Skip to content

Harga Kemuliaan

Mari kita camkan hal ini! Sebenarnya, banyak orang Kristen yang belum mengerti atau tidak mau mengerti harga kemuliaan, nilai kemuliaan yang Allah miliki. Kemuliaan Allah itu sungguh tak terhingga! Tetapi, banyak orang yang tidak menghargai Allah secara patut. Mungkin juga sebagian kita belum menghargai Allah secara patut. Padahal, Allah itu nilai di atas segala nilai. Bagaimana kita bisa tahu apa indikator, apa petunjuk, seseorang atau kita belum menghargai Tuhan secara patut? Sederhana. Dan ini mutlak benar. Ketika kita tidak berani melepaskan apa pun yang kita miliki—kesenangan, ambisi, nilai diri, harga diri, perasaan—berarti kita belum menghargai Tuhan secara patut. Oleh sebab itu, kita harus bisa hidup setiap saat di hadirat Allah. Jadi, bukan hanya pada waktu kita ada di dalam ruangan doa atau pada waktu kita melakukan kebaktian di ruang ibadah di mana kita begitu menghargai hadirat Tuhan, melainkan seharusnya juga setelah kita keluar dari ruangan ibadah, kita tetap ada di dalam hadirat Tuhan. 

Jadi, sementara kita melakukan berbagai kesibukan, kita dapat selalu menyatu dengan Tuhan. Dan ini tidak mudah! Kita sering tidak jaga mulut, tidak jaga sikap karena sudah terlalu lama kita liar, yaitu memiliki diri kita sendiri. Apa yang kita pandang menyenangkan, itulah yang terus kita upayakan untuk dicapai. Apa yang kita pandang akan membuat kita terhormat, itulah yang kita usahakan dan perjuangkan. Apa yang membuat diri kita terasa bernilai di mata manusia, itu yang kita perjuangkan. Ini sudah terlalu liar! Dan hidup kita terlalu wajar! Jadi sebenarnya kalau kita bersumpah, berjanji untuk hidup suci, meninggalkan kesenangan dunia, itu sangat standar! Bukan sesuatu yang berlebihan, yang menyakitkan, yang ekstrem, yang fanatik. 

Apalagi kalau pendeta atau hamba Tuhan yang berkhotbah, dia harus selalu ada di dalam lingkup hadirat Allah, ke mana pun dia berada. Sehingga pada waktu di mimbar, pada waktu memimpin doa, tidak ada keraguan. Tidak ada spekulasi; “Aku mau ngomong apa ya? Ini orang saya doakan sembuh atau tidak ya? Aku perlu doakan orang ini atau tidak?” Itu tidak spekulasi. Dulu kita sering spekulasi. Maka, kita harus melekat dengan Tuhan setiap saat. Melekat! Mungkin tindakan meleset kita bukan meleset dalam hal mencuri, berzina, membunuh orang, tidak. Meleset kita itu karena satu kata yang kita ucapkan, satu tindakan yang kecil, tetapi itu penuh intrik-intrik. Ketidaktulusan. Namun, karena terlalu lama kita liar sampai kita tidak bisa mengenali itu semua, diplomasi, penipuan, ketidaktulusan.

Kalau kita nanti berhadapan dengan Tuhan semesta alam, kita baru tahu betapa tidak berartinya diri kita. Coba kita lihat alam semesta ini. Lihat jaraknya, besarnya, luasnya, banyaknya planet dan galaksi. Luar biasa! Tidak terbatas. Ada planet yang besarnya hampir 200.000 kali bumi. Coba kita bayangkan! Bumi itu debu! Lalu siapa kita ini dibanding Tuhan semesta alam Yang Mahabesar? Apa alasan kita untuk bisa sombong? Banyak orang terhormat yang lupa ada yang lebih terhormat dari dirinya. Kita pun bisa begitu. Lupa ada yang lebih terhormat dari kita. Kalau kita lebih dari orang lain di sekitar kita, itu potensi kita dapat menjadi lupa diri. Lalu, bagaimana cara kita memperoleh Dia? Mendapatkan Dia? Bersekutu dengan Dia? Hidup di hadirat Allah! 

Bagaimana kita bisa tetap hidup di hadirat Allah? Itu bukan masalah Tuhan. Masalahnya ada di diri kita karena kita yang keluar dari hadirat-Nya. Kita yang sembarangan, .karen/a sudah terlalu lama kita itu liar. Ketika kita menonton yang tidak-tidak di gadget kita sebenarnya kita tidak menghormati Tuhan, karena Tuhan ada di situ. Jadi sejatinya, kita harus selalu membawa hadirat Tuhan. Maka jangan ada kebencian, dendam, ketidaksukaan, niat menyingkirkan orang. Harus penuh belas kasihan kepada orang. Kalau kita hidup di hadirat Tuhan, kita tidak akan dibuat tidak berguna, tidak mungkin. Tidak mungkin dipermalukan! 

Kalau kita pernah berada di lembah kekelaman, di situ justru kita bisa membuktikan kehadiran Tuhan. Dan kita justru dipaksa untuk hidup suci. Kita mau hidup yang sungguh-sungguh bersih. Kita mau selalu di hadirat Tuhan. Kesempatan ini tidak akan terulang. Jangan sampai ketika kita mendadak mati, baru kita berkata, “Kalau tahu begini, saya hidup di hadirat Tuhan.” Tidak ada kesempatan lagi. Maka sejak kita hidup sekarang ini, kita harus hidup di hadirat Tuhan. Jangan memandang ini berlebihan! Mari kita kejar terus. 

Ketika kita tidak berani melepaskan apa pun yang kita miliki kesenangan, ambisi, nilai diri, harga diri, perasaan berarti kita belum mengerti harga kemuliaan yang sesungguhnya