Skip to content

Kenyamanan, Keamanan, dan Kemakmuran yang Ideal

Kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran yang ideal adalah kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran dalam bingkai kesucian dan kekudusan Allah. Dimana dalam kenyamanan, keamanan, serta kemakmuran yang dimiliki seseorang, ia hidup dalam persekutuan dengan Allah, dalam pengabdian kepada Allah, hidup di dalam kekudusan dan kesucian-Nya. Irama ini tidak mudah terwujud di dalam kehidupan seseorang. Jujur saja, jarang sekali orang yang bisa memiliki kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran yang benar ini. Sebab pada umumnya, kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran diukur secara materi dalam jumlah dan kualitasnya. Maka, orang berusaha untuk memiliki sebanyak-banyaknya yang orang lain juga miliki, dalam kuantitas yang lebih besar dan kualitas yang lebih tinggi.

Dunia kita ini adalah dunia yang sudah terkutuk dan terhukum. Jadi, masuk zaman Perjanjian Baru, dimana Allah menyediakan Kerajaan-Nya—dan Kerajaan Allah bukan soal makan dan minum, melainkan kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus—maka kita harus masuk di dalam Kerajaan Allah tersebut. Kalau bangsa Israel berorientasi pada Kerajaan Allah secara duniawi, tetapi umat Perjanjian Baru, tidak lagi dituntun oleh hukum, tetapi oleh Roh Kudus untuk dapat berpikir, berperasaan seperti Tuhan Yesus; dimana Tuhan Yesus menjadi hukumnya. Jadi sangat keliru kalau orang Kristen kembali pada konsep Kerajaan Allah Perjanjian Lama yang masih dalam bingkai duniawi. Ironis, banyak orang Kristen yang masih memiliki bingkai berpikir umat Perjanjian Lama; Doa Yabes, perpuluhan, persembahan buah sulung, seremonial. Bukan tidak boleh melakukan hal-hal tersebut, tapi tekanannya harus sudah dalam Roh dan kebenaran. Karena kesalahan ini sudah begitu parah selama puluhan bahkan ratusan tahun, maka banyak orang—termasuk gereja—tidak menemukan kekristenan yang sejati.

Kita harus memiliki bingkai berpikir yang baru sebagai umat Perjanjian Baru. Orang percaya yang masih berbingkai umat Perjanjian Lama, pasti memburu kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran secara duniawi. Tujuan umat Perjanjian Baru bukan pemerintahan Allah secara dunia seperti bingkai kehidupan bangsa Israel, melainkan Kerajaan Allah secara rohani dalam bingkai pemerintahan Allah, kesucian Allah dimana umat pilihan-Nya tidak harus berdarah daging keturunan Abraham, tetapi keturunan Abraham secara iman. Hukumnya bukan hukum Taurat, melainkan Tuhan sendiri; harus menjadi seperti Yesus, berperilaku seperti Yesus yang adalah model Anak Allah. Kalau kita melihat kehidupan banyak orang Kristen hari ini pada umumnya, mereka berkulit Kristen, namun dalamnya Perjanjian Lama. Maka Tuhan Yesus berkata, “Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya” (Mat.9:17). Kantong tempat menyimpan anggur dikenal dengan istilah “kirbat.” 

Anggur baru harus taruh di kirbat yang baru. Kalau anggur baru dimasukkan kirbat tua yang terbuat dari kulit, maka kirbat tersebut bisa pecah atau bocor. “Anggur baru” di sini adalah kebenaran di dalam Injil, yang harus dimasukkan dalam bingkai pemikiran umat Perjanjian Baru. Sayang sekali, banyak orang Kristen yang bingkai berpikirnya itu masih bingkai berpikir umat Perjanjian Lama. Maka, tidak heran khotbah-khotbah yang disampaikan itu kutipan-kutipan Perjanjian Lama yang secara mentah dimaknai sebagai kebenaran yang bisa dikenakan untuk umat Perjanjian Baru. Memang Perjanjian Lama itu kaya dengan hikmat. Tetapi apa yang diajarkan Yesus, lebih dari hikmat-hikmat yang diberikan kepada umat Perjanjian Lama. Yang karenanya Yang Mulia Tuhan kita, Yesus Kristus, berkata, “Banyak nabi-nabi dan orang-orang benar ingin mendengar apa yang kamu dengar dan melihat apa yang kamu lihat.” 

Karena orientasi berpikir umat Perjanjian Lama masih pada duniawi dan hukum Taurat merupakan bingkai berpikirnya, maka orang Yahudi disebut menyangkal Allah kalau mereka menyembah allah lain dan tidak mengikuti Taurat. Tapi orang Kristen dinilai menyangkal Yesus ketika ia tidak mengikuti jejak-Nya. Dahulu, kita pikir yang disebut “menyangkal Yesus” adalah mereka yang pindah agama. Sejatinya, banyak orang percaya yang tidak pindah agama, namun sudah menyangkal Yesus, yaitu ketika mereka tidak mengenakan kehidupan Yesus dalam hidupnya. Ketika seseorang mengenakan gaya hidup anak dunia, sejatinya ia sudah menyangkal Yesus. Ini yang dimaksud dengan “dibenarkan oleh iman;” yang berarti harus diperbarui dan hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Berkat yang luar biasa terjadi pada zaman penganiayaan. Orang yang berani mengaku percaya kepada Yesus, langsung dianiaya hingga mati. Tapi kondisi itu membuat mereka bisa menerapkan “dibenarkan oleh iman” secara konsekuen dan konsisten. Jadi, keberanian mereka meninggalkan percintaan dunia dan dosa, mengondisi mereka memiliki iman yang benar.

Kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran yang ideal adalah kenyamanan, keamanan, dan kemakmuran dalam bingkai kesucian dan kekudusan Allah.