Dalam Roma 8:14, firman Tuhan menunjukkan bahwa orang yang sah sebagai anak-anak Allah adalah orang yang hidup dalam pimpinan Roh Allah. Kualifikasi ini tidak bisa digantikan dengan yang lain. Orang yang hidup dalam pimpinan Roh adalah orang-orang yang selalu melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allah. Hanya orang yang memiliki cara berpikir Allah yang dapat melakukan hal ini. Itulah sebabnya dalam Roma 12:2, firman Tuhan mengatakan agar orang percaya tidak boleh serupa dengan dunia ini. Orang percaya harus berusaha mengerti kehendak Allah sampai tingkat sempurna. Hal ini haruslah menjadi pergumulan inti orang percaya. Dengan menjadi orang percaya, kita berutang untuk hidup menurut Roh, bukan menurut daging. Hidup menurut daging berarti menuruti diri sendiri atau hidup dalam kewajaran hidup seperti manusia lain. Mereka memikirkan hal-hal dari daging atau dunia ini. Mereka tidak berpikir mengenai kehidupan di balik kuburnya. Banyak orang Kristen masih berkondisi seperti ini. Ada pun hidup menurut Roh berarti hanya bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Tentu saja orang-orang yang hidup menurut pimpinan Roh tidak lagi hidup menuruti keinginannya sendiri, tetapi mengarahkan diri kepada kehendak dan rencana Tuhan, serta memfokuskan diri pada kehidupan yang akan datang, yaitu Kerajaan Surga. Jika orang percaya bisa melakukan hal ini, betapa hebat kualitas hidup yang dimilikinya. Hal inilah yang mengesahkan dan menunjukkan bahwa dirinya adalah anak-anak Allah.
Siapa yang tahu bahwa seseorang sudah hidup dalam pimpinan Roh atau belum? Tentu Roh itu sendiri. Itulah sebabnya dikatakan, “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’ Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Kata “roh perbudakan” dalam teks aslinya adalah pneuma douleias (πνεῦμα δουλείας) yang juga berarti the condition of a slave (kondisi atau situasi hidup dalam perbudakan). Hendaknya kata “roh” di sini tidak dipahami secara mistis sebagai suatu sosok atau oknum yang dapat diusir dengan cara ditengking. Ini merupakan gairah dunia yang ada dalam diri setiap individu sebagai akumulasi dari apa yang diserap dalam dunia. Kata “roh” dalam hal ini adalah spirit atau gairah. Sedangkan, Roh Allah akan bersaksi dalam batin setiap individu bahwa dirinya sudah menjadi anak Allah. Jika tidak demikian, Roh Allah tidak akan memberikan kesaksian. Jadi, orang percaya harus berjuang untuk keluar dari spirit atau gairah perbudakan—yang sama dengan hidup dalam daging. Dengan demikian, Roh Kudus akan mengevaluasi dan memberikan penilaian jujur. Dengan hal ini, hendaknya seseorang tidak mudah mengaku diri sebagai anak Allah hanya karena merasa sudah percaya dan gereja mengesahkannya.
Orang percaya yang menolak hidup menurut Roh atau dalam pimpinan Roh—sehingga masih memikirkan hal-hal yang dari daging—berarti masih hidup dalam “roh perbudakan.” Jadi jelaslah, apakah seseorang masih hidup dalam roh perbudakan atau sudah hidup dalam pimpinan Roh, tergantung masing-masing individu. Tuhan tidak dapat memaksa seseorang untuk keluar dari roh perbudakan apabila seseorang tidak dengan sadar dan sengaja melepaskan diri dari roh atau spirit perbudakan. Di sini seseorang tidak dapat menuntut pertanggungjawaban Tuhan atas keadaannya, sebab semua individu telah diberi kehendak bebas untuk memilih. Dengan demikian, tampaklah bahwa jemaat Roma adalah jemaat yang luar biasa. Mereka berani menentang aniaya yang hebat terhadap mereka dari pihak pemerintah Romawi. Mereka berani kehilangan apa pun juga demi iman mereka. Inilah orang-orang yang telah memikirkan hal-hal dari Roh, bukan dari daging. Itulah sebabnya, tanpa ragu-ragu Paulus mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih dari orang-orang yang menang.
“Orang-orang yang lebih dari pemenang” maksudnya adalah orang-orang Roma yang lebih menang dari hal kekayaan, kedudukan, kehormatan, dan lain sebagainya. Orang-orang percaya di Roma adalah individu yang secara aktif menghidupi jalan hidup anak Allah. Tidak mengherankan apabila mereka memiliki kesaksian dalam batin bahwa mereka adalah anak-anak Allah. Orang-orang percaya di Roma adalah anak-anak Allah yang bermartabat lebih dari semua orang-orang yang hebat menurut ukuran dunia. Anak-anak Allah memiliki keagungan lebih dari manusia pada umumnya dalam moral dan karakter di segala aspeknya, atau hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Tidak banyak orang bisa mencapai level ini, sebab memang sangat sulit. Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus sebagai jalan sempit; hanya sedikit orang yang bisa masuk. Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang terpilih.
Roh Kudus akan mengevaluasi dan memberikan penilaian jujur serta bersaksi dalam batin setiap individu bahwa dirinya sudah menjadi anak Allah.