Skip to content

Kaya di Hadapan Allah

Saudaraku,

Pasti Saudara mengerti apa yang dimaksud dengan produktivitas; yaitu kemampuan menghasilkan. Pernahkah Saudara mempersoalkan bagaimana dengan produktivitas kerohanian kita? Apakah kita serius memperhatikan geliat, gerak dari kehidupan keberimanan atau kerohanian kita? Sehingga kita benar-benar menjadi anak-anak Allah yang produktif? Apakah kita sungguh-sungguh memperhatikan kualitas diri kita? Terkait dengan kehidupan keberimanan atau kehidupan rohani kita. Kalau untuk hal-hal sekuler—studi, karier, bisnis, hobi—seseorang bisa mengoptimalkan semua potensi, dan memiliki geliat dan gerak yang menghasilkan sikap produktivitas yang tinggi, namun apakah untuk perkara-perkara rohani kita juga mengoptimalkan kemampuan dan potensi yang ada pada kita untuk menghasilkan kerohanian keberimanan yang baik?

Kenyataan yang kita lihat, Saudaraku, untuk perkara-perkara fana orang bisa mengoptimalkan potensi. Padahal apa pun yang kita capai dalam hidup ini, hanya kita miliki dan nikmati tidak lebih dari 100 tahun. Dan orang bisa mempertaruhkan apa pun demi apa yang disebut keberhasilan atau sukses. Tetapi untuk yang bernilai kekekalan—keberimanan atau kerohanian—kita tidak mengoptimalkan potensi kita. Sebenarnya, sikap itu adalah sikap yang tidak menghormati Tuhan. Tidak menghormati Tuhan artinya tidak menyembah Tuhan. Standar kita terlalu rendah. Kalau istilah kuota, kuota yang kita sediakan untuk memburu perkara-perkara rohani yang memiliki nilai kekal, sangat terbatas.

Tahukah Saudara, kuasa kegelapan bermanuver menyesatkan pikiran dan menamkan konsep bahwa perkara-perkara rohani bukan sesuatu yang bernilai. Selain abstrak, mungkin juga dianggap tidakjelas. Sedangkan untuk yang namanya gelar dari pencapaian studi, karier dari pencapaian kerja keras di bidangnya, uang dari bisnis, pangkat, semua dipandang lebih bernilai. Dan memang, kalau orang mencapai level atau tingkat tinggi, ia bisa merasakannya hari ini—secara fisik maupun jiwa—kelimpahan materi, dan kehormatan dari manusia. Namun sadarkah Saudara bahwa manusia dibantai oleh kuasa kegelapan di dalam kebodohannya untuk memikirkan perkara-perkara fana dunia ini? Sampai pada usia tertentu, karena sudah begitu lamanya memiliki irama yang salah itu, kita tidak bisa disadarkan lagi. Orang-orang seperti ini masih ke gereja, dan mungkin juga mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan atau bahkan menjadi pendeta, tapi tidak memiliki naluri rohani yang baik, yang proporsional. Tentu mereka bukan orang-orang kaya di hadapan Allah.

Maksud ‘kaya’ di sini berarti dipandang Allah sebagai orang yang berkenan kepada-Nya. Orang kaya di hadapan Allah adalah orang yang mengerti perasaan Tuhan, dan segala sesuatu yang dilakukan menyenangkan Dia. Dan jika itu dilakukan, maka mata pengertiannya dibuka untuk menemukan rencana Allah dalam hidupnya secara spesifik, khas, dan yang tidak bisa dimiliki orang lain, dan dia bisa melakukannya. Tetapi untuk mencapai level ini tidak mudah. Mestinya, kita memiliki tujuan hidup untuk menjadi kaya di dalam Tuhan. Tetapi banyak orang sesat, Saudaraku. Maka kita harus memiliki tekad untuk berubah; tekad yang kuat. Dan betul-betul keras terhadap diri sendiri. Kalau kita tidak keras terhadap diri sendiri, dunia akan keras kepada kita, dan kita tidak berdaya sebab akan terbawa oleh arus dunia. Begitu kita meninggal dunia, kita miskin.

Di dalam Lukas 12:20, Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” Orang itu adalah orang kaya secara materi, namun Tuhan memandangnya sebagai orang bodoh. Untuk menjadi kaya di hadapan Allah, kita harus dengar-dengaran dan dengan rendah hati menerima Firman Tuhan, memberikan respons yang positif dengan tekad yang kuat, supaya kita mengalami perubahan. Kalau tidak, kita akan sama dengan orang beragama lain, atau orang Kristen lain yang tidak menghormati Tuhan. Orang yang tidak mengutamakan pekara-perkara rohani adalah orang yang tidak menghormati Tuhan. Sebenarnya, orang-orang seperti ini termasuk melawan Tuhan.

Teriring salam dan doa,

Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Orang kaya di hadapan Allah adalah orang yang mengerti perasaan Allah, dan segala sesuatu yang dilakukan menyenangkan Dia.