Skip to content

Kemuliaan di atas Segala Kemuliaan

Ada sebuah hukum atau tatanan yang tidak bisa diubah, dikurangi atau direduksi, yaitu kalau kita mau memiliki Tuhan seutuhnya, maka kita tidak boleh memiliki apa pun dan siapapun. Bukan berarti lalu kita tidak memiliki rumah, mobil, atau fasilitas lainnya, tapi kita tidak memperhitungkannya sebagai harta. Di dalam Filipi 3:7-9, Rasul Paulus mengatakan: “Aku melepaskan semuanya dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” Memperoleh Kristus bukan hanya memiliki Yesus, melainkan juga memiliki spirit dan gairah-Nya.
Selanjutnya, “Apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus Tuhanku lebih mulia, dari segala sesuatu.” Jadi kalau kita masih merasa memiliki sesuatu atau seseorang dan itu membelenggu kita, kita tidak dapat memiliki Kristus sebab kita tidak bisa memiliki gairah-Nya, pikiran dan perasaan-Nya. Ini memang berat, tetapi kalau kita berjuang untuk bisa mencapai hal ini, maka itu akan menjadi kenikmatan tersendiri. Sebab, ada keringanan hidup dan keriangan hidup di dalamnya.
Bersyukur kita dibawa Tuhan kepada pemahaman ini. Tetapi, jangan berhenti hanya sampai di sini. Mari kita juga mengenakannya. Bagi kita yang sudah mulai berumur, mestinya kita mampu melakukannya. Bagi anak-anak muda, harus mulai berjuang. Kalau anak-anak muda bisa mengenakan kebenaran ini, ibarat lebih dari memiliki harta apa pun. Sebab sesungguhnya, itulah keberhasilan hidup. Tidak ada yang lebih berharga dan yang lebih mulia dalam kenyataan hidup ini selain Tuhan.
Kalau kita memiliki Tuhan dalam hidup kita, berarti kita memiliki kekayaan di atas segala kekayaan, kemuliaan di atas segala kemuliaan, kehormatan di atas segala kehormatan. Mungkin timbul pertanyaan di hati kita, sebegitu hebatnyakah pengenalan Paulus terhadap Tuhan; atau sebegitu tingginya pengenalan Paulus terhadap Tuhan, sampai dia bisa melakukan hal ini? Ya, Paulus mempertaruhkan hidupnya untuk mengenal Tuhan. Ia meninggalkan jabatannya sebagai salah satu anggota Sanhedrin. Dia juga melepaskan semua fasilitas yang dimiliki sebagai pemimpin agama Yahudi.
Memang hal ini tidak terjadi dalam satu hari, tetapi melalui proses. Sebab setelah Paulus mengalami perjumpaan dengan Tuhan, dia memisahkan diri dan belajar. Hal ini mengingatkan kita tentang perumpamaan yang Tuhan Yesus kemukakan mengenai seorang peladang yang menemukan harta yang tersembunyi dalam tanah. Harta itu tersimpan di dalam bejana tanah liat; berarti tidak bisa dilihat apa isinya. Peladang itu tidak bermaksud untuk mencari harta, tapi dia menemukan. Ketika dia menemukan harta tersebut, dia menjual segala miliknya untuk membeli ladang itu. Banyak ladang yang lain, tetapi peladang ini begitu ekstrem karena berani menjual semua miliknya demi memperoleh harta yang tersimpan itu.
Percayakah kita bahwa kemuliaan Tuhan, kekayaan kebenaran, suasana sukacita di hadirat Tuhan itu melampaui yang dapat kita bayangkan dan pikirkan? Ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata dan dijelaskan kepada orang lain. Orang harus mengalami sendiri mengenai kebenaran. Bagi mereka yang pikirannya tertutup terhadap kebenaran, mereka tidak bisa mengecap kebenaran. Bahkan mungkin mereka akan berkata, “Apa maksudnya?” Atau mungkin mereka menaruh curiga terhadap kebenaran yang kita sampaikan, karena mereka nilai dengan sudut pandang mereka. Mereka bisa tidak mengerti kebenaran, karena tidak mengecap hadirat Tuhan.
Oleh sebab itu, kita harus setia datang ke gereja, ikut doa, sehingga tahap demi tahap, kita bisa tersentuh oleh kebenaran. Selanjutnya, kita akan menikmati kebenaran itu, sampai kita seperti kecanduan; addict terhadap kebenaran itu. Seperti Firman Tuhan katakan, “Firman Tuhan membangkitkan, menyegarkan tulang-tulangku, sampai menyegarkan tubuh fisik kita.” Itulah membuat kita bisa bersemangat. Apa yang dulu kita anggap bernilai atau memiliki kualitas tinggi, sekarang menjadi tidak bernilai; satu per satu akan luruh karena pengenalan kita akan kebenaran-Nya.
Kita mulai belajar tentang Kerajaan Surga, dan kita akan semakin menghayati bahwa Kerajaan Surga itu riil. Kemuliaan surga itu luar biasa, sampai-sampai kita seperti sudah melihat surga sebelum kita memasukinya. Seperti Abraham di Ibrani 11, dari jauh dia melihat negeri itu melambai-lambai. Ini pasti bukan fisik; pasti dalam iman. Demi negeri yang Allah tunjukkan, dia ikut saja. Dia percaya itu lebih baik dari semua keindahan yang ada di kampung halamannya, sehingga dia rela meninggalkan rumah dan sanak familinya di mana dia menikmati kehidupan. Dia lepaskan semuanya. Pantas jika dia bisa disebut “bapak orang percaya.” Bahkan, ketika dia harus mempersembahkan milik yang paling dia sayangi, Ishak, dia pun melakukannya dengan taat.
Kalau kita tidak mulai berjuang hari ini, kita tidak akan pernah bisa menggosongkan bejana hati kita. Kalau kita mulai sekarang berjuang untuk mencari wajah Tuhan, mendengar firman, berdoa, maka kita bisa melepaskan segala sesuatu atau mengosongkan bejana hati kita dari segala keinginan dan hasrat-hasrat dunia. Dengan demikian, kita bisa menjadi manusia baru sesuai dengan standar Bapa.

Kalau kita memiliki Tuhan dalam hidup kita, berarti kita memiliki kekayaan di atas segala kekayaan, kemuliaan di atas segala kemuliaan, kehormatan di atas segala kehormatan.