Skip to content

Ekstrem Berkemas-kemas

Saudaraku,

Kalimat berkemas-kemas sudah menjadi begitu biasa di telinga kita dan di mulut kita yang ada di lingkungan Suara Kebenaran, atau di dalam sinode GSKI. Pertanyaannya, seberapa kita serius berkemas-kemas? Sejujurnya, kita menyadari kalau kita kurang ekstrem berkemas-kemas. Dan kurangnya ekstrem itu disebabkan karena fokus kita mulai bergeser. Kita membagi ekstrem kita untuk hal-hal tertentu. Dan hal-hal itu mengandung unsur kepentingan pribadi kita. Walaupun hal-hal itu bukan hal-hal dunia, artinya bukan hal duniawi yang salah atau yang ada di luar lingkungan gereja, melainkan hal-hal yang ada di lingkungan gereja.

Tetapi di dalam kegiatan itu ada unsur kepentingan pribadi; kepuasan diri, kehormatan. Sekecil apa pun, ada. Maka tidak heran jika banyak orang jangankan menyelesaikan tugas yang Bapa berikan, mengetahui tugasnya apa saja, tidak tahu. Karena mereka telah mengisi hari-hari hidupnya hanya untuk kesenangan diri sendiri. Dan itu membuat langkah kita berkemas-kemas menjadi tidak tajam, tidak ekstrem. Apalagi kalau itu sudah menyangkut hobi, atau kesenangan. Apalagi dosa, pasti membuat tumpul langkah berkemas-kemas kita. Jadi kalau kita masih bisa salah untuk hal-hal tertentu, kita harus menangisi dan meratapi kelemahan tersebut, dan jangan mengulanginya lagi.

Padahal, kita semua setiap saat bisa menghadapi kematian, dan betapa mengerikan realitas ini. Inilah yang selalu saya ingatkan kepada Saudara-saudara sekalian, jangan anggap remeh hal ini. Di dalam Ibrani 9:27 firman Tuhan mengatakan, “dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Kata “ditetapkan” di sini ini luar biasa, Saudaraku.  Tidak bisa tidak, dan tidak ada manusia bisa menghindarinya. Pengkotbah 3:2, “ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam.” Kalau kita menghayati dan menerima dengan benar, maka kita juga bisa menerima kalau kematian itu bisa menjumpai kita kapan saja.

Fenomena yang berlangsung dalam hidup kita kiranya membangunkan kita untuk mengukur seberapa kita ekstrem berkemas-kemas. Kita melihat betapa rusaknya kekristenan di Indonesia khususnya dan di seluruh dunia pada umumnya. Banyak orang yang mengisi media sosial dengan isian yang tidak pantas. Mereka melempar kalimat-kalimat yang tidak patut; yang untuk orang salah saja tidak patut, apalagi orang yang belum tentu salah. Belum lagi foto dan video yang tidak bernuansa anak-anak Bapa di surga.

Betapa tidak santunnya dan betapa rusaknya moralitas hidup kekristenan hari ini. Tapi kiranya hal itu membuat kita semakin melekat kepada Tuhan. Jangan sampai nanti ketemu Tuhan, kita juga didapati bobrok. Jadi, kita tidak boleh menunda untul menjadi bunga yang cantik dan semerbak harum di hadapan Tuhan. Tidak usah menunggu besok, saat ini, kalau kita busuk, minta ampun. Minimal dinetralkan. Baru kita melangkah untuk hidup benar, menyenangkan Tuhan.

Saudaraku,

Kematian bukanlah keadaan gelap gulita, tetapi keadaan dimana kita akan mendapatkan kemuliaan. Dan karena kita tidak bisa menghindari kematian, realitas ini harus kita hadapi dengan mempersiapkan diri menghadapi realitas itu.  Maka, mari kita berkemas-kemas secara ekstrem. Terserah orang menilai apa, kita tunggu nanti di pengadilan. Makanya kita tidak boleh menunda berkemas-kemas secara ekstrem ini. Kalau hari ini kita meninggal dunia, kita disambut Tuhan. Jangan ada dosa.

Teriring salam dan doa,

Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Kurang ekstrem berkemas-kemas disebabkan karena fokus kita mulai bergeser; apalagi dosa, pasti membuat tumpul langkah kita berkemas-kemas.