Skip to content

Kepuasan Sejati

Tuhan Yesus berkata kepada perempuan Samaria di Perigi Yakub dekat kota Sikhar, yang ditulis dalam Injil Yohanes 4, “Jika kamu minum air ini, kamu haus lagi. Tetapi jikalau kamu minum air yang Kuberikan kepadamu, maka air yang kamu minum akan memancar dari hidupmu. Kamu akan memperoleh kepuasan, dan kamu akan memancarkan air kehidupan itu.” 

Apa pun yang kita nikmati dari apa yang Allah ciptakan, itu terbatas kenikmatannya. Sampai ada satu titik puncak. Tetapi jikalau kita menikmati Yang Menciptakan, yaitu Allah sendiri, maka kita akan menikmati kepuasan yang tiada batas; kepuasan yang sejati. Artinya kita akan menikmati terus-menerus, dan itu menjadi kehidupan kita. Kita harus berani memercayai hal ini bahwa hanya Tuhan yang dapat memuaskan dahaga jiwa kita. Pada umumnya, mata hati dan pengertian manusia sudah buta. Buta oleh cara berpikir, prinsip, dan filosofi hidup yang diserap dari dunia ini. Dengan kalimat lain, pada umumnya manusia telah sesat di dalam pikiran dan selera jiwanya. Sejak kecil, manusia seperti kita telah diasuh oleh dunia ini. 

Prinsip-prinsip, konsep-konsep, filosofi hidup kita adalah prinsip, filosofi, dan konsep hidup yang kita serap dari lingkungan kita. Sehingga kita berpikir: “Kalau punya ini, aku bahagia. Kalau mengalami ini, aku puas. Kalau mencapai ini, aku akan tenang. Jika aku memiliki ini, aku terjamin.” Hal itu yang menggerakkan hidup kita dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, sampai menutup mata. Gambaran hidup seperti ini ditulis oleh Lukas 12. Jadi ini bukan hanya untuk orang kaya, melainkan juga untuk orang miskin yang tidak memiliki pengertian. 

Tuhan Yesus berkata, “Waspadalah kamu, berjaga-jaga terhadap segala ketamakan.” Kita mungkin berkata, “Saya tidak tamak.” Mengertikah kita apa artinya tamak dalam konteks ini? Tamak bukan berarti hanya mengingini banyak. Sebab selama ini yang kita pahami, “tamak” adalah kalau kita mengingini banyak, tidak puas dengan apa yang sudah kita miliki. Di dalam kekristenan, tamak adalah ketika seseorang tidak merasa cukup dengan Tuhan saja. Menikmati Tuhan, itu cukup. Namun, filosofi dan prinsip hidup seperti ini nyaris tidak kita temukan dalam hidup manusia hari ini. Bukan hanya dalam kehidupan jemaat, juga dalam kehidupan hamba Tuhan atau dalam kehidupan pendeta, belum tentu sudah sampai pada tingkat ini. 

Ini adalah pilihan. Tidak membedakan pendeta atau jemaat, semua kita harus masuk pada kawasan pengalaman hidup ini, yaitu hanya Tuhan yang tidak terbatas, hanya Tuhan yang dapat memuaskan jiwa kita. Kita minum air dunia ini, kita haus lagi, lalu akan mencari yang lain. Namun, kalau kita minum air dari Tuhan, kita tidak haus lagi, bahkan memancarkan pancaran-pancaran ilahi yang memberkati sesama. Maka kita harus berani mengubah cara berpikir, konsep, dan filosofi hidup kita. Oleh sebab itu, yang kita harus lakukan, di setiap pagi hari ketika kita melek mata adalah hanya melayani Tuhan. Melayani Tuhan artinya melalui berbagai peristiwa hidup, kita lakukan segala sesuatu untuk Tuhan. 

Seperti yang dikatakan dalam firman Tuhan, “Baik kamu makan atau minum, atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua itu untuk kemuliaan Tuhan.” Jadi walaupun kita tidak memiliki kegiatan di dalam lingkungan gereja—bukan pendeta, bukan aktivis gereja, bukan majelis—tetapi jadikan setiap peristiwa hidup yang kita jalani adalah pelayanan bagi Tuhan. Dan itu kita harus latih. Dari pengalaman hidup yang kita jalani, tentu kita dapat berkaca kepada diri kita sendiri, betapa sulitnya mengenakan kebenaran firman Tuhan yang murni di dalam hidup. Namun, syukur kepada Tuhan, lewat perjalanan waktu, kita seperti “dipaksa” Tuhan untuk masuk dalam proses pendewasaan. 

Tuhan Yesus sudah mengingatkan kita di Lukas 12 bahwa hidup manusia tidak bergantung dari kekayaan. Namun, ternyata manusia bergantung kepada materi, bukan bergantung kepada Penciptanya, Sang Khalik. Sampai akhirnya kita membaca bagaimana orang tersebut mati di dalam kebodohan. Maka, hari ini kita mau mengambil keputusan dan pilihan untuk memilih Tuhan sebagai satu-satunya yang bisa memuaskan dahaga jiwa kita. Ini harus berani kita pilih. Roh Kudus pasti menolong kita. Tidak menunggu kita menjadi fulltimer gereja atau menjadi pendeta, baru menyenangkan Tuhan. Sebab belum tentu itu menyenangkan Tuhan. Namun, apa pun yang kita jalani, apa pun yang kita lakukan, kita memandang Tuhan dan kita mempersembahkannya untuk Dia. 

Jikalau kita menikmati Yang Menciptakan, yaitu Allah sendiri, maka kita akan menikmati kepuasan yang tiada batas; kepuasan yang sejati.