Ibrani 3:15, “Tetapi apabila pernah dikatakan: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman.’”
Ibrani 4:7, “Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu hari ini, ketika Allah setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud, seperti dikatakan di atas, pada hari ini jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu.”
Kalimat-kalimat itu jelas menunjukkan bahwa ada satu waktu Tuhan berbicara. Tuhan memiliki jadwal yang diberikan kepada masing-masing kita. Maka jika kita mendengar suara Tuhan hari ini, Tuhan menghendaki kita menghormati Dia. Sebagai orang tua, kita bisa merasakan kesal, sakit hati, sedih bahkan marah kalau kita menasihati anak-anak, tetapi anak-anak tidak mau mengerti. Demikian pula Tuhan. Ketika Tuhan menjadwalkan satu waktu berbicara kepada kita, Tuhan menghendaki agar kita menghargai Tuhan, dengan mendengarkan suara-Nya.
Kalau dikatakan bahwa Tuhan memiliki waktu untuk berbicara, dan diwakili dengan istilah “hari ini,” itu berarti bisa tidak ada waktu lain. Sebenarnya ini satu hal yang mengerikan. Fakta bahwa seseorang kehilangan kesempatan memperoleh berkat adalah sebuah hal yang pasti bisa terjadi. Dalam Alkitab, kita menemukan Esau yang kehilangan kesempatan, walaupun dengan meneteskan air mata, teriak dan ratap tangis. Maka, firman Tuhan juga mengatakan, “Pergunakanlah waktu yang ada.” Tuhan Yesus juga berkata di Yohanes 9:4, “Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja.”
Setiap kita memiliki anugerah lawatan Tuhan. Kalau Tuhan melawat kita, hendaknya kita mengerti dan menerima lawatan Tuhan tersebut. Jangan keraskan hati seperti bangsa Israel di padang gurun, yang akhirnya mereka ditewaskan di padang gurun. Sadarilah bahwa kegagalan umat pilihan sampai ke Tanah Kanaan adalah sebuah fakta, dan hal itu bisa terjadi juga pada kita. Tuhan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir agar mereka sampai Tanah Kanaan, tetapi faktanya sebagian besar mereka tewas di padang gurun. Apakah karena ketidakberdayaan Allah menuntun mereka?
Bukankah dengan mudah Tuhan mengobrak-abrik Mesir, dan dalam sekejap mereka bisa keluar dengan bebas? Bukankah Tuhan bisa membelah Laut Kolsom? Apa sulitnya bagi Tuhan untuk membawa bangsa Israel masuk Tanah Kanaan? Tidak sulit, tetapi yang Tuhan perkarakan itu karakter, watak manusia batiniah, kehidupan rohani dari bangsa itu. Bagi Tuhan, tidak sulit memberikan sepuluh tulah kepada bangsa Mesir dengan bervariasi. Tidak sulit bagi Tuhan untuk membelah Kolsom. Tidak sulit bagi Tuhan merubuhkan tembok Yerikho, dan mengeringkan Sungai Yordan, tetapi sulit bagi Tuhan untuk secara ajaib mengubah watak karakter bangsa itu, karena hal itu tidak di dalam kodrat-Nya. Untuk mengubah watak dan karakter bangsa itu, membutuhkan respons dari bangsa itu sendiri. Firman Tuhan mengatakan, agar bangsa itu nanti tidak menyesal ketika sampai Tanah Kanaan, dan ternyata yang dihadapi itu adalah bangsa yang kuat, maka Tuhan membuat mereka berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun.
Walaupun sebenarnya mereka bisa menjangkau Kanaan hanya dalam beberapa minggu saja, namun Tuhan membuat mereka berputar-putar di padang gurun selama 40 tahun, sebab Tuhan mau mengubah karakter watak mereka, dari bangsa budak menjadi bangsa yang berdaulat mewarisi negeri Kanaan yang permai, yang dijanjikan Allah kepada nenek moyang mereka, Abraham. Ironis, sebagian besar mereka tewas di padang gurun. 1 Korintus 10:5-6 mengatakan bahwa semua itu menjadi contoh bagi kita yang hidup di zaman akhir ini. Artinya, jangan kita seperti bangsa Israel yang tidak dengar-dengaran, yang pada akhirnya Tuhan memutuskan tidak bisa masuk tanah Kanaan.
Demikian pula dengan kehidupan orang Kristen, yang akhirnya bisa tidak sampai tanah Kanaan, sebab ketika Tuhan berbicara pada waktu-waktu tertentu, sesuai jadwal Tuhan, kita tidak mendengarkan, dan mengeraskan hati. Maka, jangan sampai kita ditelan dunia ini, dan tidak pernah sampai langit baru bumi baru. Ini bukan hal yang bisa kita anggap sepele atau remeh. Ini hal yang sangat penting, sangat prinsip. Kalau bangsa Israel bergerak dari Mesir ke Kanaan, mereka harus menempuh jarak, tetapi kalau perjalanan kita menuju langit baru bumi baru harus mengalami perubahan karakter. Kalau orang Israel dari bangsa budak bisa menjadi bangsa berdaulat yang dipercayai mewarisi tanah Kanaan yang permai, kalau kita dari manusia berdosa menjadi manusia yang berkodrat ilahi, agar kita bisa mewarisi Kerajaan kekal Allah Bapa, bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Namun untuk itu harus ada perubahan. Mengalami perubahan tentu harus ada nasihat, ada suara Tuhan; baik melalui firman, khotbah, suara hati kita, dan melalui peristiwa-peristiwa hidup yang berlangsung dalam hidup kita. Jadi, mestinya Tuhan tidak perlu memukul kita, kalau kita mendengar suara-Nya, dan kita merespons dengan benar. Tuhan pasti berbicara kepada kita, setiap hari, selama masih disebut hari ini, artinya selama masih ada waktu. Kita harus mendengar suara-Nya dan menurut.
Kalau dikatakan bahwa Tuhan memiliki waktu untuk berbicara,
dan diwakili dengan istilah “hari ini,” itu berarti bisa tidak ada waktu lain.