Skip to content

Kenikmatan yang Mengganggu

Paulus berkata, “Aku takut kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular dengan kelicikannya.” Tuhan membuat analogi atau sebuah bentuk paralel antara ketidaksetiaan kepada Kristus dengan ketidaksetiaan Adam Hawa kepada Allah, dengan makan buah. Dari ayat ini, kita menangkap satu hal bahwa kita tidak boleh memetik sesuatu apa pun yang kita merasa nikmat. Banyak hal yang bisa kita petik, yang darinya kita merasa nikmat. 

Seharusnya yang kita nikmati hanya satu: kehadiran Tuhan. Di luar itu, tidak ada. Tetapi kita masih bisa menikmati apa pun dalam arti tidak terikat. Coba kita bergumul terus, sehingga kita bisa tidur nyenyak di atas dipan, papan keras, atau springbed. Makan apa pun juga enak. Tetapi kalau sampai terikat di hati, tidak boleh selain Tuhan dan kehadiran-Nya. Tuhan tidak menghendaki ada seseorang atau sesuatu yang kita nikmati yang mengganggu keintiman kita dengan Tuhan. 

Jadi, kita mengerti mengapa Tuhan berkata, “Kalau kamu tidak membenci ayahmu, ibumu, saudaramu laki-laki, perempuan, kamu tidak layak bagi-Ku.” Kelihatannya, ini berlebihan. Tetapi, kalau kita masuk dalam pergumulan pertumbuhan iman, pertumbuhan mengenal kebenaran, pertumbuhan perubahan kodrat, kita tidak menganggap ini berlebihan. 

Kalau kita masih terikat dengan kesenangan-kesenangan kita sendiri, maka kita belum mengenakan gairah Yesus. Kita harus berjuang terus agar bisa melakukan gairah Yesus, sehingga bisa berkata: “Hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Sampai tingkat itu, kita baru bisa mengerti yang dimaksud Paulus dalam Kolose 3:2, “Aku sudah mati, hidupku tersembunyi bersama dengan Allah di dalam Kristus.” Orang-orang seperti ini tidak akan mengingini sesuatu yang jika Yesus hidup di zaman kita sekarang, Dia tidak mengingini itu. Kita harus menyambutnya dan berkata, “Aku mau, Tuhan. Belas kasihani aku. Tolong aku sampai pada tingkat ini.” 

Jika demikian, baru kita bisa merasakan kerinduan bertemu Tuhan. Sebab kalau tidak, kita tidak akan berani bertemu Tuhan. Kalau hidup kita masih tidak bersih, kita tidak mungkin bisa ada di surga. Ibarat ikan air tawar masuk air laut; atau ikan air laut masuk ke air tawar, tidak mungkin atau tidak bisa karena pasti mati. Kita tidak mungkin merindukan Tuhan, sementara “si aku” dalam diri kita masih belum dimatikan. Jika belum mengenakan gairah Yesus, tidak bisa. Sering kita hanya terlarut dalam perasaan sentimentil semata dan itu sebenarnya menipu.

Alkitab berkata, “Laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, bersatu dengan istrinya. Mereka menjadi satu daging.” Kalau kita, harus meninggalkan dunia supaya seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 6:17, menjadi satu roh dengan Allah. Tidak meninggalkan dunia, tidak akan bisa satu roh. Padahal, kalau kita meninggalkan percintaan dunia, tidak akan menjadi miskin juga. Tuhan pasti akan memelihara kita, sebab Tuhan yang Empunya langit dan bumi. 

Tuhan berkata, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Kalau “dua tuan,” kita akan membahagiakan yang satu dan melupakan yang lain. Artinya hanya Dia yang kita kasihi dan tidak memperdaya (mengeksploitasi) Tuhan. Kita hanya mau menyenangkan Tuhan. Hal ini tidak bisa dibangun dalam satu hari. Maka, kita harus betul-betul serius mendesain waktu, membuat jadwal waktu bertemu Tuhan. Dengan sengaja, sadar, buatlah itu! Jangan lagi menonton yang tidak perlu, tetapi dengarkan khotbah. Jika melihat yang tidak perlu dilihat, kita hanya membuang waktu, dan mengotori pikiran dengan hal-hal yang tidak perlu. Akibatnya, kita menjadi tidak rohani. Sebagus apa pun khotbah yang kita dengar, tidak akan menyentuh hati kita.

Tuhan mau kita monoteis; hanya Tuhan. Maka, tidak boleh ada sesuatu atau seseorang yang menggantikan tempat Tuhan di dalam diri kita. Hanya Tuhan saja di dalam diri kita. Mudah melakukannya saat merasa hidup kita menderita, sehingga kita hanya melihat kepada Tuhan saja. Tetapi ketika kita dalam keadaan senang, tidak berkekurangan, mau berbuat apa saja bisa, ini menjadi suatu tantangan yang sulit dan berat sekali. Waktu menderita, begitu mudah kita merindukan untuk pulang ke surga, karena kita sangat ingin terlepas dari keadaan yang menyesakkan. Tetapi ketika kita nyaman di dunia, kita lupa akan kerinduan untuk pulang tersebut. Bahkan, kita lupa bahwa kita bukan berasal dari dunia ini sehingga kita tidak ingin pulang. Oleh sebab itu, Tuhan mendatangkan banyak kejadian dalam hidup kita yang membuat kita tidak merasa nyaman, sehingga kita tetap berkerinduan untuk pulang ke tempat yang telah Ia sediakan.

Tuhan tidak menghendaki ada seseorang atau sesuatu yang kita nikmati yang mengganggu keintiman kita dengan Tuhan.