Skip to content

Kehidupan yang Menarik

Kesempatan berbuat dosa adalah kesempatan menyenangkan Tuhan, yaitu jika kita tidak melakukan dosa atau hal yang bertentangan dengan kehendak Allah. Ini kehidupan yang menyita. Kekristenan itu menyita seluruh hidup kita. Standarnya memang demikian. Jadi, kita mengerti pernyataan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semua itu untuk kemuliaan Allah.” Itu standarnya. “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan,” itu standar. Semua pendeta bisa mengkhotbahkan ini. Tetapi masalahnya apakah kita mengalaminya? Ini tidak bisa diuraikan dengan kata-kata, tetapi harus dialami. Kalau hidup kita disita oleh kekristenan atau perjuangan kita menjadi sempurna—dewasa, kudus, tak bercacat, tak bercela—maka hidup ini tidak menjenuhkan, karena itu menarik. 

Kekosongan dalam jiwa kita diisi. Jadi, kita tidak akan merasa jenuh. Kalau ada rasa jenuh, berarti kita harus bergerak ke level yang lebih tinggi, atau kecepatan kita harus ditingkatkan. Umur 30 tahun, Tuhan Yesus sudah sampai pada level “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Kita harus belajar berkata dengan tulus: “apa pun Tuhan, yang menyenangkan Engkau.” Mengapa gereja mula-mula harus teraniaya? Karena mereka gereja baru, orang Kristen baru. Orang Kristen atau gereja yang masih baby. Tetapi ironisnya, mereka harus mengalami aniaya. Sebab jika tidak, mereka akan terjebak dalam pola keberagamaan yang mereka telah pernah jalani, yaitu hidup keberagamaan orang Yahudi.

Mereka menjalani hidup seperti “hewan,” yang hidupnya untuk pemenuhan kebutuhan fisik, dari lahir sampai tua. Makin tua, pikun, renta, mati. Lalu dalam perjalanannya perlu penunjang; support, yaitu Tuhan. Kalau mereka baik-baik, diberkati. Kalau tidak baik-baik, tidak diberkati. Tidak diberkati itu dalam bentuk kalah melawan musuh, panen gagal, bencana, epidemi penyakit, dan lainnya. Ini fisik. Tetapi setelah menjadi Kristen, berlaku Firman yang dikatakan Tuhan Yesus di Lukas 14:33, “Harus melepaskan diri dari segala milik.”

Kekristenan itu tidak boleh dan mestinya tidak bisa menjadi sambilan. Itulah seluruh hidup kita. Namun, irama kita sudah telanjur salah; irama orang beragama. Lalu, mulai muncul konsep-konsep yang sesat (salah). Yang seluruh hidup untuk Tuhan, itu pendeta. Kalau bukan pendeta, tidak seluruh hidup untuk Tuhan. Yang sering dikenal sebagai full time. Telah terjadi kemerosotan atau degradasi. Kita harus melepaskan segala milik. Seluruhnya untuk Tuhan. Konsep-konsep yang dipahami oleh banyak orang merupakan kemerosotan dari kekristenan yang orisinil; contohnya, melepaskan segala sesuatu, itu pendeta, yang tidak melakukan pekerjaan sekuler, tidak memiliki profesi seperti orang-orang pada umumnya, atau tidak mengikuti pendidikan formal umum, tetapi pendidikan teologi. Tidak bekerja dengan gaji seperti seorang karyawan, tetapi di gereja. Di gereja, hidup dari kolekte. Konyolnya, kalau sampai seorang pendeta merasa bahwa itu miliknya atau berhak dipakai suka-suka. Justru dia tidak full time, karena memperdaya jemaat. Bukan berarti salah kalau seorang hamba Tuhan hidup dari pelayanan dan uang kolekte. 

Kalau kita berjuang untuk makin hidup berkenan di hadapan Tuhan—makin suci, makin tidak bercacat tidak bercela, mendahulukan Kerajaan Allah—maka nanti kita sampai pada satu titik pemahaman dan penyerahan diri, “aku ciptaan untuk kesenangan Tuhan.” Kita adalah ciptaan; creature. Kita ini untuk God’s pleasure; kenikmatan Tuhan. Jadi apa pun yang kita kerjakan, itu adalah sarana kita membahagiakan Tuhan. Harus kita berani klaim, itu pekerjaan Tuhan. Apakah kita seorang driver; driver aplikasi online; seorang pendidik, seorang tenaga medis, seorang pengusaha, aparat sipil negara, atau apa pun. Di situlah kita benar-benar melayani Tuhan. Ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak, itu pekerjaan Tuhan. Kita harus benar-benar mengerti dan menerima, bahwa kekristenan itu menyita seluruh hidup kita. Tidak ada kesenangan yang boleh kita miliki, yang Tuhan tidak menikmatinya. Hidup kita dirampas. Itu baru namanya hamba. 

Kita telah dipelintir oleh konsep-konsep salah, yang namanya “hamba Tuhan” itu pendeta. Padahal, semua orang yang ditebus oleh darah Yesus, itu hamba Tuhan. Kita bisa mengerti hal ini, tetapi kita tidak berani mengambil keputusan bahwa semua cita-cita, semua kesenangan, semua hobi, atau apa pun yang Tuhan tidak ikut menikmatinya, tidak boleh kita lakukan. Waktu kita harus diisi untuk belajar kebenaran firman. Yang kita kerjakan adalah bekerja; lalu keluarga. Lebih dari ini, semua hanya untuk belajar Firman, berdoa, bertumbuh dalam Tuhan. Semua kegiatan lain yang tidak mendukung kita mengalami pertumbuhan iman, tidak boleh kita lakukan. 

Kalau hidup kita disita oleh perjuangan untuk menjadi sempurna, maka hidup ini tidak menjenuhkan; sebaliknya, kehidupan yang menarik.