Skip to content

Keberhakan Diri

Sebenarnya seluruh ruangan hidup kita (waktu, pikiran, tenaga) adalah milik Tuhan, sebab Tuhan yang menciptakan kita dan telah membeli atau menebus kita dengan darah-Nya yang mahal.  Tetapi oleh karena irama hidup yang salah selama bertahun-tahun, maka tidak mudah bagi kita untuk menyerahkan ruangan hidup kepada Tuhan. Banyak orang Kristen tidak berkeberatan menjadi orang yang rajin ke gereja dan memberi persepuluhan atau sumbangan yang lain untuk kegiatan sosial dan penginjilan. Masih mudah juga untuk berusaha melakukan hukum-hukum moral umum yang diakui oleh masyarakat. Tidak terlalu sulit juga mengambil bagian dalam pelayanan, bahkan menjadi pendeta. Tetapi untuk menyerahkan segenap hidupnya tanpa sisa bagi Tuhan sebagai Pemilik kehidupan, bukan hal yang mudah.

Banyak orang Kristen yang masih nyaman menguasai dirinya sendiri, seakan-akan dirinya miliknya sendiri dan seakan-akan tidak pernah menerima penebusan. Harus diingat bahwa ditebus berarti dibeli untuk dimiliki oleh sang penebus.  Keberhakan atas diri sendiri, sukar sekali dihancurkan. Tetapi kalau seseorang telah ditebus oleh Tuhan Yesus, mau tidak mau ia harus mengembalikan segenap hidupnya untuk dimiliki oleh Tuhan (1 Kor. 6:19-20). Walau keberhakan diri ini sukar dihancurkan, tetapi harus dihancurkan, sebab kegagalan menyerahkan atau mengembalikan milik Tuhan berarti menolak penebusan. 

Melepaskan keberhakan atas diri yang utama bukan masalah uang atau harta yang diberikan kepada gereja atau disumbangkan kepada kegiatan sosial, melainkan suatu kesadaran bahwa Tuhan adalah Pemilik segala sesuatu, termasuk di dalamnya segenap hidup kita. Mengaku dengan mulut bahwa segenap hidup kita milik Tuhan sangatlah mudah, apalagi kalau sedang menghadapi masalah berat. Pada waktu menghadapi masalah berat, kita akan berkata bahwa kita milik Tuhan agar mendapat pertolongan Tuhan. Tetapi kalau sudah tidak bermasalah, kita mulai hidup sesuka hati kita sendiri. Sering pengakuan mulut itu tidak disertai dengan kesadaran yang tulus dan pengakuan dalam batin. 

Kesadaran dan pengakuan dalam batin yang tulus akan memiliki dampak dalam sikap hidup setiap hari. Sikap hidup yang muncul adalah kesadaran bahwa ia hidup di semesta sebagai makhluk yang diciptakan hanya untuk melakukan keinginan Penciptanya. Usaha melepaskan keberhakan diri adalah berusaha melakukan keinginan Tuhan. Untuk melepaskan keberhakan atas diri kita, dimulai dari kesungguhan untuk menemukan Tuhan secara pribadi. Kita harus menghadap Tuhan setiap hari dengan sikap hati seakan-akan kita tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa. Memang pada waktunya akan demikian, setiap orang akan menghadap Tuhan tanpa apa-apa dan siapa-siapa. Inilah yang dimaksud dengan berperkara dengan Tuhan. 

Harus ada kebiasaan menghadap dan berurusan dengan Tuhan sendiri setiap hari. Waktu yang disediakan untuk ini mutlak sangat penting, lebih penting dari segala hal. Namun ini adalah hal yang jarang dilakukan, sehingga banyak orang tidak pernah memiliki pengalaman pribadi dan hubungan pribadi dengan Tuhan. Dalam menghadap Tuhan, tidak ada persoalan lain yang digumuli selain hubungan pribadi antara diri kita sendiri dengan Tuhan. Menghadap Tuhan bukan mempermasalahkan apa pun selain masalah hubungan pribadi tersebut. Berbagai masalah hidup harus dianggap tidak berarti sama sekali dibandingkan dengan masalah hubungan dengan Tuhan.

Kita harus berdamai dengan Bapa secara pribadi, karena banyak tindakan dan sikap hati yang menunjukkan permusuhan dengan Allah. Yakobus 4:1-4 mengatakan bahwa berbagai hawa nafsu dan keinginan menempatkan banyak orang pada posisi bermusuhan dengan Allah. Tentu saja hal ini juga dilakukan oleh banyak orang Kristen. Kita harus meminta ampun atas segala tindakan kita yang tidak berkenan kepada Tuhan dan tingkat pertumbuhan rohani serta kedewasaan kita yang belum memuaskan hati-Nya. Selanjutnya, harus ada tekad dan usaha yang serius untuk berubah agar tidak lagi melukai hati Tuhan dengan kesalahan yang sama dan juga harus bertumbuh dalam kedewasaan sesuai dengan kehendak-Nya. 

Dalam hal ini kita bisa mencairkan hubungan kita yang tidak harmoni dengan Dia. Tuhan mengampuni dan pasti juga melupakan. Secara universal, kematian Tuhan Yesus memuaskan keadilan Allah, bahwa setiap dosa harus dihukum atau menerima imbalan yang pantas, tetapi secara pribadi harus ada perdamaian terus menerus setiap hari. Banyak orang Kristen sudah merasa cukup dengan pendamaian yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, tetapi ia tidak melakukan pendamaian setiap hari dengan Bapa. Pendamaian pribadi dengan Bapa berlandaskan kurban Tuhan Yesus Kristus, harus kita lakukan setiap hari (1 Yoh. 1:1-10).