Firman Tuhan mengatakan, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia jika jiwa mereka binasa?”Jiwa yang binasa adalah jiwa yang tidak menemukan Allah. Di balik pernyataan Tuhan Yesus tersebut, sebenarnya ada satu hal implisit, yaitu di dalamnya kita dipanggil untuk memilih: jiwa yang binasa—yang sama dengan tidak menemukan Allah, tetapi memperoleh dunia—atau jiwa yang tidak binasa—artinya memperoleh Tuhan, tetapi tidak memiliki dunia. Sejatinya, semakin hari semakin jelas bahwa kita tidak berhak memiliki apa-apa kecuali Tuhan. Hal itu bukan kemalangan, sebaliknya, itulah keberuntungan dan kehormatan.
Kalaupun kita memiliki keluarga, anak, harta, pangkat, gelar, kedudukan, maka semua harus dipandang sebagai milik Allah, sebagai persembahan bagi Tuhan. Kesalahan kita, sering merasa berhak memiliki, walaupun itu sepotong kecil. Dan itu sebenarnya ketidakhormatan, ketidaksantunan terhadap Allah. Memang kedengarannya ini berlebihan, tetapi ini standar. Kalaupun kita memiliki banyak di mata manusia, kita harus tidak merasa memiliki.
Menemukan Tuhan itu bukan hanya pada waktu kita di gereja, mendengarkan khotbah, dan memiliki pengetahuan tentang Allah. Tentu perlu dan harus kita ke gereja dan mendapatkan tuntunan untuk mendengar firman, siapa, dan bagaimana Allah. Namun, menemukan Tuhan yang permanen, yang sejati, yang merasuk di dalam jiwa dan kehidupan adalah dalam perjalanan hidup setiap hari. Ketika kita memilih: apa yang kita tonton? Apa yang kita lakukan? Apa yang menjadi cita-cita kita? Apa yang menjadi keinginan kita? Sebab semua menentukan apakah kita memilih Tuhan atau bukan.
Memang ini merupakan hal yang sangat sulit, khususnya untuk orang muda. Namun, kalau sejak muda kita mengerti prinsip ini dan berjuang menjalaninya, kita pasti akan menemukan Tuhan. Mungkin ada jeritan di dalam hati kita, “Di mana Tuhan? Bagaimana aku menemukan Dia?” Seorang teolog bisa saja memiliki segudang pengetahuan yang dia timba dari pendidikan formal dan perpustakaan, tetapi seorang ibu sederhana yang tidak pernah mengecap bangku Sekolah Tinggi Teologi, tetapi mencari Tuhan dan bertemu dengan Tuhan, sekecil apa pun, seminim apa pun yang dialami, lebih berarti dari segudang pengetahuan yang hanya di pikiran.
Jadi kita bisa menemukan orang-orang awam yang santun terhadap sesama, mengasihi sesama, mencintai Tuhan, rela berkorban buat Tuhan. Sebaliknya, seorang teolog, pendeta, malah merasa berhak mendapat uang, berhak memiliki kolekte, berhak dilayani. Betapa celakanya! Ia tentu cakap untuk berbicara dan membela diri. Ayo, kita mau menemukan Tuhan. Kita harus serius memeriksa diri, “Mengapa aku tidak haus akan Tuhan?” Ternyata yang membuat kita tidak haus akan Tuhan itu adalah:
Pertama, kesenangan atau keinginan yang Tuhan tidak kehendaki. Tanpa kita sadari, itu membunuh, merampas kehausan kita akan Allah.
Kedua, ini yang lebih merusak, dosa. Ketika kita hidup dalam dosa, kita pasti tidak haus akan Allah. Sebab dosa itu menuntut. Apakah berbentuk sesuatu yang menjadi kegemaran, dalam wujud benda-benda atau nafsu di dalam daging, apa pun.
Kita mau terus berjuang untuk melepaskan segala sesuatu guna menemukan dan memperoleh Tuhan. Jadi, dunia kita hanya Tuhan. Kita bekerja, mengurus rumah tangga, dan beraktivitas yang lain semua untuk Tuhan. Sebaliknya, apa pun yang tidak membuat kita bertumbuh, harus kita buang. Sebab kalau bejana hati kita masih terisi dengan minat dosa, maka pasti tidak ada kehausan akan Allah. Maka, kalau kita benar-benar mencari Tuhan, hidup kita pasti terlihat oleh orang. Keunikan hidup kita pasti terlihat. Memang bagi dunia, kehidupan kita akan terlihat tidak normal karena kita terus dibawa kepada kesempurnaan. Namun, ini yang harus kita lakukan di sisa umur hidup kita, dan secara pasti melihat makin hari kita makin tajam, makin ekstrem.
Bayangkan, suatu saat hidup kita atau dunia ini akan berakhir. Ini pasti terjadi. Ketika lahir kita tidak membawa apa-apa, tetapi sekarang kita memiliki Tuhan, itulah harta kita satu-satunya. Jadi, kita bisa mengerti ilham roh yang diterima pemazmur sehingga dia bisa berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi.” Maka jangan beri celah, jangan ada kebocoran di mana kita memberi kesempatan udara dari dunia masuk di dalam jiwa dan pikiran kita. Tuhan yang harus berkuasa atas hidup kita. Rumusnya adalah Tuhan sepenuhnya atau tidak usah sama sekali.
Kalau bejana hati kita masih terisi dengan minat dosa, maka pasti tidak ada kehausan akan Allah.