Kita harus punya visi besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Bagi para pendeta, harus serius mau mengajarkan kebenaran, dan mengajak berdoa agar jemaat memiliki karakter kristiani. Memindahkan hati bukanlah perkara sekejap tetapi step by step, day by day. Baru tekukan hidup kita bisa berubah. Masalahnya, banyak orang yang masih tercengkeram dengan pikiran seakan-akan hidup itu hanya di sini; di bumi. Pada umumnya, aktivis bahkan pendeta pun banyak yang masih berpikir bahwa hidup itu sekarang. Nanti bukan hidup, tetapi mati.
Justru setelah mati itulah kehidupan yang sesungguhnya, yang Allah sediakan. Yesus berkata, “Kumpulkan harta di surga bukan di bumi;” “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya;” “Kamu bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia ini.” Paulus mengatakan, “Kewargaan kamu di surga, di sana kita menantikan Tuhan yang mengubah tubuh kita;” “Pikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Tetapi ayat-ayat seperti ini sekarang tidak lagi terdengar, bukan?
Kita tidak akan sanggup mengubah cara berpikir kalau tidak mulai sejak dini. Cara hidup harus diubah. Jangan seperti siklus manusia pada umumnya; cari makan, hidup, besok mati, selesai. Bukan begitu. Cara berpikir kita haruslah cara berpikir anak-anak Allah yang hatinya telah dipindahkan di Kerajaan Surga. Maka, kita harus menggeliat, mengubah diri, harus ada usaha yang serius; yaitu mendengarkan Firman. Waktu di kantor pada jam istirahat, jangan mengobrol yang tidak pantas, berbuat dosa. Bercanda yang tidak pantas akan mengganggu pikiran kita, merusak. Lebih baik kita mendengarkan khotbah.
Cara hidup kita harus berubah. Jangan tenggelam dengan persoalan-persoalan yang tidak prinsip, yang membawa kita masuk di siklus kehidupan seperti manusia pada umumnya. Hanya menunggu waktu, jadi tua dan mati. Kita punya banyak masalah, banyak kesibukan, banyak hal yang akan menyita proyeksi pikiran kita. Tetapi jangan tenggelam di situ. Jalani dengan penuh tanggung jawab. Tetapi pikiran kita harus menembus batas.
Yang sering terjadi dalam hidup banyak orang adalah ketika tiba di ujung maut baru sadar untuk mencari Tuhan, tetapi terlambat. Sekian lama hidup dalam percintaan dunia lalu mau bertumbuh, sulit. Apalagi kalau tidak memikirkan Tuhan sama sekali. Lalu ketika di ujung maut, baru mau memikirkan Tuhan, ia tidak akan mampu menembus batas, tidak mampu percaya ada kehidupan di balik kematian. Tidak mampu yakin Allah menjemput, malaikat diutus menjemput. Tidak mampu percaya ada Kerajaan Surga. Itu kengerian sekali.
Pikirkan hal-hal yang menyangkut kekekalan, maka masalah lain nanti menjadi kecil. Kita tentu bertanggung jawab, dan pasti bisa diselesaikan, karena orang di luar gereja juga bisa menyelesaikannya dengan baik. Tetapi yang tidak dilakukan oleh hampir kebanyakan manusia adalah memikirkan kehidupan yang sesungguhnya nanti. Kita adalah umat pilihan yang memang diproyeksikan untuk menerima warisan kekayaan Allah di Kerajaan Surga. Kita adalah orang-orang istimewa yang berkesempatan dimuliakan bersama Tuhan Yesus.
Sekalipun kita telah mengkhianati Tuhan, pernah tidak setia, masa lalu kita rusak, mungkin sampai hari ini kita masih hidup di dalam dosa, tetapi Tuhan mengasihi kita, karena Tuhan tidak menginginkan seorang pun binasa. Ia mengasihi kita lebih dari yang kita duga. Ada satu kalimat yang mengejutkan, yaitu Allah punya kekayaan, punya langit dan bumi, dan bisa memberikan kekayaan apa pun untuk kita. Tetapi Tuhan hanya ingin memberi satu yang terutama, Diri-Nya.
Lalu, siapa yang bisa menerima Diri-Nya? Tentu orang yang menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Allah menciptakan manusia agar manusia hidup dalam kebersamaan dengan Diri-Nya. Tetapi karena dosa, maka manusia terpisah; namun keselamatan mendamaikan. Artinya, memberi akses dan potensi bagi manusia untuk diperdamaikan dan berjalan dengan Tuhan. Tetapi manusia harus mengubah diri. Kalau masih menggunakan cara hidup seperti cara hidup anak-anak dunia, kita tidak bisa melekat dengan Allah. Pada awalnya, memikirkan perkara surgawi itu sulit. Banyak orang berhenti berjuang karena bermental blok, lalu berkata, “Saya memang masih duniawi.”
Kita harus keluar dari jebakan Iblis. Kita harus mengubah diri dan menggeliat. Rahasia mengubah diri adalah mengubah rutinitas kita. Apalagi kalau itu kebiasaan berbuat dosa, pasti harus ditinggalkan dan dibereskan. Sehingga kita bisa tidak takut lagi menghadapi kematian. Harus ada usaha untuk itu. Kekekalan itu mengerikan. Jangan remehkan kekekalan. Mulailah berubah! Ubah rutinitasmu. Kalau hari ini kita berkata, “Kuperlu Kau Tuhan, bukan karena aku sedang dalam persoalan ekonomi, bukan karena aku dalam persoalan rumah tangga, bukan karena aku sedang dalam satu masalah hukum atau ada ancaman tertentu. Tetapi aku perlu Engkau Tuhan, karena aku butuh tuntunan, bimbingan-Mu. Pegang tanganku untuk masuk kekekalan.”
Kita harus keluar dari jebakan Iblis, dan kita yang harus mengubah diri. Rahasia mengubah diri adalah mengubah rutinitas kita