Skip to content

Habituasi

Kita harus membangun kebiasaan atau habituasi dalam kehidupan yang bersentuhan dengan Allah setiap saat. Kita harus berhenti beragama yang hanya melaksanakan keberagamaan itu dengan ritual atau seremonial, di mana sebagai orang percaya ia pergi ke gereja, lalu merasa cukup sudah memenuhi tugas sebagai orang beragama. Sejatinya, tidak demikian. Kita harus membuat atau membangun habituasi atau kebiasaan hidup keberagamaan yang baru, yang benar. Kita harus berhenti beragama dengan pola keberagamaan yang dangkal, miskin, bahkan ke arah palsu. Hal ini bukan berarti kita anti agama, melainkan membangun habituasi (kebiasaan) beragama yang berkualitas. 

Tentu sebagai orang yang ber-Tuhan, maka seseorang akan beriman dan berakhlak baik, sesuai dengan hukum di dalam agama itu. Sebagai orang Kristen, kita harus berinteraksi dengan Allah di setiap saat, sehingga kita selalu ada di dalam penghayatan bahwa kita hidup di hadirat Allah dan kita harus berakhlak baik. Adapun ukuran baik di sini adalah akhlak atau moral-Nya Tuhan Yesus. Yesuslah Tuhan kita, Yesuslah yang menjadi manusia yang memberi teladan bagaimana menjadi manusia yang sempurna sesuai dengan kehendak Bapa. Yesuslah Juruselamat yang mengubah hidup kita dari manusia yang berkodrat dosa menjadi manusia yang berkodrat ilahi oleh pertolongan Roh Allah atau Roh Kudus. 

Hal ini akan menyita seluruh kehidupan kita, tetapi kita akan mulai memiliki keasyikan yang belum pernah kita alami dan jalani sebelumnya. Kita menjadi orang yang mungkin dipandang ekstrem, fanatik, aneh. Namun, kita tidak menjadi “nyentrik” dan memiliki kehidupan yang menjadi batu sandungan. Mari, kita mulai membangun habitat baru kekristenan yang sejati, di mana kita semua berusaha untuk menghidupkan Yesus di dalam hidup kita, sampai itu menjadi habituasi kita setiap hari. Kita tidak boleh berhenti belajar, tetapi kita selalu harus merasa haus dan lapar akan kebenaran. Artinya, kita harus selalu merasa kurang karena kita belum mencapai apa yang sebenarnya Allah kehendaki. 

Kekudusan Allah itu tidak terbatas. Karenanya, selama kita hidup, yaitu di sepanjang jalan hidup kita, kita harus terus bertumbuh dan tidak pernah berhenti. Sehingga, kalau kita menoleh ke belakang, kita dapat berkata, “Keadaanku hari ini lebih baik dari kemarin dan aku harus menjadi lebih baik besok, lebih dari hari ini.” Hal ini harus kita jadikan tujuan hidup kita satu-satunya. Percuma kita ikut doa puasa, atau mendengarkan khotbah-khotbah kalau kita tidak mengalami perubahan yang signifikan; yaitu perubahan hidup untuk sungguh-sungguh menghidupkan Yesus di dalam hidup kita. Percuma kita beragama Kristen, kalau kita tidak serupa dengan Yesus.

Memang, bicara soal bagaimana serupa dengan Yesus itu abstrak. Sebab masing-masing kita punya karakteristik yang berbeda. Namun, pada intinya, serupa dengan Yesus adalah melakukan segala sesuatu yang selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dengan demikian kita menyenangkan hati Tuhan. Roh Kudus pasti menolong kita. Selagi kita masih bisa melihat matahari di ufuk timur, kita masih memiliki jantung yang berdetak, nadi yang berdenyut dan napas yang berkembang di paru-paru kita berarti kita masih memiliki kesempatan untuk mengalami perubahan. Kita adalah organisme yang hidup. Kita jangan puas dengan ada di dalam organisasi gereja, tetapi kita harus menjadi organisme yang hidup di mana Roh Kudus bekerja di dalam diri kita dan membuat kita makin hari makin sempurna.

Allah Bapa terus menggarap kita melalui setiap peristiwa, segala keadaan, sehingga kita bisa menjadi man of God (manusia Allah). Ini menjadi kesukacitaan kita. Inilah Injil itu. Hanya melalui Yesus Kristus, keselamatan dapat terwujud. Ingat, keselamatan bukan hanya masuk surga dan terhindar dari neraka. Keselamatan artinya dikembalikan ke rancangan Allah semula, menjadi sempurna seperti Bapa. Inilah kabar baik dan berkat bekal dari Allah yang menjadi Bapa kita, diberikan kepada kita setiap hari. Tuhan Yesus akan menuntun kita menjadi murid-Nya, artinya bagaimana terus bertumbuh, berkembang menjadi serupa dengan Yesus.

Mari kita fokus. Di tengah-tengah berbagai kesibukan hidup, berbagai pergumulan dan persoalan hidup, kita tetap fokus kepada Tuhan. Waktu ini singkat. Maka, kita benar-benar berkemas-kemas, bukan hanya bicara, tanpa langkah konkret dalam berkemas-kemas. Di dalam berkemas-kemas itu, kita terus berusaha untuk didapati Tuhan berkenan. Inilah keindahan hidup itu. Hidup kita menjadi berharga kalau kita dalam perjuangan untuk menjadi serupa dengan Yesus atau sempurna seperti Bapa atau yang sama dengan mengenakan kodrat ilahi yaitu menjadi manusia Allah (man of God).

Kita harus membangun habituasi hidup keberagamaan yang benar, di mana kita harus berinteraksi dengan Allah di setiap saat, sehingga kita selalu ada di dalam penghayatan bahwa kita hidup di hadirat Allah.