Satu hal yang harus selalu kita ingat bahwa inti kekristenan yang sejati adalah kehidupan Yesus. Serupa dengan Yesus dalam hal karakter adalah sebuah kemutlakan. Tidak ada kehidupan lain yang menjadi pola atau standar bagi kehidupan Kristen, selain kehidupan Yesus. Hal ini dikemukakan dalam surat 1 Yohanes 2:6 yang berbunyi: “Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.” Barangsiapa percaya bahwa Allah itu ada, maka konsekuensinya ia harus hidup seperti jejak yang dikehendaki oleh Allah, yakni jejak kehidupan Yesus. Para rasul dan orang percaya abad mula-mula telah membuktikan hal ini. Mereka menjadikan kehidupan Yesus sebagai jejak satu-satunya dimana mereka berkiblat. Sampai mereka disebut Kristen karena perilaku mereka seperti Yesus.
Standar ini berlaku bagi semua orang Kristen, bukan hanya untuk pendeta atau aktivis gereja. Firman Tuhan berkata dalam 1 Petrus 2:9, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” Alkitab mengatakan bahwa setiap orang percaya adalah imamat yang rajani, bangsa yang kudus, kepunyaan Allah sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang percaya dari kalangan sosial mana pun memiliki standar yang sama. Baik ia seorang pendeta, aktivis, maupun jemaat biasa yang tidak terlibat secara khusus dalam pelayanan. Setiap orang yang mengaku Yesus sebagai Tuhan, wajib mengikuti standar ini, yaitu jejak kehidupan Tuhan Yesus. Gereja tidak boleh mengesankan bahwa pendeta atau aktivis memiliki pola hidup yang lebih tinggi dibanding jemaat. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pendeta dan aktivis menjadi contoh yang disorot oleh banyak mata jemaat. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa jemaat boleh merasa aman untuk memiliki standar hidup yang lebih rendah. Seakan-akan jika statusnya jemaat, ia lebih dimaklumi untuk hidup duniawi dibanding pendeta atau aktivis. Sesungguhnya ini adalah pola pemikiran beragama yang harus kita hindari.
Setiap orang memiliki perjuangan yang sama, yaitu untuk tidak terikat dengan keindahan dunia, dan semua yang kita usahakan benar-benar untuk kepentingan Kerajaan Allah. Hal ini sejajar dengan kehidupan Tuhan Yesus yang hidup hanya untuk kepentingan Kerajaan Allah. Komitmen-Nya teruji ketika diperhadapkan Iblis dengan pencobaan di padang gurun. Tuhan Yesus menolak untuk menyembah Iblis, ganti dunia yang akan diberikan kepada-Nya. Ia tidak melihat dunia sebagai sesuatu yang harus diraih sebagai tujuan. Sebaliknya, Tuhan melihat bahwa Allah Bapa adalah satu-satunya tujuan hidup yang harus diperkenan selama hidup-Nya. Oleh karena itu, setiap orang Kristen harus memiliki tekad untuk sempurna, meninggalkan percintaan dunia, dan berkemas-kemas pulang ke surga. Kita harus siap sedia berjuang untuk menjadi anak-anak kesukaan Bapa setiap saat. Inilah satu-satunya agenda hidup kita.
Jika dalam hidup ini kita mencapai sukses, jangan sampai hal itu dipandang sebagai standar yang menjadi tujuan hidup. Sukses kita tidak diukur dari berapa banyak uang atau materi yang kita miliki, kedudukan yang kita capai, gelar, pangkat yang telah kita gapai, tetapi seberapa kita benar-benar menjadi anak kesukaan Allah seperti Yesus. Jelas, Kolose 3:1-3 firman Tuhan mengatakan, “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” Kesuksesan kita adalah ketika kita berhasil mencapai jejak hidup yang dipertunjukkan oleh Yesus selama Ia hidup di bumi ini, yang tercatat dalam Injil. Baik itu dalam tingkah laku, belas kasih, kemurahan hati, kesucian, dan karakter lainnya yang berkenan di mata Bapa.
Hendaknya kita menyediakan diri kita untuk diajar oleh Tuhan. Memang harus diakui kita belum mencapai kesempurnaan, tetapi ini tidak boleh menyurutkan semangat kita untuk belajar. Belajar untuk menjadi anak-anak kesukaan Allah dalam segala hal. Tanpa kesungguhan untuk belajar mengenakan jejak hidup Tuhan Yesus, maka kita tidak akan pernah masuk ke dalamnya. Kehidupan Tuhan Yesus harus menjadi kemutlakan bagi kita untuk dikenakan. Tidak ada yang lebih mutlak selain mengenakan kehidupan Yesus. Kaya, terhormat, memiliki banyak fasilitas, harus dipandang sebagai relatif. Boleh dimiliki, boleh tidak dimiliki. Akan tetapi, kehidupan seperti Yesus adalah sebuah kemutlakan yang harus dimiliki, karena hidup kita hanya untuk mengenakan jejak-Nya