Skip to content

Jangan Bergantung pada Kekuatan Manapun

Dalam pergumulan hidup menghadapi berbagai masalah, sering kita menjadi kecut dan tawar hati, atau mencoba mencari jalan keluar sendiri tanpa minta petunjuk Tuhan. Karena kita merasa bahwa kalau kita tidak bertindak sendiri, kita tidak akan aman atau tidak akan selamat. Ini yang membuat kita bisa bersalah kepada Tuhan; berdosa kepada Tuhan. Kita harus percaya bahwa Allah itu hidup. Benar-benar hidup, benar-benar hadir. Ironis, banyak orang berbicara tentang masalah, tentang problem, tentang ancaman hidup dan lain-lain, dan mereka berbicara seakan-akan Tuhan itu tidak ada. Selain rasa khawatir, mereka juga berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan kekuatan sendiri. Kita jangan bergantung kepada kekuatan manapun, kecuali memang Tuhan menggerakkan orang untuk menolong kita. Tetapi jangan kita yang menggerakkan diri kita sendiri mencari perlindungan dan naungan dari orang lain.

Tuhan yang tahu apakah kita melakukan hal ini, yaitu berlindung kepada Tuhan atau kepada manusia. Suatu hari di pengadilan Tuhan tidak ada yang tersembunyi, semua rahasia dibuka. Dan pada waktu itu, kita akan melihat kesucian orang atau kejahatan orang; kualitas hidup rohani seseorang akan terbuka, karena semua orang harus memberi pertanggungan jawab. Terkait dengan masalah yang sekarang sedang kita hadapi, kita harus berpegang pada Mazmur 124:8, “Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN yang menjadikan langit dan bumi.” Dan kita orang Indonesia dari berbagai suku bangsa—Ambon, Manado, Tionghoa, Jawa, Batak atau Tapanuli—kita ini bukan umat pilihan secara darah daging, karena kita bukan keturunan Abraham. Tetapi di dalam iman kita termasuk warga Israel; Israel rohani. Bukan Yahudi, bukan Zionis; tetapi kita Israel rohani. Karena nama Israel itu sebenarnya nama diri Yakub. Pada mulanya bukan nama suku bangsa, tapi nama diri Yakub yang artinya pahlawan Allah; juga berarti ‘telah bergumul dengan Allah dan menang;’ Israel.

Kita adalah Israel rohani, bukan Israel Yahudi atau Zionis yang sekarang ini secara harfiah menjadi suatu bangsa. Kita adalah orang-orang non-Yahudi, tapi menjadi umat pilihan yang boleh memiliki Sesembahan bernama Yahweh. Jika Yesus tidak mati di kayu salib menebus kita, menjadikan kita bagian dari umat pilihan yang menjadikan kita Israel rohani, kita tidak bisa memanggil Yahweh sebagai Bapa. Jadi, dalam nama Tuhan Yesus Kristus kita boleh menerima berkat, kuasa, keselamatan, perlindungan, pemeliharan dari Allah semesta alam. Allah semesta alam itu menjadi Allahnya Abraham, Ishak, dan Yakub. Karena Abraham, Ishak, dan Yakub adalah manusia khusus yang dipanggil oleh-Nya, menjadi nenek moyang dari umat pilihan secara jasmani. Tentu Allah tidak bisa memilih semua bangsa menjadi umat pilihan yang melaluinya Allah mau menyatakan diri dan meninggalkan atau menyimpan atau memuat pengenalan akan Dia dan tindakan-tindakan-Nya. Allah memilih Abraham. Dari Abraham lahir Ishak, Yakub; Israel.

Tetapi di Perjanjian Baru, oleh karena kurban Yesus Kristus di kayu salib, kita menjadi anak-anak Allah. Jadi kita bisa minta berkat dari Allah Bapa, dalam nama Yesus Kristus. Karena melalui Tuhan Yesus Kristus kita mendapat berkat dari Elohim Yahweh. Jadi kalau di Perjanjian Lama belum datang Yesus, belum datang Anak Allah, maka pertolongan kita ini—di konteks Perjanjian Lama waktu itu—dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi, dan konteksnya ini umat Israel; bukan orang Jawa atau orang Manado, atau orang Batak, atau orang Ambon. Kita yakin Allah itu hidup. Satu kalimat yang harus kita ingat dan yakini bahwa Dia, Tuhan yang kita sembah adalah Yahweh; Allah yang hidup di bumi, yang sama dengan bumi yang diinjak Musa. Jadi Musa tidak hidup di bumi yang lain, tapi di bumi ini. Kita memercayai Allah yang hidup di bumi yang sama, yang hari ini memerintah.

Dengan demikian, seharusnya tidak ada sosok atau sesuatu yang kita bergantung padanya. Orang percaya yang menghayati bahwa Allah Israel yang sama, sampai hari ini masih menyertai kita dan akan menaruh harap pada-Nya saja. Jika kita masih menaruh harap pada sesuatu atau seseorang di samping Allah yang takhta-Nya kekal untuk selamanya, maka kita sedang mengecewakannya. Kepercayaan kita terhadap Allah berbanding lurus dengan keberanian kita menggantungkan diri kepada-Nya dalam segala kondisi. Bukan hanya dalam kondisi baik saja, melainkan dalam kondisi ekstrem sekalipun kita tetap bergantung pada-Nya. Tidak ada waktu dimana kita bergantung pada diri sendiri, sesuatu, atau seseorang, selain Allah Israel.

Kita jangan bergantung kepada kekuatan manapun, kecuali memang Tuhan menggerakkan orang untuk menolong.