Kita mengerti betapa kehidupan kita hari lepas hari makin sulit, makin berat. Apalagi yang sekarang sedang menghadapi persoalan-persoalan berat. Kita merasa jalan hidup begitu berat, sukar, seperti berjalan di jalan yang berlumpur atau seperti mendaki sebuah bukit atau gunung. Ada sebuah kebenaran terkait dengan masalah atau persoalan hidup. Yang namanya “berhala” itu bukan hanya uang. Yang namanya “berhala” bukan hanya satu sesembahan di mana seseorang memberikan penyembahannya atau pengabdiannya. Tetapi yang namanya berhala itu juga adalah sesuatu yang mengikat, membelenggu hati.
Firman Tuhan mengatakan, “anak-anak-Ku, waspadalah terhadap segala berhala,” 1 Yohanes 5:21. Berhala bukan hanya jimat; berhala bukan hanya sesuatu yang terkait dengan okultisme; berhala bukan hanya uang, harta, kekayaan, hobi, kesenangan yang mengikat hati dan membuat seseorang tidak mengutamakan Tuhan, sehingga orang mengalahkan kepentingan-kepentingan rohani. Bukan hanya itu. Bukan hanya harta, kesenangan-kesenangan dunia, pangkat, gelar yang memang bisa mengikat atau merenggut hati. Masalah hidup juga bisa menjadi berhala. Masalah hidup juga bisa menjadi ikatan di dalam diri seseorang.
Hal ini yang banyak orang tidak tahu. Memang dia tidak memiliki berhala dalam bentuk jimat, dalam bentuk sesembahan terhadap dewa dewi, memang dia tidak terikat dengan uang atau apa pun, tetapi terikat dengan masalah. Sehingga orang bisa berkata, “Yang penting bagi saya, tidak punya masalah. Kalau punya masalah ini, saya tidak bahagia. Selama masih punya masalah ini, hidup saya terancam. Selama masih punya masalah ini, saya tidak merasakan ketenangan.” Banyak orang memberhalakan masalah. Misalnya, seorang istri yang salah memilih jodoh; suaminya jahat, berkhianat, menyiksa, KDRT, tidak bertanggung jawab. Ini masalah.
Masalah ini menyakitkan sekali. Pada waktu masih remaja, belum menikah, memimpikan kehidupan yang bahagia. Memimpikan sebuah pernikahan yang bahagia, memimpikan seorang pria yang membuat kewanitaannya berbunga-bunga seindah-indahnya dengan memberikan anak dan rumah tangga yang dia nikmati bak surga. Tetapi, kenyataannya terbalik. Suaminya bukan saja tidak memberi kebahagiaan, tetapi memberi penderitaan. Ini menyakitkan sekali, tetapi Tuhan menghendaki agar hati kita tetap terikat dengan Tuhan, lebih terikat dari apa pun dan siapa pun.
Jadi kalau kita menghadapi masalah, kita harus tetap mengikatkan hati dengan Tuhan. Kalau kita tetap mengikatkan hati dengan masalah yang di dalamnya ada kekecewaan, kepahitan, dendam, dan lain sebagainya, ini bisa menjadi kanker, tumor, bisa merusak enzim-enzim positif di dalam diri kita. Bisa membuat kita mati muda. Jadi seharusnya, kita tidak memberhalakan masalah. Karena masalah itu sudah terjadi. Waktu tidak bisa ditarik ke belakang. Kita harus menjalani hidup hari ini. Kita tidak bisa menghindarinya. Marilah kita menjadi dewasa dan matang, menjadi manusia yang bertanggung jawab. Berani mengambil, memikul risiko dari pilihan dan keputusan kita.
Jangan menyalahkan Tuhan dengan berkata, “Tuhan, mengapa Engkau berikan aku masalah seperti ini?” Jangan menyalahkan Tuhan, karena itu keputusan dan pilihan kita. Kita yang memilih. Jadi keadaan sudah seperti ini, ayo kita dewasa. Berani bertanggung jawab memikul buah atau hasil dari keputusan dan pilihan kita. Kita tidak bisa menarik mundur waktu. Jadi mari kita menghadapinya. Kita percaya bahwa kita masih sanggup memikul beban ini. Jangan berkata, “aku tidak sanggup, Tuhan.” Kalau kita tidak sanggup, Tuhan akan mendampingi sehingga kita sanggup.
Jadi, kita harus menerima realitas. Mungkin kita berkata, “aku seperti hidup di dunia asing. Mengapa terjadi ini?” Jangan berpikir demikian, itu tidak dewasa. Terimalah kenyataan ini dengan ucapan syukur. Artinya, di dalam persoalan pasti ada berkat kekal yang kita terima. Bagaimana kita tidak memberhalakan masalah? Yang pertama, kalau kita mau belajar bertanggung jawab atas setiap keputusan dan pilihan kita. Yang kedua, kita harus percaya di balik kejadian hidup yang kita alami, ada berkat kekal, ada berkat abadi. Kalau masalah yang kita alami bukan karena kesalahan, bukan karena keputusan dan pilihan kita tetapi karena orang jahat yang mengupayakan kejahatan, kita tetap menerima itu sebagai sesuatu yang di dalamnya ada berkat kekal.
Masalah hidup itu mendewasakan karakter kita. Dan paling tidak, dengan masalah tersebut, kita menghayati bahwa dunia ini bukan rumah kita. Supaya kita bisa memindahkan hati kita di Kerajaan Surga. Jangan memberhalakan masalah, karena sikap seperti ini adalah sikap tidak menghormati Tuhan. Serahkan saja ke dalam tangan Tuhan, dan nikmati sukacita di dalam hadirat-Nya. Jangan memberhalakan masalah, istri, suami, anak atau orang tua. Kalau memang kita benar, Tuhan akan membela. Tetapi kalau kita tidak benar, maka kita harus menuai apa yang kita tabur. Hal yang juga penting yaitu jangan membalas kejahatan dengan kejahatan.
Jangan memberhalakan masalah, karena sikap seperti ini adalah sikap tidak menghormati Tuhan.