Dalam perjalanan hidup kita ini, pasti ada masa-masa di mana Tuhan seakan-akan tidak hadir, seakan-akan Tuhan tidak nyata. Sementara keadaan kita tidak berbeda dengan orang-orang di luar Tuhan. Itulah sebabnya ada orang-orang Kristen ‘terpaksa’ menjual imannya dengan bergabung dengan mereka yang memiliki kesenangan-kesenangan hidup yang rasanya itu adalah hal yang membahagiakan. Ketika kita dalam keadaan seakan-akan Tuhan meninggalkan kita, di situ kita belajar untuk percaya, di situlah kita diberi Tuhan kesempatan Tuhan untuk belajar percaya.
Kalau keadaan serba baik, mukjizat nyata, Allah hadir menyatakan kemuliaan-Nya dalam berbagai karunia-karunia Roh, maka mudah sekali seseorang menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Tetapi kalau dalam situasi di mana seakan-akan Tuhan meninggalkan kita—apalagi kita yang sungguh-sungguh mencari Tuhan—dan keadaan kita tidak berbeda dengan mereka—bahkan mungkin keadaan lebih terpuruk, lebih susah dibanding mereka—sejatinya, di sini Tuhan menguji keteguhan hati kita, kesetiaan iman kita kepada Tuhan. Jangan menjadi kendor, jangan menjadi lemah, tetapi kita harus tetap kuat di dalam Tuhan. Dengan kekuatan dari Tuhan, kita pasti sanggup melewati berbagai pergumulan hidup yang harus kita lalui.
Di situ ada banyak pelajaran rohani yang kita dapat. Jadi ketika kita dalam satu keadaan di mana seakan-seakan Tuhan meninggalkan kita, tetapi kita harus tetap menaruh percaya kita kepada Tuhan. Kita menjalani hidup, kita menjalani tanggung jawab, seakan-seakan Tuhan tidak campur tangan, Tuhan tidak menolong. Ada saja hal yang harus kita alami, kesulitan demi kesulitan, ada saja yang harus kita alami. Tetapi itu tidak menjadi masalah, kita tetap bertekun di dalam Tuhan dan menantikan Tuhan. Itulah artinya menantikan Tuhan; “Tuhan, aku menanti-nantikan Engkau, dalam kasus rumah tanggaku, dalam kasus ekonomi, dalam kasus kesehatan keluarga kami, aku bergantung kepada-Mu. Aku perlu Engkau Tuhan, hanya Engkau yang kuperlu.”
Kita belajar bertahan di tengah-tengah keadaan yang sulit. Tuhan pasti akan menunjukkan kemuliaan-Nya. Hal itu akhirnya mendidik kita untuk memercayai Allah bukan hanya pada saat situasi mendukung—seperti adanya Kebangunan Rohani Kesembuhan dan mukjizat lain—melainkan dalam segala situasi di mana tidak ada mukjizat, tidak ada hal yang spektakuler terjadi di gereja, namun kita tetap percaya bahwa Tuhan beserta kita, Tuhan bersama kita. Jangan hanya pada waktu ada mukjizat KKR lalu ada pernyataan kuasa Roh Allah baru kita berkata, “Allah ada di sini.”
Justru iman kita menjadi bernilai ketika kita beriman kepada Tuhan dalam situasi yang sulit untuk memercayai bahwa Tuhan itu ada. Kita justru dilatih memiliki iman di tempat di mana orang menolak iman, menolak Yesus; kita di situ justru bersaksi. Orang boleh pakai cara hidup bagaimanapun, nyaman dan bahagia dengan cara hidup apa pun, tetapi kita tidak boleh terbawa oleh cara dan gaya hidup mereka. Kita memiliki cara dan gaya hidup sebagai anak-anak Allah yang berbeda, yang tidak sama. Dan kita tetap bertahan dalam cara dan gaya hidup anak-anak Allah, walaupun kelihatannya sama dengan mereka. Bahkan mereka bisa lebih sukses, lebih maju, lebih berhasil. Tetapi kita tetap percaya kepada Tuhan.
Situasi-situasi yang sulit untuk memercayai bahwa Allah itu ada dan hidup, justru kita kenakan untuk menjadi pelatih kita dalam beriman kepada Tuhan. Sebab kita percaya pasti nanti di akhir pergumulan hidup kita, kita pasti melihat kemuliaan Allah. Tidak mungkin tidak ada kemuliaan Allah. Waktu demi waktu yang kita habiskan untuk mencari Tuhan, pasti membuahkan buah yang luar biasa. Jadi yang kurang serius, ayo kita mulai serius. Tuhan melihat, menandai sebeberapa kita serius atau tidak. Ibarat ikan, kita harus serius sedang menuju satu tujuan; jangan menyimpang ke kanan ke kiri, walau penuh dengan arus, kita tetap melawan arus. Ayo, kita menuju satu tujuan, tujuan kita adalah Rumah Bapa, langit baru bumi baru.
Karena kita tahu di mana rumah kita berada. Roh Kudus pasti juga memberikan kita kepekaan, nurani untuk menghayati di mana rumah yang sesungguhnya untuk kita. Kita punya kepekaan untuk kembali ke rumah di mana Bapa telah sediakan rumah itu bagi kita. Jadi, kita tetap setia walaupun keadaan kita tidak berbeda—bahkan lebih terpuruk—dibanding dengan mereka yang tidak mencari Tuhan. Jangan hal jasmani menjadi ukuran penyertaan Tuhan. Tuhan tetap beserta kita, apa pun keadaan kita dan pasti kita akan melihat kemuliaan Tuhan ke depan.
Iman kita menjadi bernilai ketika kita beriman kepada Tuhan
dalam situasi yang sulit untuk memercayai bahwa Tuhan itu ada.