Skip to content

Harus Meningkatkan Lagi

Pernahkah kita merenungkan bahwa apa yang kita lakukan untuk mengalami Tuhan begitu tidak biasa? Tidak banyak orang yang melakukannya. Nanti ketika kita bertemu dengan Allah semesta alam di dalam kemuliaan-Nya, saat kita memandang wajah Tuhan Yesus yang agung dan Kerajaan Tuhan Yesus yang sangat indah, ternyata yang kita lakukan ini belum sepadan dengan keagungan Allah yang dahsyat sekali. Belum seimbang dengan keindahan Kerajaan Surga di mana kita diperkenankan masuk ke dalamnya. Kita yang telah begitu ekstrem dan begitu fanatik mencari Tuhan harus mengerti bahwa yang kita lakukan itu sebenarnya belum sepadan dengan keagungan Allah dan Kerajaan-Nya. 

Maka, kita jangan merasa puas dengan apa yang kita telah lakukan dalam perburuan kita terhadap Tuhan. Kalau kita bisa meningkatkan, kita harus meningkatkannya lagi. Kita bisa lebih ekstrem lagi, lebih fanatik lagi. Jangan sekali-kali membandingkan cara kita memburu Tuhan dengan orang-orang yang tidak merasa perlu mencari Tuhan. Kalau kita membandingkannya, kita akan merosot, menjadi lemah, lalu mulai mengurangi intensitas kita dalam memburu Tuhan. Kiranya Tuhan membuka mata pengertian kita, sehingga kita bisa merenungkan dan menghayati kedahsyatan dan keagungan Allah. 

Kalau kita menghayati keagungan dan kedahsyatan Allah, kita seperti orang yang memiliki cek dan berani menandatanganinya tanpa mengisi nominal angkanya. Kita berkata, “Silakan tulis berapa pun yang Anda mau.” Terhadap Tuhan, kita harus berani melakukan itu. Kita tanda tangani lembar kehidupan kita, dan kita mengatakan kepada Tuhan, “Apa yang Kau kehendaki untuk kulakukan, akan kulakukan, Tuhan.” Sebab keagungan, kemuliaan Tuhan itu tidak terhingga. 

Kekristenan yang kita jalani di waktu-waktu yang lalu dan yang dijalani oleh kebanyakan orang, adalah kekristenan yang sebenarnya jauh dari standar; telah terjadi penyimpangan. Bagi banyak orang hari ini, dan telah dilakukan oleh mereka, betapa tidak hormatnya mereka terhadap Allah. Maka, kita jangan terbawa oleh suasana dunia yang semakin hari semakin fasik. Fasik artinya tidak peduli Tuhan, tidak peduli perasaan-Nya. Kita harus memisahkan diri dari dunia, dan memilih untuk berperkara dengan Allah. Kita berikan blanko cek kosong dengan tanda tangan kita, “Silakan, Tuhan, mau isi berapa pun.” Hal ini hanya kita lakukan untuk Tuhan. 

Karena kemuliaan, keagungan Tuhan itu tiada batas, maka kesucian, kekudusan, keagungan karakter Allah juga tidak terbatas. Ketika pemazmur mengatakan di Mazmur 73, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau, tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Untuk memiliki Tuhan, didasarkan pada keinginannya untuk memiliki Tuhan saja, maka seseorang harus berani mempertaruhkan apa pun yang ada padanya. 

Orang seperti ini pasti hatinya sudah dipindahkan ke dunia yang akan datang, dan tahu yang dia butuhkan hanya Tuhan. Oleh sebab itu, sejak di bumi—bukan nanti setelah mati—ketika sadar bahwa yang dibutuhkan hanya Tuhan, ia bisa berkata: “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Ini fanatik sekali. Jangan menjadi hiasan tertulis di dalam kehidupan kita, tetapi kiranya ini diperagakan dalam hidup kita. Betapa bersyukurnya kita yang selalu mendengar firman yang mengarahkan kita ke langit baru bumi baru. 

Sampai pada kesadaran penuh bahwa hanya Tuhan yang kita butuhkan. Kita tidak membawa apa-apa. Semua yang kita usahakan dan perjuangkan di bumi ini, akan lenyap seperti uap. Kita harus sampai di level ini, sehingga kita berani mempertaruhkan apa pun demi mencapainya, “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” 

Kiranya kita dapat membayangkan satu fakta yang akan terjadi, bahwa ketika semua orang meninggal dunia dan dibawa ke pengadilan, kita akan melihat orang-orang terhormat di bumi ini, orang-orang yang kaya, yang memiliki jabatan, kedudukan yang tinggi dan dihormati, dihargai orang; tetapi di kekekalan menjadi orang-orang miskin karena mereka tidak mencari Tuhan. Tetapi kita mau menjadi orang-orang kaya; kaya karena Tuhan. Sebab, hanya Tuhanlah yang menjadi kekayaan kita. 

Tidak ada batas untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan. Hal itu dibahasakan oleh Paulus, “Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalamku. Dan hidup yang kuhidupi dalam daging ini, hidup karena iman, karena penurutan terhadap kehendak Allah.” Tanpa ragu-ragu Paulus mengatakan di Filipi 1:21, “Bagiku hidup adalah Kristus, dan mati adalah keuntungan.” Jadi kalau kita hidup, sepenuhnya untuk memperagakan pikiran dan perasaan Tuhan Yesus. Ini namanya memiliki Kristus di dalam dirinya, yang prinsipnya melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. 

Jangan merasa puas dengan apa yang kita telah lakukan dalam perburuan kita terhadap Tuhan. Kalau kita bisa meningkatkan, kita harus meningkatkannya lagi.