Mungkin ada di antara kita yang pernah mengalami kejenuhan; perasaan bosan atau jenuh dalam mengikut Tuhan. Kita jadi malas ke gereja, malas berdoa, lebih senang nonton film, mendengarkan lagu-lagu duniawi, melakukan banyak kegiatan yang tidak terkait dengan pertumbuhan rohani, apalagi pelayanan. Saat-saat seperti itu bisa dialami oleh semua orang. Tahukah bahwa ketika kita mengalami hal itu, sebenarnya itu adalah sebuah isyarat atau signal atau petunjuk bahwa kita mengalami keadaan stagnan; keadaan tidak bertumbuh. Keadaan rohani yang tidak bertumbuh ditandai dengan perasaan jenuh dan bosan dalam menjalani kehidupan rohani atau kegiatan yang dapat membangun iman.
Justru dalam keadaan seperti itu mestinya kita bertindak, keluar dari keadaan tersebut. Kita yang harus memaksa diri untuk berdoa, membaca Alkitab, meninggalkan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang tidak membangun iman kita. Itu semua tergantung kita. Sayangnya, banyak orang yang menyerah. Dia pikir, nanti suatu hari dia akan tekun lagi, giat lagi mencari Tuhan. Sekarang mau mencari “selingan” dahulu; “me time.” Ini sesat, ini salah. Seharusnya, me time kita adalah kebersamaan dengan Tuhan. Banyak orang yang tidak memiliki kecintaan kepada Tuhan secara proporsional, tidak mengalami pertumbuhan rohani secara benar, sehingga masih mengalami perasaan bosan, jenuh dalam kegiatan-kegiatan rohani. Orang yang bertumbuh dewasa, tidak akan mengalami kejenuhan.
Padahal kalau sudah mencari selingan semacam ini, kita menjadi rentan, akan mudah jatuh dalam dosa. Ini masalahnya. Yang sedang tekun mencari Tuhan, tekun berdoa, membaca Alkitab saja bisa meleset—karena tidak ada seorangpun yang kebal terhadap doa—apalagi yang tidak. Karena jenuh dan bosan melakukan kegiatan-kegiatan rohani, maka dia punya berbagai aktivitas yang tidak membangun iman. Mereka pasti menjadi mangsa empuk kuasa kegelapan. Jika kita mengalami ini, maka kita harus bisa menaklukkan atau mengalahkan kejenuhan itu. Kalau kita menyerah dan berkata “kali ini saja,” berarti kita membangun selera duniawi. Kita seperti membuat belenggu yang makin kuat melilit kita.
Kejenuhan ini bisa disebabkan berbagai hal; misalnya, kekecewaan terhadap orang tertentu, apalagi kalau orang itu dianggap rohani, atau kita terlukai oleh orang yang kita anggap sebagai menjadi teladan. Atau mungkin kita tidak mengalami langsung tapi mendengar. Itu pun bisa membuat seseorang jadi memiliki pembenaran diri. Kekecewaan seperti ini membuat kita menjadi jenuh dan bosan. Sejatinya, kita harus melihat kenyataan bahwa seorang Yudas yang bersama dengan Tuhan Yesus, bisa berbuat tindakan yang begitu jahat, keji. Semua orang bisa berbuat salah. Hamba Tuhan pun tidak kebal terhadap kesalahan atau dosa.
Kalau suatu hari kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, dan berkata, “Tuhan, aku jadi jenuh dan bosan mencari Engkau, karena aku dikecewakan oleh gembala gereja, yang mestinya menjadi panutan saya, Tuhan.” Maka alasan kita pasti tidak akan diterima. Seakan-akan kalau dikecewakan oleh seorang pendeta, aktivis gereja, majelis, lalu kita seperti boleh memiliki reaksi yang negatif. Justru mestinya hal itu membuat pikiran kita terbuka bahwa seorang pendeta, majelis, atau aktivis bisa melakukan hal-hal yang tidak patut. Nah, kita berjaga-jaga jangan melakukan hal yang sama. Jadi, keadaan itu mestinya memicu dan memacu kita untuk bertumbuh.
Jadi, kita harus memberikan respons yang positif. Respons yang negatif membuat seseorang tidak bertumbuh, jenuh ke gereja. Bahkan tidak jarang yang total tidak mau lagi mencari Tuhan, sampai pada tingkat pindah agama. Hal ini bisa terjadi atas hidup siapa saja, semua orang. Jangan menjadi jenuh. Justru sebaliknya, kita menjadi kuat. Itu bisa menjadi nutrisi, bisa menjadi bahan bakar untuk kita terbang. Apalagi dunia kita hari ini adalah dunia yang penuh hoaks. Media sosial terbuka, sembarangan orang mengatai, mem-bully, memfitnah orang. Maka lebih baik kita tidak mudah memercayainya. Kita diam supaya jangan sampai iman kita tergerus dan menjadi lemah.
Iman kita bisa menjadi lemah dan jenuh untuk melakukan kegiatan rohani, ketika kita dilanda berbagai masalah terus-menerus. Kesulitan demi kesulitan bisa membuat seseorang bisa kecewa terhadap Tuhan dan berkata, “Tuhan, mengapa Engkau izinkan hal ini terjadi di dalam hidupku? Mengapa aku malang seperti ini?” Lalu kita merasa disakiti dan dilukai oleh Tuhan dan merasa Tuhan tidak adil. Sebenarnya orang-orang seperti ini sedang marah terhadap Tuhan. Dia sedang melakukan demo. Padahal firman Tuhan mengatakan, “ucapkan syukur dalam segala hal.” Artinya bukan hanya dalam keadaan menyenangkan kita bersyukur, namun dalam keadaan yang tidak menyenangkan pun kita mengakui bahwa Tuhan itu baik.
Orang yang bertumbuh dewasa, tidak akan mengalami kejenuhan.