Kita mau meninggalkan cara-cara beragama, yang hanya dibalut oleh liturgi, seremonial, yang mana itu merupakan permainan manusia dan penuh kemunafikan. Bukan berarti kita tidak lagi memiliki liturgi atau kebaktian seperti pada umumnya dilakukan gereja, kita masih memilikinya. Tetapi lebih dari itu, kita mau sungguh-sungguh mencari Tuhan dan mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Kualitas dari pertemuan kita tidak ditentukan oleh kemampuan menyanyi, vokal, musik, dan lain sebagainya, yang menyangkut teknis, tetapi ditentukan oleh perjalanan hidup kita setiap hari, apakah kita sungguh-sungguh hidup dalam persekutuan dengan Tuhan atau tidak. Allah mencari orang-orang yang hatinya terus memiliki hubungan dengan Tuhan, dan itu bisa kita lakukan, dan memang harus kita lakukan.
Terus terang banyak orang Kristen, termasuk sebagian kita, yang masih asing dengan Tuhan, sehingga Kerajaan Surga juga asing terhadap kita. Kita bertuhan hanya pada waktu kita ke gereja mengikuti liturgi, dan di gereja pun belum tentu seseorang itu fokus. Pada umumnya gagal fokus. Maka, mesti kita memiliki relasi dengan Tuhan setiap saat. Tidak ada wilayah blankspot dengan Tuhan. Selalu ada hubungan. Itu yang dimaksud Alkitab sebagai “Berdoalah tiada berkeputusan.” Doa tiada berkeputusan, bukan berarti kita hanya melipat tangan, berlutut di ruang doa, melainkan kita harus ada dalam kesadaran bahwa kita sedang menuju Rumah Bapa.
Kita adalah musafir-musafir yang sedang menuju Rumah Bapa, dan memang semua kita sedang ada dalam perjalanan, yang pasti kita akan ada di ujung perjalanan tersebut. Dan di akhir perjalanan hidup kita, kiranya kita disambut Tuhan, karena Kerajaan Surga mengenal kita. Jadi kita jangan hanya beragama Kristen, tetapi kita harus memiliki hubungan dengan Tuhan setiap saat, dan itu harus dilatih dari menit ke menit. Orang yang hidup di hadirat Tuhan, pasti beda; dalam sukacitanya, cahaya hidupnya, keberaniannya menghadapi pergumulan. Bagi seorang hamba Tuhan, ‘basahnya’ waktu dia berdoa atau menyanyi atau menyembah itu nampak.
Tanpa kita sadari, sering kita bersikap tidak setia kepada Tuhan. Puji Tuhan, walaupun kita tidak setia, Tuhan tetap setia. Dan sekarang, setelah kita mengerti hal ini, selain kita berkata “Jangan tinggalkan aku, Tuhan,” kita juga berkata kepada diri sendiri, “Jangan tinggalkan Tuhan.” Jangan tinggalkan Tuhan, bukan hanya tetap menjadi Kristen atau ke gereja, tapi setiap saat memiliki koneksi, memiliki hubungan dengan Tuhan. Sejatinya, kita mau cari apa sih hidup ini? Apa sih yang kita harapkan? Apa yang kita usahakan, kita upayakan, pada akhirnya akan kita lepas, atau harus dilepaskan. Siapa pun yang ada di sekitar kita, yang kita miliki, dan merasa memiliki kita, juga harus dilepaskan. Ini bukan berarti kita berpikir fatalistik, karena kita tetap harus berpikir realistis.
Jadi, perkataan pemazmur itu luar biasa, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau?” Artinya, tidak ada yang akan kita bawa. “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Jangan berbagi fokus kepada apa pun dan siapa pun. Jadi kalau kita kerja, fokus kerja tentunya, tapi semua untuk Tuhan. Sebagai ibu rumah tangga, mengerjakan tugas sebagai ibu rumah tangga, tapi di atas fokus itu kita melakukannya semua untuk Tuhan. Kita harus menjadi anak-anak Allah yang benar-benar proper, yang benar-benar unggul. Dan itu harus dilatih.
Begitu bangun tidur, mulai menjaga mata kita, miliki tekad, “Hari ini aku mau berjalan bersama Tuhan, aku hidup di hadirat-Mu, Tuhan, aku hidup di hadapan-Mu,” dan itu harus menjadi kebahagiaan kita. Menatap hari yang baru, menyongsong hari yang baru, menapaki detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, sampai nanti kita akan tidur lagi pada malam hari, merebahkan diri di pembaringan, kita memiliki sukacita berjalan dengan Tuhan. Dan itu harus dilatih. Ini sesuatu yang tidak mudah, karena irama hidup kita, itu irama ateis, irama tidak bertuhan. Bertuhannya hanya waktu-waktu tertentu, di luar itu tidak bertuhan. Tapi sekarang kita mau menjadi orang yang bertuhan setiap saat.
Jadi waktu kita datang menghadap Tuhan, kita sudah connect, tidak mencari-cari wajah-Nya, kita sudah biasa connect; dan ini tidak mudah. Tapi tidak ada kehidupan yang lebih indah dari kehidupan yang bergaul dengan Tuhan. Ini merupakan hak istimewa kita, yaitu bisa hidup di hadirat Tuhan setiap saat, hidup di hadapan Allah setiap saat. Ketika kita melakukan segala kegiatan, kita ada di hadapan Tuhan, dan itu tergantung dari kita, bukan tergantung siapa-siapa, tetap di dalam penghayatan akan kehadiran Tuhan yang hidup. Mari kita menjadi orang-orang yang bertuhan dengan benar, sehingga kita benar-benar mengalami Tuhan setiap saat. Itu adalah harta kita yang akan kita bawa ke keabadian.
Sejujurnya, kita sering kita menyobek dan merusak hadirat Tuhan. Yang pertama, pada waktu kita memiliki kesenangan-kesenangan yang Tuhan tidak berkenan, yang Tuhan tidak ikut menikmatinya, yang itu hanya tertuju pada diri sendiri, kita kehilangan hadirat-Nya seperti kabut itu naik kabutnya. Yang kedua, pada waktu kita berbuat dosa. Rasanya kita mau membujuk-bujuk Tuhan, sakit. Tapi di situlah kita belajar untuk hidup dalam kekudusan dan kesucian. Sampai kita tidak berani berbuat dosa lagi, tidak ada kesenangan apa pun. Jangan sampai kita berada pada titik di mana kita tidak punya kelenturan lagi untuk bergaul dengan Tuhan, karena kita tidak sanggup.