Dengan keberhasilan Yesus menyelesaikan tugas penyelamatan, maka ada penebusan. Roh Kudus dimeteraikan dalam kehidupan orang yang percaya, selanjutnya, Allah menggarap orang-orang percaya untuk menjadi serupa dengan Yesus agar Anak-Nya menjadi yang sulung di antara banyak saudara (Rm. 8:28-29). Pengurbanan Yesus melahirkan banyak saudara-saudara bagi Yesus yang bisa berkeadaan seperti Dia, bagi kemuliaan Allah. Yesus seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, sehingga dapat menghasilkan anak-anak Allah yang berkeadaan seperti Dia. Tentu saja hal ini tidak terjadi secara otomatis, tetapi harus melalui proses perjuangan setiap individu. Banyak orang Kristen hanya mengerti pengurbanan Yesus yang memikul dosa, tetapi tidak mempermasalahkan maksud pengurbanan itu diberikan, yaitu agar orang percaya dilahirkan sebagai anak-anak Allah. Hal ini tidak terjadi secara otomatis. Karena tidak mengerti, maka tidak ada tindak lanjut atas pengurbanan Yesus, yaitu berjuang untuk bergaya hidup seperti-Nya, sehingga banyak orang Kristen sudah merasa puas sebagai orang yang telah ditebus oleh darah Yesus, dan merasa telah memiliki jaminan masuk surga. Padahal, mestinya ada tindak lanjut yang dilakukan orang percaya agar menjadi seperti gandum yang jatuh ke tanah dan mati, agar juga dapat berbuah juga seperti Yesus.
Demi tegasnya panggilan ini, Tuhan Yesus mengancam, kalau seseorang tidak berbuah maka Tuhan akan mengerat dan membuang orang tersebut (Yoh. 15:2). Dengan demikian, merupakan suatu keharusan bagi orang percaya untuk menjadi biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, agar bisa menghasilkan buah. Buah tersebut adalah kehidupan yang bergaya hidup seperti Yesus, yang dapat membuat orang lain diselamatkan. “Seperti biji gandum yang jatuh ke tanah” artinya bersedia meninggalkan seluruh watak atau karakter kita yang “lama” dan mengenakan kehidupan Yesus. Kehidupan seperti ini sama dengan kehidupan Paulus yang dirumuskan dengan kalimat “hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Kehidupan seorang anak Allah yang serupa dengan Yesus pasti dapat terimpartasi atau menular kepada orang lain. Inilah yang dimaksud menjadi garam bagi dunia. Proses impartasi ini menghasilkan orang-orang yang bukan saja datang ke gereja menjadi orang Kristen, melainkan juga berperilaku seperti Yesus, seperti yang kita peragakan. Orang-orang yang ditulari gaya hidup Yesus inilah buah-buah kehidupan kita sebagai orang percaya.
Merupakan perjuangan yang berat, bagaimana menanggalkan diri sendiri dan mengenakan gaya hidup Yesus. Dalam hal ini, seperti menanggalkan pakaian lama dan mengenakan pakaian yang baru. Pakaian lama kita adalah diri kita sendiri, sedangkan pakaian baru kita adalah gaya hidup Yesus atau roh Kristus. Pertukaran pakaian inilah yang dimaksud dengan “menyangkal diri.” Sebenarnya, menyangkal diri bukan hanya tindakan menolak perbuatan yang melanggar hukum, melainkan juga tindakan menolak “gaya hidup wajar” dan mengenakan gaya hidup sebagai anak Allah, yang standarnya adalah kehidupan Yesus.
Oleh sebab itu, tujuan hidup kita satu-satunya hanyalah menjadi seperti Yesus. Segenap hidup harus diarahkan untuk satu-satunya tujuan hidup ini. Orang percaya harus menyediakan “segenap” hidup untuk berjuang menjadi serupa dengan Yesus. Dengan tujuan hidup ini, seorang Kristen tidak lagi berusaha memaksa diri membuat rumahnya menjadi lebih mewah, mobilnya menjadi lebih banyak, perhiasannya menjadi lebih mengagumkan, dan lain sebagainya yang bersifat duniawi. Selanjutnya, orang percaya yang berjuang untuk menjadi serupa dengan Yesus akan memenuhi pikiran dengan kebenaran Alkitab. Kebenaran firman Tuhan inilah yang akan mencerdaskan seseorang sehingga bisa menangkap “suara Tuhan” setiap hari, melalui segala peristiwa yang di alami. Oleh sebab itu, betapa berharganya setiap menit yang kita miliki untuk mengisi pikiran dengan kebenaran firman Tuhan. Akhirnya, orang percaya harus selalu menjumpai Tuhan melalui doa pribadi. Perjumpaan-perjumpaan tersebut akan menghasilkan impartasi spirit dari Tuhan kepada orang percaya. Pada dasarnya, mengganti pakaian lama dengan pakaian baru adalah mengganti gairah hidup; dari gairah hidup melakukan kehendak diri sendiri, diganti dengan gairah melakukan kehendak Bapa.
Proses panjang mengenakan gaya hidup Yesus ini pasti akan menghasilkan kehidupan sebagai anak-anak Allah yang tidak sama dengan dunia ini (Ibr. 12:2). Kehidupan yang berbeda dengan anak dunia ini ini menjadi kesaksian bagi dunia. Dengan demikian, orang percaya dapat menulari orang lain yang belum percaya dengan kehidupan seperti yang dikehendaki oleh Allah. Dengan demikian pula, kehidupan orang percaya menjadi surat yang terbuka yang dapat dibaca semua orang. Dari hal ini, orang-orang di sekitar kita menerima impartasi kehidupan yang kita kenakan, dan juga dapat menjadi percaya serta mengalami proses dikembalikan ke rancangan semula-Nya.