Skip to content

Keintiman 

 

Ketika kita belum dewasa, Tuhan menerima kita sebagai anak-anak yang tidak dewasa. Kita diperlakukan sebagai anak-anak yang oleh karenanya Tuhan tidak menuntut banyak dari kita. Tetapi ketika sudah mulai akil balik, kita harus mulai mengerti kehendak Tuhan dan harus memberi diri dituntut Tuhan dan menyesuaikan diri terhadap kehendak dan rencana-Nya. Ciri-ciri dari seorang anak Tuhan yang dewasa yang bisa berinteraksi dengan Tuhan seperti ini antara lain: 

Pertama, sikap yang tidak protokuler lagi dengan Tuhan dengan gaya diplomasi. Ia bisa bersikap apa adanya. Tidak ada sesuatu yang dibuat-buat atau ditutup-tutupi. Inilah yang disebut kesederhanaan. Tetapi ironis sekali, justru seremonial atau liturgi gereja yang sering menciptakan atmosfer protokuler dan diplomasi. Hal ini mengesankan Tuhan adalah Pribadi jauh yang tidak bisa dipahami (Mat. 15:7-9). 

Banyak orang Kristen menjadi asing bagi Bapa dan Tuhan. Doa-doanya sering penuh dengan polesan bahasa yang dibuat-buat dan tidak tulus. Sebaliknya, kalau seseorang bertumbuh dewasa dengan benar maka kedalaman doanya menjadi luar biasa, tetapi juga menjadi sederhana. Luar biasa karena ketulusan yang memancar, sederhana karena nampak sikap seperti anak-anak atau hamba yang tulus terhadap Pribadi Maha Agung.  

Kedua, sikap yang intim secara natural. Keintiman ini bukan dipoles oleh bahasa agama atau kata-kata yang dibuat-buat, tetapi adanya saling pengertian antara dua pribadi. Ketika Tuhan Yesus mengatakan bahwa makanan-Nya melakukan kehendak Bapa, nampak di sini keintiman-Nya dengan Bapa sehingga Ia mengerti apa yang diingini oleh Bapa-Nya (Yoh 4:34). Keintiman dengan Tuhan akan menciptakan kehidupan yang benar-benar bersih. Suasana keintiman ini membangkitkan perasaan gentar luar biasa, sehingga seseorang tidak akan berani bersikap kurang ajar atau sembarangan terhadap Tuhan. Pada tingkat ini seseorang barulah dapat dinikmati oleh Tuhan (Yun. Ginosko; Mat. 7:21-23). 

Ketiga, pada tingkat kedewasaan rohani seperti ini seseorang dapat “merasakan” Tuhan secara benar. Merasakan kehadiran-Nya karena mengerti pikiran dan perasaan-Nya. Hubungan yang tidak terjelaskan dengan kata-kata ini dikatakan oleh Paulus seperti hubungan suami istri (Ef. 5:31-32). Ia akan mengerti apa artinya kehadiran Tuhan dalam hidupnya setiap saat. Ia akan mengerti apa artinya cinta Tuhan terhadap dirinya, dan tentu saja akan memacu dirinya mencintai Tuhan dengan sangat berlimpah. Dalam hal ini ia menemukan cinta Tuhan dan Tuhan menemukan cintanya.

Maka, kedewasaan kekristenan ukurannya adalah bisa mengimbangi Bapa. Inilah yang dimaksud Tuhan Yesus agar kita sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48). Mengimbangi Bapa artinya bisa sepikiran dengan Bapa. Kalau seseorang bisa sepikiran dengan Bapa barulah bisa memiliki hubungan yang benar atau ideal dengan Bapa. Inilah yang dimaksud mengambil bagian dalam kekudusan-Nya. Ini bukan hanya berarti kita bisa menjadi manusia saleh atau suci seperti Tuhan, melainkan kita bisa dipisahkan dari yang lain untuk menjadi alat Kerajaan Allah, yaitu hidup dalam rencana Allah sepenuhnya. 

Kalau Tuhan Yesus menjadi Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa, kita menjadi hamba bagi kemuliaan Allah Bapa. Berinteraksi dengan Allah Bapa sebagai pribadi yang dewasa akan membuat seorang anak Tuhan menempatkan diri seperti Tuhan Yesus menempatkan diri di hadapan Bapa ketika mengenakan tubuh manusia. Di sini seseorang bisa dikatakan sebagai man of God; kita menjadi seperti Allah dalam karakter-Nya. Oleh sebab itu, mengikut Tuhan Yesus berarti mengikuti jejak-Nya. Proses mengikut Tuhan Yesus adalah proses mencetak manusia seperti Kristus. Orang-orang seperti ini adalah buah-buah yang dihasilkan oleh Tuhan Yesus melalui pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan orang-orang yang memberi diri dibentuk dan diproses. 

Orang-orang seperti ini adalah kebanggaan Tuhan Yesus di hadapan Allah Bapa di surga. Inilah sebenarnya tujuan hidup kekristenan itu. Sampai di sini kita terhisap sebagai saudara bagi Tuhan Yesus di mana Tuhan Yesus menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Pelayanan pekerjaan Tuhan idealnya dilakukan oleh orang-orang yang berkapasitas atau berkualitas seperti Tuhan Yesus. Jadi, tidak cukup dengan gelar kesarjanaan atau pengalaman hidup sebagai pengusaha dan kecakapan melakukan marketing untuk membangun sebuah gereja besar. 

Pelayan Tuhan yang baik tercipta dari sebuah perjalanan panjang seorang anak Tuhan mengenal kebenaran, mengenakan kebenaran dan melalui proses untuk memiliki karakter seperti Kristus. Pelayan Tuhan yang ideal adalah kehidupan seseorang yang bergaya hidup seperti Tuhan Yesus, yaitu orang yang hidupnya hanya untuk melakukan kehendak Allah.