Saudaraku,
Pada dasarnya yang hendak dicapai oleh Tuhan Yesus dalam seluruh pengurbanan-Nya adalah Ia dibangkitkan dari antara orang mati. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa Ia taat kepada Bapa sampai mati (Flp. 2:8). Kalau Ia tidak taat, maka Ia tidak akan dibangkitkan (Ibr. 5:7). Kalau Tuhan Yesus tidak bangkit berarti tidak akan ada kebangkitan orang mati. Dengan demikian sia-sia kita memercayai Tuhan Yesus (1Kor. 15:16-17). Itu juga berarti Tuhan Yesus gagal menjadi Juruselamat. Kalau Ia gagal menjadi Juruselamat, maka pemerintahan dunia ini atau juga surga tidak ada dalam tangan Tuhan Yesus, tetapi ada di tangan Iblis atau Lusifer yang jatuh.
Jika tidak ada kebangkitan berarti tidak ada manusia yang hidup. Tuhan Yesus dengan tubuh kebangkitan yang diperagakan berkata: “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Luk. 24:39). Kata hantu dalam teks aslinya terjemahan dari kata pneuma (πνεῦμα). Kata ini selain diterjemahkan hantu juga berarti roh. Tubuh kebangkitan diperagakan oleh Tuhan Yesus sebagai tubuh fisik atau daging yang dapat disentuh dan bisa berinteraksi dengan alam fisik dunia materi. Ia juga makan dan minum setelah kebangkitan-Nya. Ia tidak berubah jadi hantu atau roh. Dalam hal ini kita memeroleh kesimpulan betapa berharganya sebenarnya alam materi ini, sebab semua diciptakan sungguh amat baik untuk dinikmati oleh daging atau tubuh fisik (Kej. 1:31). Jadi, keliru sekali kalau orang memandang alam materi itu jahat. Alam materi diciptakan Tuhan untuk dinikmati. Surga adalah alam materi. Kita tidak menjadikan materi di bumi ini menjadi tujuan. Tujuan hidup kita adalah materi di langit baru dan bumi yang baru.
Kalau Tuhan Yesus tidak dibangkitkan, maka rencana Allah menciptakan makhluk manusia dari debu tanah menjadi gagal total. Inilah yang diusahakan oleh Lusifer yang jatuh, merusak tatanan dan rencana Allah. Ini berarti rencana Allah menciptakan bumi yang sempurna secara fisik menjadi gagal. Ia tidak bisa menjadi Allah orang hidup, sebab tidak ada manusia yang hidup. Padahal Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup (Mat. 22:32; Mrk. 12:27; Luk. 20:38). Dengan kebangkitan Tuhan Yesus, manusia memiliki pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Inilah yang seharusnya membahagiakan hati kita yang oleh karenanya kebangkitan Tuhan Yesus dirayakan, sebab kita diingatkan bahwa kita memiliki hidup yang penuh pengharapan.
Saudaraku,
Seperti halnya Tuhan Yesus memperjuangkan untuk memeroleh kebangkitan, demikian pula orang percaya harus berjuang untuk memeroleh kebangkitan. Berkenaan dengan hal ini Paulus memberi kesaksian dalam suratnya: “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati” (Flp. 3:10-11). Dalam pernyataan ini Paulus menunjukkan bahwa goal yang ia tuju adalah bagaimana memiliki kebangkitan dari antara orang mati. Kesaksian ini juga dikatakan dalam berbagai kesempatan (Kis. 24:15, 21 dan lain sebagainya).
Dalam hal ini kita temukan betapa kuatnya pengharapan Paulus mengenai kebangkitan dan hidupnya benar-benar difokuskan kepada realitas kebangkitan tersebut. Fokusnya membuat ia tidak terjerat oleh filosofi dunia yang tidak berakal sehat. Pertimbangan-pertimbangan Paulus adalah pertimbangan-pertimbangan man of God (manusia Allah) yang telah memindahkan hatinya ke dalam Kerajaan Surga. Pertimbangannya akan menghasilkan buah tindakan dan pelayanan yang harum di hadapan Tuhan. Ia pantas disebut sebagai manusia rohani. Orang seperti ini tidak bisa dijegal oleh iblis dan tidak pernah akan terseret ke dalamn kerajaan kegelapannya.
Sayang sekali banyak orang Kristen yang tidak memedulikan hal kebangkitan ini. Mereka mempersoalkan hal kebangkitan hanya pada waktu hari Paskah saja. Setelah itu mereka tidak pernah memikirkannya sama sekali. Itulah sebabnya mengapa tidak banyak orang Kristen yang sungguh-sungguh berusaha mengenal Tuhan dan kuasa kebangkitan-Nya, persekutuan dalam penderitaan-Nya dan menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya. Ini adalah langkah-langkah untuk mengerti kebenaran sehingga mencerdaskan pikiran. Kemudian rela menderita bersama-sama dengan Tuhan Yesus guna memenuhi rencana Allah Bapa. Sehingga sepenuhnya hidup untuk kepentingan Allah Bapa.
Berkenaan dengan hal tersebut Paulus berkata: “Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati’” (1Kor. 15:32). Itulah sebabnya dalam kesaksiannya Paulus memberi contoh, bahwa ia bisa mengabaikan kesempatan menjadi orang kaya atau orang terhormat demi kebangkitan. Binatang di Efesus bisa menunjuk binatang dalam arti harafiah, untuk itu ia menjadi gladiator. Binatang buas juga bisa menunjuk orang-orang serakah yang tidak puas dengan kekayaan yang telah mereka miliki. Paulus memilih tidak ikut berkompetisi mengumpulkkan harta.
Teriring salam dan doa,
Erastus Sabdono
Harga kebangkitan Tuhan Yesus adalah ketaatan; Ia “membeli” kebangkitan dengan ketaatan yang sempurna kepada Bapa.