Skip to content

Kelegaan

 

Dalam Injil Matius 11:28, Tuhan berfirman, “Datanglah kepada-Ku yang letih lesu dan berbeban berat, Aku beri kelegaan.” Kelegaan di situ sebenarnya berarti perhentian. Dalam bahasa aslinya, “anapauso,” sama dengan kata “sabaton” (Sabat), perhentian. Tuhan memberikan kita perhentian, artinya kita mendapatkan perasaan cukup, kita tidak lagi mencari-cari sesuatu yang kita merasa itu membuat hidup kita lengkap. Jadi, kelegaan artinya perhentian yang membuat kita merasa cukup dan lengkap. Namun, banyak orang yang mencari-cari sesuatu dan berharap dengan memperoleh sesuatu itu, dianggapnya dapat membuat hidupnya lengkap, utuh, bahagia, aman, terjamin, dan ia akan menemukan hidup yang berkualitas, damai sejahtera. Tapi justru sebaliknya, itulah yang membuat seseorang menjadi letih, lesu, dan berbeban berat.

Jadi, letih lesu di sini bukan karena belum menikah, belum dapat jodoh, atau belum punya anak, belum memiliki rumah, belum memiliki kendaraan roda empat, dan seterusnya. Manusia pada umumnya terus bergerak untuk melengkapi hidupnya dengan sesuatu yang dia pandang akan membahagiakan dirinya, membuat dirinya lengkap, utuh, dan membuat dia bisa berkata “cukup.” Padahal manusia tidak pernah merasa cukup. Manusia akan terus mengembara dari satu keinginan ke keinginan berikut, dari satu kesenangan ke kesenangan berikut. Hidup ini membuat seseorang bergerak untuk meraih apa yang dia pikir dapat membuat dirinya lengkap, utuh, terjamin, aman, bahagia, lalu sampai bisa berkata “cukup.” 

Pada umumnya, ketika hal besar belum tercapai, maka dicari hal-hal kecil; seperti jalan-jalan, shopping yang bisa membuat “mata lapar.” Lapar tidak selalu terhadap sesuatu yang kelihatan melanggar moral, tapi bisa sangat menyita pikiran dan hati. Dan itu menjadi ikatan yang membuat hidup kita menjadi tidak kudus karena hal-hal itu. Manusia telah tercengkeram oleh kuasa dunia tanpa disadari dan cirinya adalah “mata lapar.” Maka kita tidak boleh pelihara dan tetap melekat di dalam diri kita, harus kita buang, kita belajar dari Tuhan Yesus. Seperti yang dikatakan Tuhan Yesus kepada perempuan Samaria di perigi dekat Kota Sikhar, “Kau minum air ini, kamu haus lagi, tapi kalau kau minum air yang Kuberikan, maka dari dalammu akan memancar air kehidupan” (Yoh. 4:13-14).

Tuhan mengingatkan kita pada kesempatan ini, jangan berhenti di pelabuhan palsu. Di sana kita ditawarkan, kalau punya jodoh nanti cukup, bahagia, lengkap. Padahal setelah punya jodoh, pasti ingin yang lain. Manusia tidak akan pernah puas, dan hal itu karena manusia memiliki kodrat dosa, semua kita punya gairah itu, yang kita warisi dari nenek moyang, tetapi sekarang kita mau datang kepada Tuhan Yesus yang berkata, “Datanglah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan. Belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, maka jiwamu mendapat ketenangan.” 

Mari, kita belajar. Walaupun tentu sekarang belum keluar 100%, artinya masih saja ada sisa-sisa manusia lama yang harus total dihabiskan. Jadi, kita harus berani menjadikan Tuhan kebahagiaan kita satu-satunya. Kita harus berani berkata bahwa tidak ada tempat perhentian dalam hidup ini selain Tuhan. Jadi, apa pun keadaan kita saat ini, jangan memimpikan apa pun selain bagaimana bisa mengalami Tuhan dan hidup di dalam persekutuan dengan Dia. Mari belajar siang malam memikirkan Tuhan. Sebab hanya Tuhan kebahagiaan kita. Jangan berpikir, kalau suami pulang ke rumah, kita akan bahagia; suami pulang atau tidak, kita tetap bahagia. 

Apa pun yang terjadi, Yesus cukup bagiku, Allah Bapa cukup bagiku. Dan itu yang membuat kita bisa benar-benar adore atau memuja Dia. Dan itu tergantung dari kita, maka melangkahlah. Dengan langkah seperti ini, kita akan mengalami Tuhan, bisa merasakan ketenangan di dalam Tuhan, kebahagiaan di dalam Tuhan, dan ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tapi harus dialami.  Sayangnya, banyak orang Kristen yang hanya berfantasi tentang Tuhan, tapi tidak mengalami-Nya. Mereka pintar bicara tentang Tuhan, tetapi perkataannya, khotbahnya tidak mengubah. Jemaat tidak mendapatkan tuntunan. Sekarang suara Tuhan untuk kita, apa pun keadaan kita, kita bisa memiliki perteduhan, perhentian. 

Oleh sebab itu, tidak ada cara lain kecuali memikirkan Tuhan siang dan malam, menjumpai Tuhan pada waktu jam-jam tertentu, meyakini Allah hadir di tengah-tengah keadaan kita, di mana Tuhan seakan-akan diam, seakan-akan tidak ada, kita tetap percaya, Allah yang hidup. Perkarakan ini, bicarakan ini dengan Tuhan, baru kita bisa mengerti apa artinya menjadikan Tuhan satu-satunya perhentian. Jangan kita merasa tidak bahagia walaupun keadaan kita benar-benar sulit, mungkin nama baik kita dirusak, mungkin kita dihina orang, direndahkan, diinjak-injak orang. Jangan menjadi susah karena hal itu, jangan memberhalakan masalah. Kita bisa membuang kesusahan hati tersebut, dan menggantikan dengan pengharapan kita untuk menikmati Tuhan.