduan kita. Maka kita harus berambisi kuat! Jangan sampai kerinduan kita menjadi kendor karena ketertarikan kepada objek lain. Untuk itu, jangan hidup wajar seperti manusia lain yang bukan umat pilihan. Jangan terbawa oleh orang-orang Kristen yang telah teracuni oleh cara berpikir anak-anak dunia, sehingga gaya hidup mereka tidak berbeda dengan anak-anak dunia.
Tujuan hidup kita hanya Tuhan; bagaimana berbuat segala sesuatu untuk kepentingan Kerajaan Surga. Masing-masing kita pasti memiliki tempat; diarahkan oleh Tuhan dalam tempat atau proyek khusus di pelayanan pekerjaan Tuhan. Memang tidak selalu di gereja, mungkin di tempat pekerjaan, lingkungan pendidikan, lingkungan pengacara, lingkungan pemerintah dan lainnya. Itu merupakan proyek kita masing-masing secara individu. Lalu, kita menularkan ini ke anak-anak kita dan orang lain. Hidup kita harus istimewa. Allah sudah mengistimewakan kita, dengan memberikan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus; dengan memelihara dan memberkati hidup kita, bahkan “bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi kita.” Allah mengistimewakan kita! Jangan ragukan itu! Berkat perlindungan dan pemeliharaan-Nya pasti sempurna.
Tetapi, apakah kita mengistimewakan Tuhan? Kita harus berdoa, sehingga nanti Tuhan akan memberi hikmat, bagaimana bisa mengistimewakan Tuhan. Masalahnya pada kita, kita sering kurang atau tidak memiliki kerinduan yang kuat untuk berkodrat ilahi. Kita merasa bahwa hal itu tidak dapat dicapai atau menganggapnya bukan hal yang penting. Kalau kita mau pergi ke luar kota apalagi ke luar negeri, beberapa hari bahkan beberapa minggu, kita harus melakukan persiapan, bukan? Semakin lama dan semakin jauh kita pergi, maka persiapannya semakin banyak. Bayangkan kalau mau pergi ke luar negeri dalam waktu yang lama dan jauh, namun hanya diberi waktu satu jam persiapan. Akhirnya, persiapan kita juga apa adanya.
Ke surga itu jauh, dan kekal di sana. Tidak bisa persiapannya dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun. Kita harus jauh-jauh hari persiapan. Kira-kira, persiapan apa yang kita lakukan? Kalau orang terbiasa sembarangan hidup, bisakah dalam waktu satu minggu hidup suci? Tidak bisa! Padahal, ia mungkin meninggal bukan minggu depan, jangan-jangan besok sore. Kenapa kita tidak takut akan hal itu? Dalam hal ini, berarti kita meremehkan Tuhan dan merendahkan nilai kekekalan. Kita mengolok-olok Tuhan dengan sikap seakan-akan surga tidak ada, atau seakan-akan Tuhan tidak datang; sekalipun kita rajin ke gereja dan aktif dalam pelayanan, bahkan menjadi pendeta.
Kalau kita tahu bahwa kita bisa dipanggil pulang Tuhan setiap saat, maka kita benar-benar mohon Tuhan melawat kita saat ini, bukan nanti. Karena nanti tidak ada lagi kesempatan. Jangan hanya senang mendengar khotbah dan mengaminkannya. Tetapi, kita harus melangkah, supaya “lipatan” hidup kita bisa dihilangkan dan membuat lipatan baru; lipatan hidup anak-anak Allah: gaya hidup dan cara berpikir anak-anak Allah. Jangan menunda! Tidak cukup, jika hari ini kita menangis, lalu menyatakan mau berubah. Kita harus bertindak, melangkah. Karena ternyata masalahnya ada pada kita, yaitu karena kita tidak serius dan menunda.
Surga itu jauh, di seberang kehidupan fana di bumi, dan kekal. Persiapannya sepanjang umur hidup kita. Mari pertanyakan, mengapa orang lain bisa berubah, sedangkan kita tidak? Karena mereka punya jam doa dan tekad mengasihi Tuhan, maka Tuhan menggarap mereka. Persoalan-persoalan berat yang kita hadapi kiranya memaksa kita untuk melakukan finishing well. Kadang tanpa persoalan berat, tidak bisa terjadi finishing well. Kalau mengasihi orang yang mengasihi kita, itu mudah. Tetapi kalau kita mengasihi orang yang membenci, dan orang itu sudah menerima budi baik kita, itu sangat menyakitkan. Tetapi kita tetap belajar untuk mengasihi. Sebab hal itu malah lebih mendorong kita pulang ke surga. Di bumi tidak ada kesenangan.
Kalau kita berdamai dengan Tuhan, Pemilik kehidupan, Dia menjagai kita, juga menjagai orang-orang yang kita kasihi. Kalau Tuhan di pihak kita, tidak ada yang bisa melawan. Maka, berdamailah! Kalau kita bisa menyenangkan dan memuaskan hati Allah, kita menjadi biji mata-Nya, Dia tidak akan membiarkan kita dirusak, disakiti. Kalaupun mengalami pengkhianatan, dilukai, disakiti, maka hal itu menyempurnakan kita. Allah itu hidup. Ia punya Kerajaan, dan kita hidup untuk Kerajaan-Nya. Maka, bertekadlah sungguh-sungguh. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan.
Masalahnya pada kita, kita sering kurang atau tidak memiliki kerinduan yang kuat untuk berkodrat ilahi.