Surga adalah tempat orang-orang berkualitas; orang-orang yang sejak di bumi ini sudah tampak kepatutannya. Ini yang semestinya menjadi pergumulan berat hidup kita. Melihat hidup kita sekarang ini, apakah kita memiliki kepatutan atau kepantasan untuk masuk Kerajaan Surga untuk masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah? Kita mesti jujur dengan diri kita sendiri. Jangan hanya “yakin-yakin saja.” Sebab kalau “yakin,” itu masih bersifat spekulatif. Kita harus benar-benar tahu. Tahu dari pengalaman, tahu dari realita hidup. Setelah kita melewati perjalanan panjang hidup sebagai orang Kristen, apalagi sebagai orang yang mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan, kita baru mengerti bahwa faktor usia itu penting. Jadi, makin mendekati tua—pada umumnya—kita menyadari bahwa faktor usia menumbuhkan kesadaran akan singkatnya hari hidup kita, kedahsyatan kekekalan, baik kengerian masuk neraka atau kedahsyatan kemuliaan di surga. Hal itulah yang membuat kita mau mempersiapkan diri dengan baik, mempersiapkan diri dengan saksama, bagaimana kita memiliki hidup yang layak masuk dalam Kerajaan Surga. Akan tetapi, kalau kita ikut hanyut dengan segala kesibukan yang dilakukan manusia di sekitar kita, akhirnya kita kehilangan kesempatan membenahi diri. Kita hanyut dengan rutinitas, langsam, yang akhirnya berhenti. Orang yang tidak mempersiapkan diri dengan saksama, ujung hidupnya pasti sangat mengerikan.
Melihat orang yang sedang berjuang di ujung maut merupakan pengalaman yang menegangkan, terlebih atas mereka yang tidak siap meninggal dunia. Ketika dia memandang wajah istri dan anak-anaknya dengan begitu sendu, begitu pilu, begitu sedih, dia ada dalam ketakutan hebat. Rasanya kita bisa membaca apa yang di dalam hatinya, seakan dia mau mengatakan, “Saya takut, saya takut.” Coba seandainya dia mengisi hari hidupnya di tengah-tengah kepadatan dan kesibukan, namun tetap menempatkan hal mempersiapkan diri untuk kehidupan kekekalan sebagai hal utama, maka kematian itu mestinya menjadi momentum yang membahagiakan. Karena ada pengharapan dan layak memiliki pengharapan itu. Ironis, banyak orang Kristen yang berkata, “Saya lebih baik meninggal dunia, saya lebih baik mati daripada begini. Lebih baik saya mati saya bersama Tuhan.” Sejujurnya, apakah benar dia akan mati bersama Tuhan? Dari cara bicara, dari kualitas hidupnya menentukan apakah ia layak mengatakan itu. Pengharapan itu hanya layak dimiliki oleh orang-orang yang telah mengisi hidupnya dengan benar. Jadi sekarang, jangan kita punya keinginan apa-apa, jangan lagi hanyut dengan berbagai persoalan atau tenggelam dengan berbagai persoalan. Justru itu menjadi pemicu kita untuk melihat kenyataan bahwa memang dunia bukan tempat kita berlabuh. Dunia bukan tempat kita berlabuh, dunia tempat kita singgah sementara. Pelabuhan kita di Kerajaan Surga, bukan di bumi ini. Jangan hanyut oleh persoalan-persoalan sehingga fokus kita tidak tertuju kepada Tuhan. Tapi juga jangan hanyut dengan berbagai kesenangan dan kelimpahan. Nyaman, terhormat dengan anak-anak, menantu, cucu-cucu yang menjunjung tinggi, mengasihi, dan melindungi. Kita menjadi seperti raja atau ratu dalam lingkungan besar keluarga dan kerabat. Ingat, Tuhan menghendaki agar kita bisa sungguh-sungguh hanya fokus ke Tuhan.
Orang yang tidak bisa mengatakan “Kucinta Kau, Tuhan,” dari hati yang benar, tidak layak masuk Kerajaan Surga. Sekarang yang harus kita usahakan adalah bagaimana kita fokus mempersiapkan diri menghadapi kekekalan kita dengan mengubah cara berpikir dan gaya hidup kita yang salah. Nanti Roh Kudus akan menolong kita. Jangan tenggelam dengan persoalan-persoalan yang masih menyusahkan hidup kita. Menjadi kekhawatiran yang sebenarnya adalah ketika kita belum siap bertemu Tuhan. Karena kita telah menghabiskan panjang waktu umur hidup hanya untuk sibuk dengan segala hal. Kita menyaksikan sendiri, rasanya waktu ini berjalan dengan cepat. Tapi sekarang, kalau masih ada sisa waktu, mari kita mempersiapkan diri menghadapi kekekalan kita. Perpisahan pasti menyayat hati. Namun jika kita mengerti bahwa kematian adalah momentum yang membahagiakan dan dinantikan, dan sebagai orang percaya yang setia memelihara imannya, kita akan mendapat tempat yang nyaman dan bahagia bersama Tuhan, untuk apa diratapi? Karena kita akan meninggal dengan bermartabat.
Pengharapan masuk dalam Kerajaan Surga hanya pantas dimiliki oleh orang-orang yang telah mengisi hidupnya dengan benar.