Tuhan memperingatkan kita untuk satu hal yang benar-benar harus kita perhatikan, yaitu mengenai kegagalan dari bangsa Israel yang telah dientaskan Tuhan dari tanah perbudakan. Semestinya, mereka sampai ke Tanah Kanaan; negeri yang dijanjikan oleh Allah. Tanah yang berlimpah susu dan madu. Susu, bicara mengenai kemakmuran peternakan. Madu, bicara mengenai kemakmuran pertanian. Jadi, bicara mengenai susu dan madu, itu bicara mengenai kelimpahan hidup. Sangat jauh berbeda dengan keadaan mereka pada waktu di Mesir sebagai budak, tidak ada kemerdekaan; tertindas. Waktu, hidup, tenaga mereka dikuasai, dimiliki oleh bangsa Mesir.
Allah melepaskan mereka dengan 10 tulah. Hal yang tidak pernah terjadi dalam sejarah kehidupan. Tidak heran kalau bangsa-bangsa Kanaan menjadi takut jika mereka mendengar bahwa Allah yang orang-orang Kanaan kenal sebagai dewa orang Israel itu kuat. Di depan mata mereka, Allah menunjukkan keperkasaan-Nya, pembelaan-Nya, kesetiaan-Nya. Selanjutnya, Tuhan juga membuat laut Teberau terbelah. Mereka menyaksikan bagaimana Tuhan mengadakan keajaiban. Lengan perkasa-Nya yang bisa membelah laut atau mengeringkan laut.
Mereka juga menyaksikan bagaimana Allah hadir di Sinai dengan guruh, halilintar yang mengerikan, sehingga mereka semua gemetar. “Tetapi sungguh pun demikian,” kata firman Tuhan, “Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka.” Artinya, sebagian besar mereka ternyata dinilai Tuhan tidak berkenan. Karenanya, mereka ditewaskan di padang gurun sebagai konsekuensinya. Betapa sayangnya Tuhan kepada mereka. Tuhan hadir dalam keperkasaan yang begitu hebat, menyayangi bangsa itu. Tidak diragukan, kasih kesetiaan Tuhan kepada umat Israel. Seperti firman Tuhan mengatakan bahwa Ia tidak menghendaki seorang pun binasa (2 Ptr. 3). Tentu Allah tidak menghendaki seorang pun dari bangsa Israel yang tidak menjangkau Kanaan.
Namun, Tuhan menewaskan mereka di padang gurun. Tetapi sungguh pun demikian—maksudnya, walau mereka telah menyaksikan perbuatan tangan Tuhan yang perkasa membela mereka, mereka mengalami dan merasakan kasih Tuhan—mereka tidak berkenan karena mereka tidak dengar-dengaran. Tidak tahu diri, tidak tahu budi, tidak tahu berterima kasih, dan memberontak. Semua ini telah terjadi, bukan dongeng, bukan cerita fiksi. Semua ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita, untuk memperingatkan kita supaya kita jangan menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang mereka telah perbuat. Jangan anggap remeh bahwa kejahatan kita itu tidak membahayakan. Setan menipu kita.
Jangan berpikir kejahatan kita tidak akan membuahkan sesuatu yang mencelakai kita. Di ayat 11 kembali ditulis, “Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh yang dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita, yang hidup pada waktu di mana zaman akhir ini telah tiba.” Luar biasa pesan ini. Sejujurnya, sebagian kita masih melakukan kejahatan di mata Tuhan. Tuhan memang belum mendatangkan celaka, karena Tuhan masih memberikan kesempatan bagi kita untuk bertobat. Maka, jangan terus-menerus begitu. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, tetapi Tuhan juga tidak akan mengubah tatanan-Nya. Kalau kita taat, maka berkat, rahmat. Kita tidak taat, maka laknat.
Kalau sekarang kita merasa seakan-akan keadaan aman-aman saja, firman Tuhan mengatakan memang ada orang yang menganggap sebagai kelalaian. Mereka juga menganggap Tuhan seperti main-main dengan menciptakan kehidupan ini. Seperti di Mazmur 73, dikatakan bahwa orang jahat, orang fasik malah gemuk, sehat, senang selamanya, artinya tidak pernah mengalami kesulitan. “Selamanya” dalam arti waktu di bumi atau sementara waktu, tetapi pemazmur yang memperhatikan firman dan sungguh-sungguh, seperti kena tulah. Seperti kena hukuman, mendapat pukulan. Tuhan tidak main-main. Semua di dalam kontrol Tuhan, semua dalam tatanan Allah. Semua ada perhitungannya.
Jangan kita anggap Tuhan itu main-main. Mengerikan! Sudah saatnya firman Tuhan disampaikan kepada orang-orang dewasa. Bukan seperti berapa puluh tahun lalu ketika gereja baru mengalami kebangunan rohani. Di mana kita bisa menyerukan bahwa “Allah itu baik, sungguh baik, sangat baik. Allah memberkati, Allah menyertai. Dia Gembala yang baik, melindungi, menjaga.” Hal itu benar dan tetap. Namun, hari ini, kita juga harus mengajarkan ada domba yang sesat. Maka, kalau sampai tidak balik, mereka akan terhilang selamanya. Tuhan itu penuh kasih, tetapi Dia juga adil. Harus diajarkan bahwa Tuhan juga bisa berkata tegas, “Aku tidak kenal kamu. Enyahlah dari hadapan-Ku.”
Peringatan Tuhan ini demi kebaikan kita, karena Tuhan mengasihi kita. Sering kali kita tidak tahu bagaimana menyayangi diri kita sendiri dengan benar. Kita sering masih menyayangi diri kita dengan cara yang salah, yaitu ketika kita memuaskan apa yang menjadi kepuasan-kepuasan kita tanpa memperhatikan standar kebenaran dan kesucian Tuhan. Dengan demikian, sejatinya, kita mencelakai diri kita sendiri.
Jangan anggap remeh bahwa kejahatan kita itu tidak membahayakan.