Allah yang disembah sebenarnya bisa sesuatu yang kepadanya seseorang memberi penghargaan, penghormatan yang dijunjung tinggi melebihi segala sesuatu setiap saat. Sesuatu itu bisa uang, harta, hiburan dan lain sebagainya. Seseorang tidak bisa menyembah Allah yang benar kalau setiap saat tidak menghormati, dan tidak menghargai Allah dengan benar, sebab ada “sesuatu” yang lain yang diperlakukan sebagai allah. Allah tidak bisa dipermainkan. Hendaknya kita tidak berpikir, kita bisa menyembah Allah dengan benar pada waktu kita dalam kebaktian atau dalam pertemuan doa, sementara setiap harinya tidak menghormati dan tidak menghargai Dia secara benar. Jadi kalau kehidupan seseorang setiap hari menghargai uang, harta, hiburan lebih dari menghormati Tuhan, maka pada waktu dia kebaktian atau pada waktu pertemuan doa, sebenarnya Allah tidak menerima penyembahan orang-orang seperti itu. Sebab orang-orang ini di mata Allah adalah munafik dan mempermainkan Allah.
Jadi sikap kita setiap hari kepada Tuhan itulah yang menentukan apakah kita benar-benar menyembah Allah dan meninggikan Dia pada waktu kebaktian atau dalam pertemuan doa. Banyak orang berpikir bahwa Allah menerima pujian, penyembahan pada waktu dalam kebaktian atau dalam waktu pertemuan doa bersama tanpa memperhitungkan perilaku orang di setiap saatnya. Padahal Allah tidak menerima pujian dan penyembahan seseorang kalau orang tersebut najis bibirnya, juga mereka yang terikat dengan dunia dan yang tidak mencintai Tuhan secara benar. Oleh sebab itu kita harus berhenti berbuat dosa dan berhenti mencintai dunia ini, agar kita bisa menghormati Tuhan secara benar. Dengan demikian suatu hari nanti kita dapat menghadap takhta pengadilan Tuhan dengan berani. Persekutuan kita dengan Tuhan tidaklah ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang kita gunakan untuk berdoa dan datang kebaktian, tetapi seberapa dalam dan tulus kita menghormati dan menghargai Tuhan dalam kehidupan kita setiap saat.
Kalau seseorang tidak menolong sesamanya ketika sesamanya dalam kesulitan, itu berarti dia menghargai uang lebih daripada menghormati Tuhan. Kalau seseorang mestinya memberi waktu untuk membaca Alkitab, atau mendengarkan khotbah, tetapi hanyut dan tenggelam dengan tontonan, dengan film, dan berbagai hiburan, berarti dia tidak menghormati Tuhan secara patut. Kalau mestinya ia mengalah ketika dimusuhi, tetapi tidak mau mengalah, mestinya mengampuni tetapi tidak mengampuni, mestinya tidak menyakiti orang dengan perkataan tetapi menyakiti, mestinya tidak mempercakapkan orang lain di belakang orang itu tetapi melakukannya, berarti ia tidak menghormati Allah. Sikap seperti itu menunjukkan bahwa sebenarnya ia tidak mengasihi Allah. Ironis sekali, kemudian pada waktu datang dalam kebaktian, dalam pertemuan doa, merasa bisa menyembah Tuhan, pada waktu kebaktian mengatakan bahwa dirinya meninggikan Dia, mengatakan menghormati Dia, ini berarti omong kosong atau sia-sia
Banyak orang tidak mengerti hal ini sehingga hidup mereka sembarangan, hidup mereka sembrono. Tuhan Yesus mengatakan bahwa “Penyembah-penyembah benar akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 4:23). Ucapan Tuhan Yesus ini berarti ibadah kita itu adalah seluruh waktu hidup kita, dan di mana pun kita berada serta melalui segala hal yang kita lakukan. Penyembahan kita bukan hanya dalam ritual, atau dalam seremonial, atau dalam liturgi atau hanya pada waktu kita kebaktian di gereja. Allah tidak bisa dipermainkan. Kiranya sejak sekarang ini kita mulai memiliki mata hati yang tulus, mata hati yang jujur, pada waktu kita kebaktian, pada waktu kita dalam pertemuan doa bersama, juga waktu kita menyembah Tuhan. Kita harus menghormati Tuhan secara patut di dalam kehidupan kita setiap hari. Kalau kita mengatakan: “aku sujud di hadapan-Mu, aku menyembah,” itu berarti kesediaan kita tunduk terhadap Tuhan dengan melakukan apa pun yang Allah kehendaki dalam hidup ini setiap saat dalam segala hal, dimanapun kita berada. Waktu kita ditampar pipi kanan, kita memberi pipi kiri, waktu kita dijahati, kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, ketika kita memiliki kesempatan untuk berbuat dosa, kita tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melukai Tuhan, dan itulah sikap menyembah Allah yang benar. Dengan demikian dalam kebaktian atau pertemuan doa, kata sembah sujud kita kepada Allah baru sah, baru valid, baru benar di hadapan Allah.
Jadi keabsahan atau validitas kita dalam menyembah Allah itu, bukan pada suara yang bagus, bukan pada musik yang bagus dan penyajian liturgi yang professional, tetapi dalam kehidupan setiap hari; ketika kita bersedia melakukan apa pun yang Tuhan kehendaki. Ketika kita harus membagi roti kita kepada sesama, ketika kita harus memberi pengampunan kepada orang yang rasanya tidak layak untuk diampuni, ketika kita berjuang untuk kepentingan Kerajaan Allah tanpa batas. Di situlah sesungguhnya sikap hormat, sembah kita kepada-Nya.