Skip to content

Kemapanan Hidup

Sejak kecil, cara berpikir kita telah dibentuk oleh lingkungan, yaitu bagaimana memiliki sebuah kehidupan yang mapan. Mapan artinya kokoh, tidak goyah, stabil, dan selalu berkeadaan baik. Biasanya, kemapanan diukur dari keahlian seseorang yang dapat menjadi modal untuk jabatan atau pekerjaan supaya memperoleh uang; atau bagi orangtua, untuk mempersiapkan warisan. Kemapanan lebih diteguhkan oleh prestasi mengumpulkan uang dan memiliki berbagai fasilitas. Lebih lengkap lagi, kalau memiliki kekuasaan atau memiliki relasi dengan pejabat tinggi, untuk membuat hidup lebih aman dan terjamin.

Filosofi hidup seperti ini sudah mengakar di dalam diri semua kita. Filosofi ini sudah menjadi belenggu dalam pikiran semua manusia, termasuk di dalamnya orang-orang Kristen. Sehingga, dalam stadium atau level tertentu—karena kurangnya pengajaran yang diserap, kurangnya pergumulan dan pergaulan kita dengan Tuhan—kita tidak pernah memperkarakan bagaimana menyelenggarakan hidup seperti hidup Yesus. Sebab, mengikut Tuhan Yesus bukan sekadar beragama Kristen, melainkan juga mengikuti jejak-Nya. Itulah sebenarnya martabat kita. The great man before God; menjadi orang besar dan mulia di hadapan Tuhan.

Orang yang salah memahami kemapanan tidak mungkin menyelenggarakan hidup sesuai dengan moral Tuhan Yesus. Banyak orang berpikir bahwa mengikut Tuhan Yesus berarti memiliki jaminan penyelenggaraan hidup di dunia ini. Hal ini dilandaskan pada keyakinan bahwa Tuhan bukan saja baik, melainkan juga kuat. Mereka tidak mengerti isi kebaikan Tuhan; “baik” menurut Tuhan itu apa dan bagaimana. Dan tentu saja mereka juga tidak memahami kehendak dan rencana-Nya. Mereka berpikir, dengan percaya kepada Tuhan maka Tuhan akan memelihara hidup mereka seperti yang mereka idamkan.

Banyak orang Kristen mau mengikut Tuhan Yesus dengan caranya sendiri, bukan dengan standar Tuhan atau Injil. Dan dunia kita ini semakin jahat, semakin jauh dari kebenaran orisinal yang diajarkan Tuhan Yesus. Sejujurnya, dewasa ini banyak pembicara Kristen yang menyesatkan umat; gereja keluar dari rel yang Tuhan Yesus gariskan. Kekristenan hanya menjadi agama dengan berbagai atribut dan berbagai ciri keberagamaan. Mereka mengajarkan bahwa ikut Tuhan Yesus dapat membangun kemapanan di bumi. 

Pemikiran seperti ini adalah pemikiran orang beragama pada umumnya. Mereka akan mempromosikan bahwa allahnya benar, dan itu ditandai dengan kesuksesan mereka dalam karier, berpolitik, kekuasaan, makmur jasmani, dll. Ini adalah pemikiran sesat; pemikiran orang beragama pada umumnya. Tanpa disadari, banyak orang Kristen yang berurusan dengan Tuhan hanya karena ingin membangun Firdaus di bumi. 

Tuhan bukan tidak memedulikan kita, tapi Tuhan mengajak kita untuk memiliki kehidupan yang mapan di dalam Dia. Orang yang mengingini kehidupan yang mapan seperti konsep orang-orang dunia adalah orang yang mencintai dunia dan sedang berkhianat kepada Tuhan; dalam proses berkhianat total kepada Tuhan. Sebab, Tuhan tidak pernah mengajarkan untuk mencari kemapanan di bumi. Ini yang Tuhan ajarkan: “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Mat. 8:20). 

Mengikut Tuhan Yesus berarti hidup dalam ketidakmapanan, seperti cara hidup Tuhan Yesus ketika Ia mengenakan tubuh manusia yang berdaging. Orang yang mengingini kemapanan di bumi adalah orang yang membangun kerajaannya sendiri. Jangan harap orang orang yang membangun kemapanan di bumi mewarisi Kerajaan surga bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Maka, selagi ada kesempatan, mari kita bertobat. Bertobat itu bukan hanya perubahan kelakuan, tapi perubahan cara berpikir yang menyebabkan perubahan kelakuan. Bukan hanya masalah moral umum, melainkan juga batiniah kita yang makin dibaharui. Dan jangan minta apa-apa, selain ini: “aku mau berkenan pada-Mu.” Apa yang kita “butuhkan” (bukan yang kita ingini) yang Bapa tidak penuhi? Tidak ada.

Alkitab mengatakan, “Bapamu tahu bahwa kamu memerlukannya.” Masakan kita meragukannya? Kita harus yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan kita, asalkan kita tidak meninggalkan Tuhan. Jadi, bagaimanapun manusia tidak bisa mapan, karena manusia pasti mati. Dan, kita tidak tahu kapan kita mati. Dunia selalu berubah tanpa dapat kita prediksi. Kita tidak boleh optimis berlandaskan apa yang ada di bumi ini. Optimisme kita hanya ada di langit baru dan bumi yang baru (LB3). Kita optimis bahwa Tuhan akan memelihara kita sampai kekekalan. Sekarang, saatnya kita merubah diri menjadi manusia baru.

Orang yang salah memahami kemapanan,

tidak mungkin menyelenggarakan hidup sesuai dengan moral Tuhan Yesus.