Skip to content

Kebutuhan Mutlak

Saudaraku,

Ketika Tuhan Yesus berbicara mengenai hukum yang terutama—yaitu mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi—sebenarnya Tuhan hendak menunjukkan kepada manusia apa yang dikehendaki-Nya untuk dilakukan lebih dari segala sesuatu dalam hidup ini (Mat. 22:37-40). Inilah inti kehidupan manusia, hal ini merupakan satu-satunya yang utama dan harus dilakukan atau dikenakan dalam hidup. Lebih mutlak dari segala realitas dan lebih mutlak dari segala kebutuhan. Memandang hal ini, maka tidak ada sesuatu lain yang disebut sebagai kebutuhan mutlak, selain mengasihi Tuhan dengan segenap hidup.

Ketika seseorang mengasihi Tuhan dengan benar, maka segala sesuatu menjadi seperti fatamorgana (pembiasan cahaya melalui kepadatan yang berbeda, sehingga bisa membuat sesuatu yang tidak ada menjadi seolah-olah ada. Fenomena ini biasa dijumpai di tempat panas seperti padang pasir). Memang, pada akhirnya segala sesuatu yang ada di bumi ini akan lenyap. Lenyap sama sekali. Bumi ini adalah padang pasir kehidupan, bukan Firdaus. Betapa dahsyatnya fenomena ini, ketika segala sesuatu lenyap dan berubah menjadi lautan api.

Tanpa mengasihi Tuhan dengan segenap hidup, sebaiknya manusia tidak pernah ada. Sebaiknya tidak pernah ada “kita” kalau tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hidup ini, sebab kita diciptakan untuk berkasih-kasihan dengan Allah. Tidak ada makhluk yang memiliki keberadaan seperti ini. Inilah letak keagungan makhluk Adam yang diciptakan segambar dengan diri Allah sendiri. Diciptakan segambar dengan diri Allah sendiri artinya diberi keberadaan untuk bisa mengimbangi Allah, yaitu bisa berjalan seiring. Seiring untuk membagi perasaan.

Dalam hal ini seakan-akan Allah membuat diri-Nya membutuhkan cinta kasih dari manusia. Maka, betapa terhormat dan agungnya makhluk manusia ini, diperkenan berkasih-kasihan dengan Tuhan. Menolak hal ini berarti menolak Allah dan anugerah-Nya. Betapa celakanya manusia yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti akan hal ini. Mereka membiarkan hatinya direbut oleh kuasa gelap dengan percintaan yang ditujukan kepada dunia ini.

Mereka yang bersahabat dengan dunia ini dikategorikan sebagai musuh Allah (Yak. 4:4). Manusia telah merusak kehormatannya sendiri dengan cara menggantikan kehormatan sebagai makhluk yang mengasihi Tuhan menjadi makhluk yang mengasihi barang-barang dunia fana demi kehormatan di mata manusia lain. Percintaan dengan dunia dan haus kehormatan atas manusia telah menjadi belenggu, yang menutup hatinya untuk memberi ruang yang pantas bagi Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak terhormat, sebab mereka tidak menghormati Allah.

Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi ini tidak cukup diwujudkan dengan memeluk suatu agama dan membela agama tersebut. Seakan-akan Allah membutuhkan seseorang untuk berpihak kepada-Nya dan berjuang demi agamanya, supaya ditegakkan serta mencari sebanyak mungkin pengikut. Betapa miskinnya alah seperti ini. Biasanya kelompok ini rela melakukan kekerasan demi kepentingan agamanya, seakan-akan Allah merestui tindakan kekerasan demi kepentingan-Nya.

Dalam kekristenan, terdapat orang-orang yang mengupayakan sebanyak mungkin orang beragama lain menjadi orang Kristen. Mereka berkeyakinan, bahwa dengan mengaku percaya secara akali kepada Tuhan Yesus, maka mereka diselamatkan dan terhindar dari neraka. Selain itu, selama hidup di dunia diberkati dengan pemenuhan kebutuhan jasmani dan perlindungan-Nya. Dalam pengertian ini, seakan-akan Tuhan sudah cukup merasa puas banyak orang menjadi Kristen, tidak pergi ke dukun terlibat dengan praktek okultisme. Orang Kristen yang naif berpikir, bahwa Tuhan berusaha mencari pengaruh dengan menunjukkan mukjizat dan berbagai tanda ajaib, supaya diri-Nya unggul dalam berkompetisi dengan agama-agama lain dan kuasa-kuasa dunia. Sebenarnya ini adalah pikiran yang salah.

Kita harus memformat ulang kekristenan dan pelayanan gereja yang salah ini. Kekristenan harus fokus pada penyempurnaan pribadi terlebih dahulu. Lebih dari kegiatan menyiarkan agama seperti yang dijelaskan di atas, orang percaya dipanggil terlebih dahulu untuk mengasihi Tuhan dengan tidak menghargai dunia. Harus sungguh-sungguh menyadari bahwa dunia dengan segala keindahannya adalah fatamorgana. Harta dunia adalah mamon yang tidak jujur dan tidak bisa dipercayai, artinya untuk sementara saja harta tersebut bisa menopang. Untuk itu suasana jiwanya harus mulai diubah, bahwa yang dapat membahagiakan hatinya bukan fasilitas, tetapi pengharapan suatu hari akan bertemu dengan Tuhan (1Ptr. 1:3-5).

Selanjutnya mulai berusaha mengaktifkan nuraninya untuk mengetahui apakah yang dilakukan benar-benar menyenangkan hati Tuhan atau sebenarnya untuk menyenangkan diri sendiri. Bukan tidak mungkin ketika seseorang melakukan pelayanan gereja, sebenarnya ia sedang mencari keuntungan pribadi. Hal ini sudah terbukti, tidak sedikit kegiatan pelayanan adalah usaha mencari nafkah. Pelayanan selain untuk kesenangan pribadi juga menjadi kebanggaan memperoleh nilai diri di mata manusia. Orang seperti ini biasanya tidak terlalu peduli apakah yang dilakukan melukai orang lain, sebab baginya yang penting bisa menjalankan kegiatan pelayanannya.

Teriring salam dan doa,

Dr. Erastus Sabdono

Tidak ada sesuatu lain yang disebut sebagai kebutuhan mutlak,

selain mengasihi Dia dengan segenap hidup.