Kesucian haruslah diperjuangkan, karena seseorang tidak akan dapat memiliki kesucian tanpa perjuangan. Kesucian hidup tidak dapat dimiliki orang percaya dengan sendirinya atau secara otomatis. Seberapa tinggi seseorang mencapai kesucian, bukan hanya tergantung dari kasih karunia-Nya, melainkan juga sangat tergantung dari perjuangan manusianya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyatakan bahwa untuk masuk Kerajaan Surga, harus berjuang (Luk. 13:24). Di bagian lain, Tuhan Yesus menyatakan bahwa banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih (Mat. 22:14). Tentu pilihan ini juga berdasarkan respons seseorang. Sangat menyedihkan. Banyak orang Kristen kalau sudah merasa percaya, ia yakin pasti selamat masuk surga. Padahal, dalam Matius 7:21-23 dinyatakan bahwa sekalipun seseorang sudah mengadakan banyak mukjizat, tetapi kalau ia tidak melakukan kehendak Bapa atau tidak hidup dalam kesucian, ia bisa ditolak Allah. Percaya bukan hanya dalam pikiran, melainkan harus ada tindakan konkret.
Semua potensi yang Tuhan berikan haruslah digunakan untuk meraih kesucian. Perumpamaan talenta yang ditulis dalam Matius 25 sesungguhnya lebih dekat bertalian dengan hal kesucian atau kualitas hidup yang harus dicapai seseorang. Setiap orang percaya mendapat kesempatan yang berbeda, tetapi seberapa yang Tuhan berikan, harus dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh. Kalau fasilitas yang Tuhan sediakan tidak digunakan secara bertanggung jawab, kesempatan itu akan hilang dan tidak ditemukan lagi. Untuk mengalami pertumbuhan kesucian yang baik, seseorang harus memiliki kerinduan yang kuat untuk memahami semua yang Bapa kehendaki atas hidupnya. Selanjutnya, berusaha memenuhi apa yang dikehendaki Bapa untuk dilakukan. Kerinduan untuk melakukan kehendak Bapa inilah yang dimaksud haus dan lapar akan kebenaran (Mat. 5:6). Orang yang berkerinduan untuk mencapai kesucian yang menyukakan hati Bapa, pasti ia dapat meraihnya. Ingat, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan!
Tidak ada yang sulit kalau sudah dilakukan dan dibiasakan, tetapi akan menjadi sulit dan tidak mungkin bisa dilakukan kalau tidak pernah diusahakan untuk dilakukan dan dibiasakan. Juga dalam hal mencapai kesucian. Kebenaran ini akan menggerakkan kita untuk memperhatikan langkah kita setiap detik, menit, dan jam. Apakah segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-Nya? Oleh sebab itu, kalau kita salah, kita harus cepat memperbaikinya. Kita harus membiasakan melakukan kehendak Tuhan tanpa perlu memaksa diri untuk itu, karena sudah menjadi kebiasaan. Dengan demikian, bukan hanya dosa atau kesalahan masa lalu yang dianggap telah beres atau dibereskan, melainkan kemungkinan untuk berbuat salah lagi juga dihilangkan. Dalam hal ini, orang yang menerima pengampunan dari Tuhan adalah orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengubah hidupnya. Inilah yang disebut sebagai anugerah yang bertanggung jawab. Orang yang menerima pengampunan Tuhan harus memberi diri diperbaiki oleh Tuhan. “Perbaikan” di sini adalah perbaikan dari gambar Allah yang rusak untuk dikembalikan pada rancangan semula-Nya.
Orang Kristen yang tidak berani hidup suci berarti tidak percaya kepada Tuhan Yesus. “Percaya” artinya menyerahkan diri kepada objek yang dipercayai. Kalau seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, ia harus bersedia untuk hidup dalam kesucian Allah. Tuhan Yesus berkata bahwa kita harus sempurna seperti Bapa (Mat. 5:48). Dalam hal ini, kesucian hidup orang percaya bertalian dengan keagungan kepribadian seperti keagungan pribadi Bapa. Orang percaya harus menjadi anak-anak Allah yang memancarkan keagungan Bapa. Oleh sebab itu, tidak bisa tidak, orang percaya harus hidup dalam kesucian Bapa, yang sama dengan mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:9-10). Allah mau menjadikan orang percaya sebagai orang kudus, tetapi kalau seseorang menolaknya, maka Allah tidak memaksanya. Memaksa bukanlah hakekat Allah. Dari hal ini, kita peroleh fakta ada orang-orang yang bersedia bertobat dan menerima Yesus Kristus dengan benar, dan banyak pula yang menolaknya. Dari hal ini juga kita peroleh fakta bahwa orang percaya bisa menjadi orang yang menang atau orang yang kalah. Dari kesimpulan tersebut, jelas bahwa hidup adalah perjuangan (Luk. 13:23-24).
Kesucian haruslah diperjuangkan; kesucian hidup tidak dapat dimiliki orang percaya dengan sendirinya atau secara otomatis.